Beranda / Fantasi / PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR / Pengangkut Kayu dan Air

Share

PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR
PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR
Penulis: AL Doank

Pengangkut Kayu dan Air

Penulis: AL Doank
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 10:20:02

"Hei Sampah! Kau itu bawa air atau lumpur?!"

Yu Zhen, pria yang disapa sampah barusan hanya menunduk dan terus berjalan. Air di embernya sedikit tumpah saat ia menuruni anak tangga, tapi ia tetap menjaga langkahnya stabil.

“Cih, berani sekali bocah lemah sepertimu tak menggubrisku!”

Suara cemooh itu datang dari Tian Rong, salah satu murid muda yang dikenal sombong karena memiliki bakat alami dalam seni bela diri. 

"Benar Tian Rong, dia itu hanya anak tukang dapur. Kemampuan bela diri saja tidak punya!” ejek murid lain.

"Kalau saja tetua sekte tidak berbaik hati memungut sampah itu dan membawanya ke sini, aku yakin dia akan jadi bangkai di luar, tak berguna!” kata yang lain.

Sebagai bukan murid inti dan bukan pula murid luar yang diakui, Yu Zhen hanya bertugas sebagai pelayan umum sekte. Sebagai gantinya, ia diberi tempat di tinggal di sana.

Di antara ratusan murid yang berkeliaran di wilayah sekte, ia yang paling sering dihina.

Namun bagi Yu Zhen, hinaan seperti itu sudah biasa. Ia tak membalas, tak menatap, tak menaruh dendam di wajah. Tapi dalam diam, ia menyimpan semuanya.

Setiap pagi, ia mengisi bak mandi di asrama para murid, mengatur kayu untuk dapur utama, lalu membersihkan paviliun tua yang sudah tak digunakan. Paviliun itu berada di sisi timur sekte, nyaris runtuh, dan tidak lagi dijamah siapa pun—kecuali oleh dirinya.

Namun, tak ada yang tahu bahwa paviliun itu adalah pintu masuk menuju sebuah gua tersembunyi di balik tebing. 

Di dalam gua itulah, Yu Zhen menerima pelatihan rahasia dari seorang sesepuh yang telah lama menghilang dari kehidupan sekte.

Dua tahun lalu, Yu Zhen tanpa sengaja menemukan sebuah gua tersembunyi saat mencari kayu bakar. 

Di dalamnya, ia bertemu Mo Tian—mantan tetua Sekte Langit Senja yang terasing karena perselisihan dengan pemimpin sekte. 

Melihat sesuatu dalam diri bocah itu, Mo Tian diam-diam melatihnya, mengajarkan teknik yang tak terdeteksi dan membentuknya menjadi sosok yang mampu bertahan dalam dunia persilatan yang penuh intrik. 

Dalam bayang-bayang gua, Yu Zhen mengasah kekuatannya tanpa seorang pun mengetahui rahasia yang ia simpan.

Mo Tian berpesan satu hal: dunia ini kelak akan mengetahui bahwa bocah yang mereka anggap tidak berharga telah tumbuh menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. 

Dengan tekad yang membara, Yu Zhen bersumpah dalam hati bahwa ia tak akan mengecewakan gurunya.

Hari demi hari, Yu Zhen tetap menjalani hidup sebagai pelayan sekte, tersembunyi di balik kesederhanaannya. 

Tapi tubuhnya telah berubah—lebih cepat, lebih kuat, dan diam-diam ia bersiap menghadapi badai yang mulai mendekat. 

Dunia masih menganggapnya tak berarti, dan untuk saat ini, itu adalah senjatanya yang paling berbahaya.

Sampai pagi tadi, saat hinaan demi hinaan ia terima, ia kembali mengingat petuah Mo Tian, "Jika kau mendengar berita tentang api dan pembantaian, jangan mencari jalan untuk menjadi pahlawan. Lihatlah dari bayangan. Dengarkan dari keheningan. Ketika semua telah musnah, barulah kau muncul."

Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Cepat dan berat.

"Hei! Anak tukang dapur!"

Itu Tian Rong lagi. Kali ini bersama dua murid lain yang membawa pedang kayu.

"Kami butuh lawan sparring. Kau cocok, bukan? Kau kan suka membersihkan lantai. Nah, bersihkan juga arena latihan dengan tubuhmu!"

Tian Rong mendorong bahu Yu Zhen. Roti di tangannya terjatuh ke tanah.

Yu Zhen menunduk, mengambil rotinya kembali. Tidak berkata apa pun.

"Diam seperti anjing bisu, ya? Dasar pecundang!" Tian Rong mencibir.

Tawa mereka memecah kesunyian senja. Tapi Yu Zhen tetap diam.

Dalam hatinya, ia mengulang mantra Mo Tian, “Jangan tunjukkan gigi taringmu sebelum saatnya.”

Ia tahu, waktu itu belum datang. Tapi ia bisa merasakannya semakin dekat.

Dan saat malam turun sepenuhnya, tanpa ada yang tahu, sebuah ledakan mengguncang langit timur Sekte Langit Senja. 

Cahaya merah membelah awan, dan lonceng peringatan berbunyi untuk pertama kalinya dalam tiga puluh tahun.

Yu Zhen yang sedang merapikan kayu bakar, menoleh ke arah suara itu, napasnya tercekat.

“Sudah dimulai…”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Penjaga Neraka dan Kebangkitan Pusaka

    Kabut hitam itu menggulung seperti pusaran badai, membawa hawa kematian yang menggigit hingga ke tulang. Yu Zhen menahan napas, tubuhnya kaku menghadapi energi yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Lian Fei berdiri di sampingnya, wajahnya pucat, tatapannya terpaku pada sosok raksasa berzirah hitam yang melangkah mendekat dengan langkah berat. "Itu... bukan manusia biasa," gumam Lian Fei. "Dia disebut Penjaga Neraka," jawab Yu Zhen pelan, suara sang Guru tua dari masa latihannya bergema dalam pikirannya. "Dibangkitkan hanya ketika rahasia terdalam sekte hendak diungkap." Penjaga itu mengangkat pedang besar seukuran tubuh manusia dewasa. Ujungnya menyala merah seperti besi yang baru ditarik dari kobaran api. Setiap langkahnya menggetarkan bumi. Yu Zhen menelan ludah. Energi dari gulungan pusaka di tangannya masih berdenyut. Tapi ia belum tahu cara memakainya. Ia hanya merasakan resonansi kuat antara pusaka itu dan tubuhnya sendiri. "Kita tak bisa melawan makhluk itu secara

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Membangunkan Penjaga Neraka

    Yu Zhen memilih berisitirahat di atas bukit untuk menghabiskan malam yang tak lama lagi akan berganti gelap. Sedang Lian Fei memilih turun untuk mencari hewan buruan sebagai pengisi perut. Suasana pegunungan mulai berubah. Kabut tipis turun perlahan, menyelimuti rerimbunan pohon pinus dan jalan setapak berbatu yang kini mulai tampak licin oleh embun. Aroma tanah basah dan getah kayu menusuk hidung, mengingatkan Yu Zhen pada malam-malam kelam di Sekte Bayangan Senja—saat ia harus bangun paling awal dan tidur paling akhir. Dulu, ia dianggap tak lebih dari pelayan, hanya anak yatim piatu yang ditemukan di depan gerbang sekte. Tapi kini, ia adalah pembawa nyala dendam yang tak akan padam sebelum seluruh darah penghianat tertumpah.Di saat Yu Zhen terbuai oleh lamunan masa lalu, Lian Fei mendekat dari sisi lain, langkahnya ringan namun waspada. "Aku menemukan bekas jejak kaki di sebelah timur," ucapnya pelan, "Berat langkahnya menunjukkan seseorang membawa beban, mungkin terluka atau se

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Lubang Pembantaian

    Tubuh Yu Zhen melayang jatuh, angin mendesir tajam di telinganya. Ia sempat mencondongkan tubuh ke samping, mengerahkan teknik ringan tubuh yang diajarkan Mo Jian. Kedua telapak tangannya menempel pada dinding lubang, memperlambat laju jatuhnya. Meski tubuhnya tergores batu-batu runcing, ia berhasil memiringkan arah jatuh dan mendarat di sela-sela tombak kayu, bahunya menghantam keras salah satu batang, tapi itu lebih baik daripada tertusuk lurus. Duk! Suara keras bergema, diikuti suara napas tertahan dari atas. Lian Fei menatap lubang itu dari atas dengan cemas. "Yu Zhen! Kau masih hidup?!" "Masih! Tapi aku tak bisa keluar dengan mudah!" seru Yu Zhen, merintih sambil menekan luka di sisi perutnya. Tombak kayu telah merobek sebagian pakaiannya, dan darah mulai merembes. Lian Fei mengikat tali panjang di tombaknya dan menurunkannya ke dalam. "Cepat! Pegang ini! Aku akan menarikmu keluar!" Yu Zhen menatap sekeliling. Lubang itu terlalu sempit untuk menghindar jika ada serangan dar

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Sebuah Perangkap

    Hutan timur diliputi kabut tebal, embun menggantung di pucuk dedaunan, dan tanah basah menyerap setiap jejak kaki. Di antara lebatnya pepohonan dan semak belukar, Yu Zhen melangkah dengan kehati-hatian seorang pemburu. Di punggungnya, sebilah pedang warisan sesepuh sekte tersembunyi dalam sarung kayu tua. Tubuhnya tinggi dan ramping, dengan sorot mata setajam elang. Rambut hitamnya terikat longgar ke belakang, menyisakan beberapa helai yang menempel di kening karena peluh.Sejak kaburnya ia dari reruntuhan sekte Gunung Kelam, Yu Zhen tidak pernah benar-benar berhenti. Ia berpindah dari satu lembah ke lembah lain, menghindari perhatian dan menyusun siasat balas dendam. Tapi pagi itu, ia merasa sesuatu berbeda. Udara berbau logam, hawa di sekitarnya menekan, dan langkah kuda samar-samar terdengar dari utara."Mereka menemukanku... lebih cepat dari yang kuduga," gumamnya, menggenggam erat gagang pedangnya.Di kejauhan, suara nyaring peluit membelah kesunyian. Seekor burung hitam beterban

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Jejak Pengkhianat

    Hujan mulai turun, perlahan tapi menusuk. Rintiknya jatuh di tanah berlumpur dan di wajah Yu Zhen yang masih mematung, menatap sosok yang seharusnya telah lama mati dalam benaknya: Shen Lie, murid utama yang dahulu dielu-elukan oleh para tetua Sekte Seribu Embun, tempat Yu Zhen dulu dibesarkan—dan dikhianati."Kenapa...?" gumam Yu Zhen.Tawa dingin Shen Lie menggema di antara derik ranting dan gemuruh petir. "Karena aku muak dipaksa memanggil bajingan rendahan sepertimu 'junior murid.' Kau bahkan tak layak membersihkan debu sepatuku. Tapi karena sesepuh itu, kau mendapat tempat di sekte kita. Kau pikir aku akan membiarkannya begitu saja?"Yu Zhen mengepalkan tangan. Hujan tak lagi terasa. Yang ia rasakan hanyalah amarah—namun juga luka lama yang kembali membara.---Tiga tahun laluDi pelataran belakang sekte, di balik dapur dan tungku air panas, seorang remaja kurus berdiri dengan tali kayu bakar menggelayut di punggungnya. Kulit tangannya lecet, bajunya sobek di beberapa bagian."He

  • PEWARIS BAYANGAN TERAKHIR    Perburuan Langit

    Langit retak. Cahaya keemasan menembus kehampaan, menghancurkan setiap lapisan ruang yang dilewatinya. Tubuh Yu Zhen terangkat, terperangkap dalam tarikan paksa kekuatan surgawi.Tubuhnya bergetar hebat, seolah daging dan tulangnya ditarik ke arah berbeda. Di balik sorotan cahaya, ia melihat kilatan petir ungu dan pusaran angin surgawi yang memutar ruang dan waktu. Seketika, semuanya menjadi putih.Udara segar menghantam wajahnya. Angin gunung meniup rambut hitam legam yang tergerai panjang hingga melewati bahu. Mata Yu Zhen perlahan terbuka—hitam pekat, namun dalam, seakan menyimpan malam yang tak berujung. Di wajahnya yang tampan namun penuh luka, tampak bekas darah kering di pelipis dan dagu. Tubuhnya kurus berotot, seperti hasil dari kerja keras bertahun-tahun dalam kesunyian.Pemuda itu kini terbaring di tengah padang rumput luas. Tapi ini bukan tempat yang ia kenal.Di cakrawala, bangunan menjulang tinggi seperti istana para dewa. Pilar-pilar dari cahaya, tangga-tangga yang mela

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status