Share

Jejak Pengkhianat

Author: AL Doank
last update Last Updated: 2025-05-21 09:29:32

Hujan mulai turun, perlahan tapi menusuk. Rintiknya jatuh di tanah berlumpur dan di wajah Yu Zhen yang masih mematung, menatap sosok yang seharusnya telah lama mati dalam benaknya: Shen Lie, murid utama yang dahulu dielu-elukan oleh para tetua Sekte Seribu Embun, tempat Yu Zhen dulu dibesarkan—dan dikhianati.

"Kenapa...?" gumam Yu Zhen.

Tawa dingin Shen Lie menggema di antara derik ranting dan gemuruh petir. "Karena aku muak dipaksa memanggil bajingan rendahan sepertimu 'junior murid.' Kau bahkan tak layak membersihkan debu sepatuku. Tapi karena sesepuh itu, kau mendapat tempat di sekte kita. Kau pikir aku akan membiarkannya begitu saja?"

Yu Zhen mengepalkan tangan. Hujan tak lagi terasa. Yang ia rasakan hanyalah amarah—namun juga luka lama yang kembali membara.

---

Tiga tahun lalu

Di pelataran belakang sekte, di balik dapur dan tungku air panas, seorang remaja kurus berdiri dengan tali kayu bakar menggelayut di punggungnya. Kulit tangannya lecet, bajunya sobek di beberapa bagian.

"Hei, si pengisi bak mandi!"

Tawa meledak. Beberapa murid mengenakan jubah putih bersih bertepuk tangan. Salah satunya menendang keranjang kayu yang dibawa si pemuda.

Yu Zhen—masih remaja kala itu—hanya menunduk, merapikan kayu satu per satu.

"Kau tahu kenapa kau tak pernah ikut latihan? Karena tak ada bakat kultivasi yang mengalir di nadimu!" seru salah satu dari mereka.

Namun malamnya, di dalam gua tersembunyi di utara pegunungan sekte, ia duduk bersila di hadapan seorang lelaki tua berjenggot putih panjang. Tatapan lelaki itu tajam, tapi suaranya tenang.

 "Bakat bisa ditekan. Tapi kemauan tak bisa. Jangan tunjukkan siapa dirimu, Yu Zhen. Belajarlah. Bertumbuh dalam bayangan."

Itulah perintah Sesepuh Langit Retak, yang secara rahasia melatih Yu Zhen teknik tingkat tinggi yang bahkan tak diajarkan kepada murid-murid utama.

“Karena suatu hari, dunia akan memburumu. Maka kau harus siap.”

---

Kembali ke masa kini

Yu Zhen berdiri tegak meski hujan membasahi tubuhnya. Di belakang Shen Lie, tampak seorang pria berjubah hitam dengan tudung menutupi wajahnya. Ia memegang tongkat hitam dari tulang. Aura kematian menyelubunginya.

"Siapa itu?" tanya Yu Zhen, matanya menyipit.

Shen Lie menoleh dan tersenyum tipis. “Ah, kau akan tertarik. Kenalkan, ini Hei Mo, penjejak jiwa dari Sekte Mayat Abadi. Ia punya keahlian mencium jejak seseorang hanya dari sisa darah di tanah. Dan dia sedang memburumu.”

Hei Mo mengangguk pelan. “Kau terkontaminasi oleh Inti Kegelapan. Aroma jiwamu bisa kurasakan dari dua benua jauhnya.”

Yu Zhen menggertakkan gigi. "Jadi kini kalian bergabung dengan sekte sesat hanya untuk mengejarku?"

Shen Lie tertawa. “Kau naif sekali. Dunia ini bukan soal benar dan salah. Tapi kekuasaan. Dan mereka yang punya kekuatan adalah yang punya kemampuan menulis sejarah.”

Saat Shen Lie mengangkat tangannya untuk memberi aba-aba serangan, tiba-tiba sebuah anak panah bersinar menembus hujan dan menancap di tanah hanya beberapa langkah dari kaki Yu Zhen.

Shen Lie dan Hei Mo refleks mundur.

Dari balik kabut hutan, muncul seorang perempuan mengenakan jubah hijau tua, tubuhnya ramping dan lentur. Rambutnya diikat tinggi, dan di punggungnya tergantung busur besar berukir.

“Yu Zhen, kau sungguh bodoh berjalan sendirian.”

Yu Zhen menoleh cepat. “Lin Ya?!”

Perempuan itu tersenyum tipis. “Tak kusangka kau masih ingat aku.”

Lin Ya—murid dari Sekte Hutan Seribu Daun. Ia adalah satu dari sedikit orang yang dulu memperlakukan Yu Zhen sebagai manusia. Mereka pernah diam-diam berbagi roti saat jam latihan, dan saling mengobati luka akibat latihan keras. Namun setelah kehancuran sekte, Lin Ya menghilang.

Shen Lie mendengus. “Kalian ingin bermain drama reuni di medan perang? Lucu.”

Ia memberi isyarat. Puluhan pasukan bersenjata dari sekte bayaran mulai mengepung mereka.

Yu Zhen menoleh ke Lin Ya. “Kenapa kau membantu?”

“Karena aku juga kehilangan semuanya. Dan aku tidak bisa duduk diam sementara kau diburu dunia.” Ia menarik busurnya, dan dalam sekejap, tiga anak panah berpendar cahaya melesat.

Tiga musuh roboh.

Yu Zhen mengangkat tangan, memanggil energi hitam dari tanah. Aura mengalir dari telapak tangannya, membentuk bilah hitam menyerupai pedang. Tubuhnya kini berdiri gagah, aura gelap menyelubunginya seperti sayap iblis yang tersembunyi.

 “Shen Lie,” katanya pelan, “ini baru permulaan.”

Shen Lie tertawa. “Dan ini adalah medan ujianmu yang pertama.”

Ia menatap Hei Mo. “Uji kekuatan barumu, Penjejak Jiwa.”

Hei Mo mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Awan di atas mereka berputar, dan dari dalam tanah mulai muncul tangan-tangan mayat yang membusuk, berusaha menarik Yu Zhen dan Lin Ya ke dalam.

Lin Ya berteriak, “Itu teknik pemanggilan tulang! Jangan sampai kau terjebak terlalu lama!”

Yu Zhen mengerang, lalu menginjak tanah. Gelombang energi gelap terpancar, menghancurkan tangan-tangan busuk itu. Namun satu dari mereka sempat mencengkeram pergelangan kakinya.

 “Kau bukan manusia biasa lagi …” bisik suara dari bawah tanah. “Kau adalah  gerbang bagi kegelapan yang lebih besar.”

Yu Zhen melepaskan teriakan, memotong tangan itu. Tapi gema suara itu masih tertinggal di telinganya.

> Gerbang …? Apa maksudnya?

Tepat saat itu, langit terbelah. Cahaya keemasan turun dari langit, menembus awan dan menghantam tanah di tengah pertempuran. Semua berhenti. Bahkan mayat-mayat itu diam.

Seseorang turun perlahan dari langit, melayang dalam jubah bercahaya. Di dadanya, tergantung lambang Langit Penjaga.

“Yu Zhen dari Dunia Bawah. Kau telah melampaui batas.”

Pemuda itu menoleh ke Lin Ya. “Mereka mulai datang …”

Lin Ya menarik satu anak panah terakhir, menatap langit. “Kau harus bertahan.”

Dan dari langit, sosok itu mengangkat tombaknya.

 “Hari ini, kau akan diuji oleh Langit.”

Petir menggelegar. Sosok berjubah emas turun dari langit, bagaikan dewa perang yang turun dari langit-langit surga. Langkahnya ringan, tapi tanah di bawahnya retak setiap kali ia berpijak. Di punggungnya tersemat sepasang sayap cahaya, dan tombaknya memancarkan aura penindasan.

“Yu Zhen dari Dunia Bawah,” suaranya berat dan menggema. “Kau dituduh membangkitkan energi terlarang dan membinasakan satu sekte besar. Atas nama Surga, aku—Qian Lei, Pemburu Ketiga dari Langit Penjaga—akan menghukummu.”

Yu Zhen mundur selangkah. Aura yang terpancar dari lelaki itu begitu besar, bahkan tanah di sekitarnya mulai gersang. Lin Ya menoleh padanya. “Dia  bukan lawan yang bisa kita hadapi sekarang!”

“Tidak,” gumam Yu Zhen, mata gelapnya menatap tajam. “Aku tidak akan lari lagi.”

Sementara itu, Shen Lie hanya tersenyum dari kejauhan. “Tampaknya pertunjukan ini akan lebih menarik dari yang kukira.”

Qian Lei mengangkat tombaknya. Awan di langit berputar membentuk pusaran. Cahaya putih turun, menyelimuti tubuhnya. “Bersiaplah menerima penghakiman.”

---

Flash Back

Beberapa tahun lalu ...

Di sebuah malam berkabut di pelataran Sekte Seribu Embun, Yu Zhen duduk bersila, darah menetes dari pelipisnya. Sesepuh Langit Retak berdiri di dekatnya, wajahnya keras tapi sorot matanya menyiratkan kebanggaan.

“Jiwa kuat tidak terbentuk dari kemudahan. Tapi dari luka dan pilihan. Kau sudah mulai membentuk jati dirimu, Yu Zhen.”

Yu Zhen mendongak, suaranya serak. “Tapi ... kenapa tak seorang pun melihatku?”

Sesepuh itu tersenyum samar. “Karena mereka buta oleh kesombongan. Tapi dunia akan melihatmu suatu hari nanti. Dan ketika saat itu tiba, Surga pun akan gemetar.”

---

Now

Qian Lei menebaskan tombaknya. Udara di sekelilingnya meledak, membentuk gelombang energi yang melesat cepat ke arah Yu Zhen. Lin Ya menarik busurnya, menembakkan tiga panah berturut-turut, namun semuanya terbakar dalam sekejap.

Yu Zhen mencabut bilah hitam dari balik jubahnya. Ia menghentakkan kaki ke tanah, dan formasi pelindung muncul di sekelilingnya. Tebasan cahaya Qian Lei menghantamnya, dan benturan dahsyat membuat tanah di bawah mereka meledak.

Debu tebal menyelimuti hutan.

Lin Ya tersungkur, darah menetes dari bibirnya. “Kita tak bisa menahan serangan seperti itu lagi.”

Tiba-tiba, Qian Lei muncul di hadapan Yu Zhen. Ia menatap lurus ke mata sang pemuda, dan berkata, “Kekuatanmu  telah berubah. Kau bukan sekadar murid sekte rendahan.”

Yu Zhen menyeringai. “Dan kau bukan hakim yang layak menentukan hidup matiku.”

Ia memukul tanah. Aura hitam memancar dari tubuhnya, membentuk bayangan besar di belakang punggungnya—sebuah siluet naga gelap bermahkota, menggeram pelan.

“Formasi Jiwa Kegelapan...” gumam Qian Lei. Ia menyipitkan mata. “Kau telah  membuka segelnya?”

Yu Zhen melompat dan melancarkan tebasan dari udara. Serangan itu menghantam tombak Qian Lei. Keduanya terpental mundur, meninggalkan jejak dalam tanah.

Pertempuran berlangsung cepat—terlalu cepat untuk diikuti mata manusia biasa. Bayangan mereka saling bertabrakan, dentingan senjata menggema bertalu-talu di tengah hujan deras yang mulai turun lagi.

Lin Ya berteriak, “Kau harus pergi dari sini! Ini belum waktunya untuk melawan Langit!”

Tapi Yu Zhen tidak menjawab. Ia berdiri, napasnya berat. Qian Lei juga mundur selangkah. Ia menatap tombaknya yang kini tergores.

“Menarik,” katanya lirih. “Kau telah menyerap sebagian kekuatan dari Sumber Kegelapan. Tapi itu hanya separuh. Di mana separuh lainnya?”

Yu Zhen tidak menjawab, tapi matanya menyiratkan kegelisahan. Bahkan ia sendiri belum tahu apa maksudnya.

Tiba-tiba, Hei Mo dari kejauhan tertawa dingin. “Sumber itu masih tersembunyi. Dan aku tahu di mana tempatnya.”

Qian Lei menoleh tajam. “Hei Mo, kau tak punya hak mencampuri urusan Surga.”

“Dan kau tak berhak mencemari tanah dengan darah mereka!” bentak Lin Ya, menembakkan panah berkilau ke arah Hei Mo. Tapi panah itu lenyap sebelum mencapai sasarannya. Kabut gelap menelannya hidup-hidup.

Qian Lei menghela napas. “Aku akan kembali, Yu Zhen. Tapi jangan kira kau bisa bersembunyi lebih lama. Langit Penjaga tak pernah melupakan buruannya.”

Dengan sekali hentakan kaki, tubuh Qian Lei melesat ke langit dan menghilang dalam cahaya.

Hei Mo juga menghilang dalam kabut gelap, bersama para pengikutnya.

Hening menyelimuti tempat itu.

Yu Zhen jatuh berlutut. “Aku ternyata belum cukup kuat.”

Lin Ya meraih lengannya. “Kau sudah melakukan lebih dari cukup. Tapi sekarang kita harus bergerak.”

Yu Zhen menatap langit yang perlahan cerah, lalu berkata lirih, “Aku akan menemukan bagian yang hilang,  apa pun artinya itu.”

---

Di tempat lain ...

Sebuah gunung tertutup salju. Di dalam gua besar berlapis es, seorang lelaki tua duduk di singgasana batu. Matanya terpejam.

Tiba-tiba, ia membuka matanya. “Sumber telah terbangun. Tapi separuhnya masih bersamaku.”

Ia berdiri perlahan. Salju di sekelilingnya mencair dalam radius puluhan meter. Aura luar biasa memancar dari tubuhnya.

“Saatnya Yu Zhen mengenal siapa dirinya sebenarnya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Penjaga Neraka dan Kebangkitan Pusaka

    Kabut hitam itu menggulung seperti pusaran badai, membawa hawa kematian yang menggigit hingga ke tulang. Yu Zhen menahan napas, tubuhnya kaku menghadapi energi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Lian Fei berdiri di sampingnya, wajahnya pucat, tatapannya terpaku pada sosok raksasa berzirah hitam yang melangkah mendekat dengan langkah berat. "Itu... bukan manusia biasa," gumam Lian Fei. "Dia disebut Penjaga Neraka," jawab Yu Zhen pelan, suara sang Guru tua dari masa latihannya bergema dalam pikirannya. "Dibangkitkan hanya ketika rahasia terdalam sekte hendak diungkap." Penjaga itu mengangkat pedang besar seukuran tubuh manusia dewasa. Ujungnya menyala merah seperti besi yang baru ditarik dari kobaran api. Setiap langkahnya menggetarkan bumi. Yu Zhen menelan ludah. Energi dari gulungan pusaka di tangannya masih berdenyut. Tapi ia belum tahu cara memakainya. Ia hanya merasakan resonansi kuat antara pusaka itu dan tubuhnya sendiri. "Kita tak bisa melawan makhluk itu secara

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Membangunkan Penjaga Neraka

    Yu Zhen memilih berisitirahat di atas bukit untuk menghabiskan malam yang tak lama lagi akan berganti gelap. Sedang Lian Fei memilih turun untuk mencari hewan buruan sebagai pengisi perut. Suasana pegunungan mulai berubah. Kabut tipis turun perlahan, menyelimuti rerimbunan pohon pinus dan jalan setapak berbatu yang kini mulai tampak licin oleh embun. Aroma tanah basah dan getah kayu menusuk hidung, mengingatkan Yu Zhen pada malam-malam kelam di Sekte Bayangan Senja—saat ia harus bangun paling awal dan tidur paling akhir. Dulu, ia dianggap tak lebih dari pelayan, hanya anak yatim piatu yang ditemukan di depan gerbang sekte. Tapi kini, ia adalah pembawa nyala dendam yang tak akan padam sebelum seluruh darah penghianat tertumpah.Di saat Yu Zhen terbuai oleh lamunan masa lalu, Lian Fei mendekat dari sisi lain, langkahnya ringan namun waspada. "Aku menemukan bekas jejak kaki di sebelah timur," ucapnya pelan, "Berat langkahnya menunjukkan seseorang membawa beban, mungkin terluka atau se

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Lubang Pembantaian

    Tubuh Yu Zhen melayang jatuh, angin mendesir tajam di telinganya. Ia sempat mencondongkan tubuh ke samping, mengerahkan teknik ringan tubuh yang diajarkan Mo Jian. Kedua telapak tangannya menempel pada dinding lubang, memperlambat laju jatuhnya. Meski tubuhnya tergores batu-batu runcing, ia berhasil memiringkan arah jatuh dan mendarat di sela-sela tombak kayu, bahunya menghantam keras salah satu batang, tapi itu lebih baik daripada tertusuk lurus. Duk! Suara keras bergema, diikuti suara napas tertahan dari atas. Lian Fei menatap lubang itu dari atas dengan cemas. "Yu Zhen! Kau masih hidup?!" "Masih! Tapi aku tak bisa keluar dengan mudah!" seru Yu Zhen, merintih sambil menekan luka di sisi perutnya. Tombak kayu telah merobek sebagian pakaiannya, dan darah mulai merembes. Lian Fei mengikat tali panjang di tombaknya dan menurunkannya ke dalam. "Cepat! Pegang ini! Aku akan menarikmu keluar!" Yu Zhen menatap sekeliling. Lubang itu terlalu sempit untuk menghindar jika ada serangan dar

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Sebuah Perangkap

    Hutan timur diliputi kabut tebal, embun menggantung di pucuk dedaunan, dan tanah basah menyerap setiap jejak kaki. Di antara lebatnya pepohonan dan semak belukar, Yu Zhen melangkah dengan kehati-hatian seorang pemburu. Di punggungnya, sebilah pedang warisan sesepuh sekte tersembunyi dalam sarung kayu tua. Tubuhnya tinggi dan ramping, dengan sorot mata setajam elang. Rambut hitamnya terikat longgar ke belakang, menyisakan beberapa helai yang menempel di kening karena peluh.Sejak kaburnya ia dari reruntuhan sekte Gunung Kelam, Yu Zhen tidak pernah benar-benar berhenti. Ia berpindah dari satu lembah ke lembah lain, menghindari perhatian dan menyusun siasat balas dendam. Tapi pagi itu, ia merasa sesuatu berbeda. Udara berbau logam, hawa di sekitarnya menekan, dan langkah kuda samar-samar terdengar dari utara."Mereka menemukanku... lebih cepat dari yang kuduga," gumamnya, menggenggam erat gagang pedangnya.Di kejauhan, suara nyaring peluit membelah kesunyian. Seekor burung hitam beterban

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Jejak Pengkhianat

    Hujan mulai turun, perlahan tapi menusuk. Rintiknya jatuh di tanah berlumpur dan di wajah Yu Zhen yang masih mematung, menatap sosok yang seharusnya telah lama mati dalam benaknya: Shen Lie, murid utama yang dahulu dielu-elukan oleh para tetua Sekte Seribu Embun, tempat Yu Zhen dulu dibesarkan—dan dikhianati."Kenapa...?" gumam Yu Zhen.Tawa dingin Shen Lie menggema di antara derik ranting dan gemuruh petir. "Karena aku muak dipaksa memanggil bajingan rendahan sepertimu 'junior murid.' Kau bahkan tak layak membersihkan debu sepatuku. Tapi karena sesepuh itu, kau mendapat tempat di sekte kita. Kau pikir aku akan membiarkannya begitu saja?"Yu Zhen mengepalkan tangan. Hujan tak lagi terasa. Yang ia rasakan hanyalah amarah—namun juga luka lama yang kembali membara.---Tiga tahun laluDi pelataran belakang sekte, di balik dapur dan tungku air panas, seorang remaja kurus berdiri dengan tali kayu bakar menggelayut di punggungnya. Kulit tangannya lecet, bajunya sobek di beberapa bagian."He

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Perburuan Langit

    Langit retak. Cahaya keemasan menembus kehampaan, menghancurkan setiap lapisan ruang yang dilewatinya. Tubuh Yu Zhen terangkat, terperangkap dalam tarikan paksa kekuatan surgawi.Tubuhnya bergetar hebat, seolah daging dan tulangnya ditarik ke arah berbeda. Di balik sorotan cahaya, ia melihat kilatan petir ungu dan pusaran angin surgawi yang memutar ruang dan waktu. Seketika, semuanya menjadi putih.Udara segar menghantam wajahnya. Angin gunung meniup rambut hitam legam yang tergerai panjang hingga melewati bahu. Mata Yu Zhen perlahan terbuka—hitam pekat, namun dalam, seakan menyimpan malam yang tak berujung. Di wajahnya yang tampan namun penuh luka, tampak bekas darah kering di pelipis dan dagu. Tubuhnya kurus berotot, seperti hasil dari kerja keras bertahun-tahun dalam kesunyian.Pemuda itu kini terbaring di tengah padang rumput luas. Tapi ini bukan tempat yang ia kenal.Di cakrawala, bangunan menjulang tinggi seperti istana para dewa. Pilar-pilar dari cahaya, tangga-tangga yang mela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status