Share

PPKM, Pernikahan Perjodohan Kian Membeku
PPKM, Pernikahan Perjodohan Kian Membeku
Penulis: Kaw Rostiarch

1. Yestin Yale

"Pelacur!!! Terus berteriak!" Teriak Yestin Yale yang tadinya memiliki ekspresi bahagia di wajahnya digantikan dengan ekspresi kemarahan yang diarahkan kepada Maisa Chaves yang telanjang didepannya.

Maisa Chaves kelelahan, dan tubuhnya dipenuhi memar teruma kaki bagian atas, dia sangat ketakutan oleh teriakan itu.

Sebelum dia bisa merespon Yestin Yale tiba-tiba menampar wajahnya. Meski tamparan itu tidak begitu berat, tapi cukup menyakitkan.

"Sayang, mengapa kau memukulku?" Tanya Maisa Chaves, meski kesakitan dan sedih, dia harus tetap menyesuaikan ekspresi di wajahnya, menampilkan ekspresi penuh kasih sayang dan pemujaan yang sangat bertentangan kuat dengan tangisan batinnya.

Benar saja, setelah melihat ekspresi yang penuh kekaguman di wajah yang sangat mirip istrinya, Yestin Yale sangat senang.

Dia memeluk Maisa Chaves, seolah-olah dia menghadapi istri tercintanya, dia menyentuh wajah itu dengan lembut, menciumnya dan tersenyum penuh kasih sayang.

"Aku memukulmu karena aku sangat mencintaimu, bayi kecilku" Katanya menjelaskan dengan penuh maaf "Aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku sangat menginginkanmu, sangat menginginkanmu sehingga kau harus mati di bawahku, berteriak untukku dan memberikan dirimu padaku seutuhnya"

Maisa Chaves bergidik, air mata memenuhi matanya tapi tidak berani menjatuhkannya. Dia sangat ingin menangis, tapi terus memaksa senyum dan membalas "Yestin, Sayangku, aku juga sangat mencintaimu. Kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan. Aku rela melakukan apapun untukmu. Tubuhku, hatiku bahkan jiwaku hanya bisa menjadi milikmu. Bahkan aku rela menyerahkan nyawaku padamu. Hidup dan matiku hanya milik seorang Yestin Yale. Aku mencintaimu, Yestin. Aku juga menginginkan"

Maisa Chaves mengambil inisiatif untuk membungkuk dan mengulurkan tangannya untuk menarik resleting celana Yestin Yale.

Tanpa diduga, Yestin Yale bereaksi sangat besar dan melempar Maida Chaves.

Sebelum Maisa Chaves bisa menstabilkan diri, tendangan kuat menghantam perut dan tubuhnya berulang kali.

"Jalang! Beraninya kau mendaratkan tangan kotormu!" Teriak Yestin Yale penuh kemarahan, tatapan matanya sangat tajam penuh aura pembunuhan ketika dia melototi Maisa Chaves yang bergulung di lantai kesakitan di lantai, tapi tidak berani mengeluarkan tangisan.

Melihat pemandangan itu, bukannya bersimpati, kemarahan Yestin makin memuncak "KELUAR! SIALAN! PELACUR! Kepada siapa kau perlihatkan ekspresimu itu sialan! BRENGSEK!"

Tidak peduli betapa sakit ditubuhnya, Maisa Chaves buru-buru berdiri, ketika sampai diluar pintu dia akhirnya tidak bisa menahan isak tangisnya.

Seluruh tubuhnya sangat kesakitan, terutama kemaluannya yang telah digunakan Yestin Yale dengan berbagai permintaan gila, tidak hanya menanggung rasa sakit, tapi juga rasa malu.

Meski hatinya tidak bisa menerima semua perlakuan itu, tapi dia tetap harus bertahan, meski terkadang dia putus asa, sayang dia tidak memiliki jalan keluar.

____________________________

PERINGATAN

CERITA INI MENGANDUNG DESKRIPSI DEWASA SEPERTI KEKERASAN, PAKAIAN MINIM, KONSUMSI MINUMAN KERAS, ROKOK, OBAT-OBATAN DLL.

BAGI PEMBACA YANG BELUM CUKUP UMUR ATAU TIDAK NYAMAN DENGAN KONTEN TERSEBUT, DIANJURKAN UNTUK TIDAK MEMBACANYA!!!

 _____________________________

Hanya memeluknya dia merasa nyata.

Hanya dengan menciumnya, dia melihat riak dimatanya.

Hanya dengan bercinta dia bisa mendengar suara yang memangilnya penuh kasih sayang.

Dia tidak serakah.

______________________________

Yestin Yale melangkah menuju Isabella Tantran yang baru saja keluar dari wall in closet, dan berpakaian sangat sopan dan sangat elegan.

Ketika dia berada di depan isabela dia langsung mengubur tangannya di rambut pirang bergelombang Isabella dan mencium bibir Isabella.

Dia menahan wajahnya, sehingga dia bisa menggerakkan mulutnya untuk menikmati mulut wanita yang mengisi seluruh hatinya, bertahun-tahun, tapi dia selalu merasa perasaannya tak pernah terbalas.

Isabella Tantran mengerang dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Yestin Yale dan menggenggam rambut cokelat sedikit kemarahan Yestin yang luar biasa.

Menerima respon naluriah Isabella Tantran, dan merasakan ketergantungan Isabella Tantran kepadanya bagai undangan bagi Yestin Yale untuk memperdalam ciuman diantara mereka.

Ciuman yang tadinya ringan dan sarat akan kasih sayang, yang tadinya menginginkan telah berubah menjadi memerlukan.

Lidahnya masuk ke mulut Isabella, berputar dan berdansa dengan lidah wanita impiannya itu.

"Ya, Tuhan. Aku tidak pernah merasa bosan menciummu" Yestin Yale berbisik diantara ciuman mereka dan terus mencium bibir Isabella Tantran, lalu mulutnya bergerak ke rahangnya, perlahan bergerak ke daun telinganya dan turun ke leher Isabella "Aku benar-benar tidak ingin pergi ke rumah kakek sekarang" gumamnya di leher Isabella.

"Jangan main-main, atau kita akan terlambat. Cepatlah" kata Isabella dan mencoba mendorong tubuh kokoh dan besar Yestin Yale, suaranya terdengar kuat dan meminta.

"Tapi aku tidak mau" tolak Yestin Yale layaknya anak manja, sama sekali tidak cocok dengan usinya, tapi tindakannya benar-benar sesuai usianya, dia mendorong panggulnya pada bagian tengah tubuh Isabella dan Isabella tidak bisa menghentikan erangan yang keluar dari tenggorokannya.

"Yestin" panggil Isabella ketika dia tenang. Suaranya amat datar, tapi Yestin Yale tahu dia harus berhenti di sana dan tidak melangkah lebih jauh, karena dia sama sekali tidak menginginkan menghadapi kemarahan Isabella Tantran, meski Isabella Tantran tidak pernah marah, dari awal mereka bertemu hingga sekarang tak pernah sekalipun. Kepada siapapun dan di manapun, dia belum pernah mendengar Isabella marah bahkan jika hanya setengah.

Yestin Yale menjauhkan tubuhnya dari Isabella dan melepaskannya, sambil menatap langsung dan menyipitkan matanya ke mata Isabella yang telah berubah kembali menjadi tenang, tapi dirinya masih terengah-engah, juga diliputi keinginan yang tak tersalurkan dan tak terpuaskan.

Hanya selama ciuman mereka dia merasakan Isabella adalah miliknya, tapi setelahnya, yang dia rasakan adalah pembatas tipis diantara mereka, sangat tipis seperti yang dirasakannya sekarang, namun baginya bagai ribuan mil jauhnya.

"Bukankah kau tidak suka mengunjungi Kakekmu?" tanya Isabella Tantran "Jadi mengapa kau sangat ngotot hari ini? Jangan bilang kau berencana membalas dendam pada kakekmu, menganggu acara favorit bersama teman-teman pensiunannya. Sungguh kau mencari kematian"

Yestin Yale tersenyum lembut, berjalan kearah Isabella Tantran "Aku hanya ingin mengisi absensi, agar kakekku tidak menelpon setiap tiga jam sekali untuk mengeluhkan cucunya yang tidak berbakti, tidak punya waktu mengunjunginya karena terlalu asik menghabiskan waktu dengan istrinya yang sangat cantik" jawabnya sambil mengangkat tangan dan menyentuh wajah Isabella Tantran, menyentuh dahi istrinya dengan ujung telunjuknya dan membuat Isabella Tantran melihat ke matanya.

Tapi yang dihadapi Yestin Yale adalah mata cokelat tua Isabella Tantran yang sangat tenang, tidak ada kilatan kebahagiaan atau kilau emosi lain di mata itu, dan ketenangan di mata itulah yang membuat Yestin Yale frustasi selama bertahun-tahun, dan sudah lebih satu dekade lamanya, mata itu masih seperti itu.

Tenang dan tidak ada cinta untuknya.

"Itu hanya omong kosongmu" komentar Isabella Tantran acuh tak acuh.

"Sungguh kau sangat cantik sekarang dengan gaun ini, juga rambut pirang bergelombangmu, kau nampak makin sempurna dan sangat manis. Tidakkah menurutmu orang-orang akan melaporkan aku ketika melihat kita berdua berjalan di luar, dilaporkan karena kecurigaan membawa pergi anak di bawah umur? Sungguh kau terlihat beberapa tahun lebih muda" kata Yestin Yale. Dia sangat tidak pelit pujian hanya untuk Isabella seorang, sambil melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Isabella, mengurung istrinya diantara lengannya dan mendekatkan wajah mereka hingga hidung mereka hanya berjarak beberapa senti

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status