Kedatangan atasan baru yang super baik nih. Semoga selalu baik ya. Bukan karena ada maksud tertentu.
Selamat membaca.
“Ini alamat rumahmu mana Yang, kamu belum kasih tau dari tadi.” Pak Rendra bertanya tapi tatapannya masih lurus.
Apa tadi dia panggil aku Yang, wahh bisa baper ini. Tapi ya memang namaku kan Mayang. Hahaha gak boleh baper.
“Ohh Jalan Parangtritis pak, daerah ISI. Nanti saya arahin aja Pak.”
Pak Rendra hanya menggut-manggut.
Laki-laki yang saat ini di sampingku ini fokus lurus tanpa banyak bicara. Suasana di dalam mobil Kembali hening setelah dia memuji kalau suaraku bagus. Saat mobil sudah memasuki jalan Parangtritis aku sadar kalau sabunku habis, jadi lebih baik aku minta tolong Pak Rendra untuk berhenti di Meimart yang terletak di jalan Parangtritis.
“Pak, di Meimart depan nanti berhenti saja ya, saya turun disitu saja ada keperluan yang akan saya beli.” Pak Rendra menoleh heran.
“Rumah kamu daerah situ?” menjawab pertanyaanku tanpa menoleh ke wajahku.
“Bukan Pak, saya mau beli perlengkapan mandi, nanti dari situ saya bisa pesan ojol pak. Tidak jauh ko. Lagian ini bentar lagi azan maghrib nanti bapak ditunggu keluarga di rumah.” Aku bukan mengusir Pak Rendra , tapi tidak enak saja jika dia harus menunggu aku belanja kemudian mengantar pulang. Aku hanya karyawan biasa. Gak etis rasanya.
“Saya tungguin gak papa ko. Kamu tenang aja rumah saya kan juga di daerah sini juga.”
Aku membelakkan mata “Hah? Yang bener Pak? Bukannya rumah Pak Hilmawan di Jalan Kaliurang ya?” Karena setau saya memang rumah Pak Hilmawan di daerah Jalan Kaliurang.
“Itu rumah Ayah saya, kalau rumah saya di daerah Jalan Paris juga.” Pak Rendra menjelaskan. Aku mencerna baik-baik kalimatnya. Bearti rumah keluarga Pak Rendra , jadi beliau sudah nikah. Waduh tambah gak enak sama istrinya batinku.
“Oh rumah keluarga Bapak bearti ya?” Aku berusaha menyakinkan. “Gak enak saya sama istrinya bapak.”
Pak Rendra menepikan mobil tepat di depan Meimart “Saya belum menikah Yang. Jadi kamu tidak perlu sungkan dengan saya. Sudah sampai sana turun saya tunggu.” Perintah Pak Rendra .
Saya merasa sungkan dan tidak enak kalau Pak Rendra nunggu terlalu lama. Saya segera masuk dan buru-buru mengambil perlengkapan yang aku butuhkan. Untuk saja antrian kasir tidak Panjang jadi aku bisa segera selesai dalam waktu sepuluh menit. Saat aku masuk mobil, Pak Rendra sedang menelpon seseorang.
“Baik nanti saya hubungi lagi.” Suara Pak Rendra mengakhiri telepon dan menutupnya. “Sudah selesai? Ko cepet sekali, baru mau aku susul ke dalam.” Suara Pak Rendra mengagetkanku karena aku baru fokus membalas pesan dari Gadis.
“Iya Pak, gak enak kalau bapak nunggu terlalu lama. Ohh iya, tadi saya juga membelikan bapak camilan, saya kurang tau bapak suka atau tidak kalau tidak suka jangan dibuang ya pak. Kasihkan ke orang saja.”
“Loh, kamu malah repot-repot.”
“Tidak Pak, bapak yang malah repot-repot nganterin saya pulang ditambah nungguin saya belanja.”
Pak Rendra tidak menjawab tapi malah balik bertanya “Ini arahnya kemana Yang?”.
Ohh iya aku hampir lupa belum memberikan alamat rumah.
“Perum Sewon Indah nomor tiga puluh Pak.”
“Loh, kamu tinggal di situ?”
“Iya Pak.” Saat aku ingin menjawab pertanyaan Pak Rendra tiba-tiba ada telepon dari Mama. “Pak, saya boleh angkat telepon?”
“Silakan.”Pak Rendra mempersilakan.
“Assalamualaikum Ma.”
“Kamu kapan pulang ke Solo, sudah satu bulan tidak pulang. Tidak lupa kalau masih punya orang tua kan?” Mama bertanya dengan nada marah.
Aku tau kalau Mama memang merindukan anak gadisnya ini, karena hanya aku yang belum menikah sedangkan Mas Angga sudah menikah dan tinggal dengan istrinya, walau rumahnya tidak jauh dari rumah Mama.
“Iya Ma, Mama ko ngomong gitu. Nanti kalau hari Jumat kerjaan Mayang gak numpuk. Mayang pulang.”
“Nduk, kamu sudah tau kalau Rifki mau nikah? Kamu gak papa kan nduk?”
“Mama apa-apaan sih, Mayang gak papa Ma, Mayang dapat undangannya ko. Calonnya juga orang Jogja kan. Besok Mayang minta temenin Danu saja lah Ma, Mama jangan khawatirin Mayang.”
“Yau dah kalau gitu, kalau tidak sibuk sempatkan pulang. Papa Mama kangen kamu.”
“Iya Ma, Waalaikumsalam.”
“Ohh. Sudah sampai ya Pak, maaf ya Pak, bapak nunggu saya telepon lama. Kalau begitu terima kasih pak atas tumpangannya.
Pak Rendra hanya mengangguk dan ikutan turun, aku hanya membatin saja.
“Mayang, ternyata kita tetanggaan, rumah saya tuh di depan rumahmu. Saya nitip mobil sebentar di sini ya. Gak papa kan?”Aku kaget Ketika Pak Rendra mengatakan kalau rumahnya depan rumahku. Setauku rumah depan kosong lama, tapi beberapa hari ini dibersihkan saya kira ada yang mau mengontrak.
“Wahh, kenapa bisa kebetulan seperti ini ya Pak? Bapak sudah berapa lama tinggal di situ? Setau saya lama kosong?”
“Baru dua hari yang lalu, saat Papa meminta saya untuk membantunya di kantor, dan rumah ini memang rumah saya tapi dulu saya kontrakkan, karena jarak rumah Papa sampai kantor jauh, maka saya memutuskan untuk pindah disini. Ternyata malah dekat dengan kamu.”
“Duh, malah ngobrol di luar, bapak mau mampir dulu? Kan gak ada salahnya sebagai tetangga baru bapak mampir dulu sekedar minum teh atau kopi. Ehh Bapak suka kopi kan?” Aku tanya hati-hati, tidak enak kalau menyinggung perasaan Pak Rendra.
“Wah tawaran yang bagus, tapi saya mandi dan sholat maghrib dulu ya. Nanti setelah sholat isyak boleh lah saya main, sambil ngopi seperti yang kamu katakana tadi.”
“Boleh Pak, kalau bapak tidak keberatan saja, saya mah dengan senang hati kalau bapak mau main.” Aku senyum-senyum. Gila ini pak bos, manis juga kelakuannya tapi dari tadi aku belum melihat pak bos tersenyum. Mukanya datar. “Kalau begitu saya permisi masuk dulu ya pak.” Aku mengangguk pelan.
Kami terpisah oleh pintu rumah masing-masing. Jantungku langsung berdegup kencang. Tolong ya jantung main aman, jangan langsung bekerja seperti ini, aku belum siap kalau harus patah hati lagi batinku.
Aku merasa janggal saja, ada sesuatu yang aneh, kenapa tiba-tiba Pak Rendra bisa jadi tetangga, tapi memang rumah di depan itu sudah kosong hampir tiga bulan ini yang dulu tinggal pindah kontrakan. Tapi selama lima tahun aku tinggal di sini, tidak pernah sekalipun aku melihat Pak Rendra apalagi melihat Pak Hilmawan, seharusnya kan pernah datang. Kemudian tiba-tiba saja Pak Rendra menawarkan tumpangan pulang, padahal beliau belum tau di mana rumah saya, siapa tau tidak searah juga. Ada sesuatu yang tidak beres ini. Tapi aku harus bisa berpikir logis kalau semua itu hanya kebetulan. Biarkan semua ini mengalir.
Lebih baik sekarang aku mandi dan berendam, lebih merilekskan pikiran. Daripada aku memikirkan yang tidak-tidak.
Yogyakarta, 30 Juli 2021
Semoga hati Mayang baik-baik saja.Tepat pukul setengah delapan bel rumah berbunyi, tanpa bertanya-tanya aku sudah tau kalau yang datang itu Pak Rendra. Aku segera keluar kamar dan membuka pintu. Aku kaget Ketika Pak Rendra berdiri depan pintu sambaing memamerkan kresek yang aku Yakini isinya martabak.Penampilan beliau mala mini benar-benar seperti anak muda. Dia memakai celana pendek warna mocca dan kaos warna putih. Gila kelihatan ganteng banget. Ehh ingat Cuma atasan.“Mau berdiri di sini minum kopinya?” Suara Pak Rendra membuyarkan lamunanku.“Ehh silakan masuk pak,” Aku geser sedikit agar Pak Rendra bisa masuk “kenapa repot-repot bawa makanan segala pak.” Aku merasa sungkan Ketika atasan masuk rumahku, jelas-jelas hubungan hanya bawahan dan atasan. Tapi kalau seperti ini malah kesannya seperti sedang pendekatan. Halu doang sih.“Mau ngopi di depan, di ruang tamu ap
“Selamat pagi Mayang” Sapa Pak Rendra saat aku mengunci pintu rumah hendak ke kantor.“Pagi juga Pak” aku menundukkan kepala sambil tersenyum.Pak Rendra jalan keluar membuka gerbang “Mau ke kantor kan? Mau bareng? Kan kita di kantor yang sama?” Pak Rendra menawarkan untuk aku bisa bareng lagi dengan beliau, tapi aku tau diri.“Tidak Pak terima kasih, saya bisa berangkat sendiri. Kemarin karena kesiangan aja sampai harus naik ojol” Aku menolak halus dan membuka pintu gerbang rumah. “Saya duluan ya pak.” Aku langsung masuk mobil setelah pintu gerbang sudah yakin terkunci.Pagi ini jalan menuju kantor selalu ramai. Untuk memecah kebosananku, aku memutar lagi yang ada di flasdisk mobil. Lagu dari Happy Asmara kali ini yang baru viral membuat aku geleng-geleng sambil menyetir. Menikmati syair lagu yang begitu pas. Apalagi menggunakan Bahasa Jawa yang maknanya lebih mengena karena aku sendiri
Suasana kantor pagi ini masih terlihat sepi. Aku memang sengaja berangkat lebih pagi biar tidak ditawari berangkat bareng dengan Pak Rendra. Aku memasuki lobi kantor pukul tujuh, baru OB yang terlihat dan masih mengepel lantai.“Selamat pagi Pak Hadi” Aku menyapa Pak Hadi yang terlihat sedang menggosok lantai.Pak Hadi terlihat kaget melihat aku datang sepagi ini “Pagi Mbak Mayang, tumben jam segini sudah sampai kantor mbk, biasanya mepet.” Pak Hadi cekikian.Pak Hadi tau kalau aku selalu berangkat mepet jam kerja.“Iya Pak, tadi bangunnya kepagian terus bingung di rumah mau ngapain.” Jawabku bohong.“Makanya segera cari pendamping mbak, biar kalau pagi tidak bingung mau ngapain.”“Doain segera dapat ya Pak.”Pak Hadi memang paling baik dan ramah, aku Sudah menganggapnya sebagai orang tuaku karena dia selalu baik dan perhatian denganku. Aku langsung ke ruang ker
RendraMenggantikan Papa memimpin penerbit yang telah Papa dirikan dua puluh tahun yang lalu awalnya membuat aku ingin menolak. Aku tidak mau langsung menjabat sebagai CEO. Aku hanya ingin memimpin di bagian editor yang sesuai dengan pasion ku. Awalnya aku juga menolak, masak aku kerja di kantor Papa. Nanti aku tidak ada usaha. Tapi Mama memaksa aku untuk mencobanya dulu selama satu bulan. Akhirnya aku memenuhi permintaan Papa.Tepat hari ini aku dikenalkan dengan semua karyawan khususnya bagian editor, tapi ada satu nama yang hari ini belum hadir. Ada satu nama yang membuat aku bertanya tanya “Clarissa Mayang” nama itu seperti tidak asing bagiku. Hingga aku meminta Pak Edi untuk menyuruh Clarissa Mayang datang ke ruangan beliau. Aku yakin kalau dia akan haidr hari ini. Dan aku yakin nama itu sama dengan perempuan yang selama ini aku cari.Ketika dia masuk ke ruangan Pak Edi, dia tidak sadar kalau aku ini a
RendraPagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu.Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana.Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. Aku memesan tongseng
Mayang Siang ini aku ijin kerja setengah hari karena aku harus pulang ke Solo. Sejak tadi pagi Mama sudah meneror ku dengan puluhan pesan dan telepon. Aku tau kalau keluargaku sangat rindu denganku. Mana ada yang tidak rindu dengan anak gadis satu-satunya. Sebelumnya aku belum cerita tentang keluargaku. Aku tiga bersaudara. Kakakku yang nomor satu sudah menikah dan tinggal dengan istrinya di Karanganyar dekat dengan tempat kerja kakakku. Aku nomor dua dan yang nomor tiga adikku laki-laki saat ini baru kuliah semester empat di Universitas Malang. Awalnya aku meminta adikku mendaftar di Jogja biar bisa tinggal denganku, tapi dia tidak tertarik lebih tertarik kuliah di Malang. Mama dan Papa ku yang saat ini hanya tinggal berdua. Dulu keinginan Mama ketika aku lulus kuliah aku bisa kembali dan bekerja di Solo, tapi aku lebih betah tinggal di kota ini. Mama kesehariannya jualan di Pasar Klewer sedangkan Papa seorang sekretaris desa tempat kami tingg
Masih di Solo dan masih mengingat semua kenangan yang sampai saat ini masih terikat jelas. Sabtu pagi ini aku ingi gowes sampai Pasar Klewer. Pasar Klewer adalah pasar tekstil terbesar di Kota Surakarta. Pasar yang letaknya bersebelahan dengan Keraton Surakarta ini juga merupakan pusat perbelanjaan kain batik yang menjadi rujukan para pedagang dari Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Pasarini juga pusat batik yang menjadi tempat kulakan para pedagang di wilayah Solo dan sekitarnya bahkan di Jawa Tengah. Berdiri sejak tahun 1970,Pasar Klewertetap menarik untuk dikunjungi.Berangkat dari rumah pukul enam dan sampai di Pasar Klewer pukul tujuh, seharusnya tidak selama ini karena aku snegaja mengayuh sangat pelan. Gowes sendiri itu rasanya gabut banget. Tidak ada yang diajak ngobrol. Sampai di Pasar Klewer aku istrirahat sejenak sebelum nanti sarapan. Tak pernah ketinggalan ketika aku pulang ke
Rendra Pagi ini aku keluar rumah mendapati rumah Mayang sudah sepi, bahkan mobilnya pun juga sudah tidak ada. Aku yakin kalau dia berangkat sengaja pagi untuk hari ini. Sebenarnya secara terang-terangan aku belum menunjukkan kalau aku suka dengan dia. Aku masih menyimpannya sendiri. Terlalu cepat jika aku mengatakan. Aku akan mengikuti alur yang Mayang pilih, jalur apa yang akan dia tempuh. Apakah dia akan menyadari kalau aku sayang dengan dia cepat atau lambat? Aku hanya ingin membuktikan itu. Pagi ini aku ingin sarapan tongseng ayam jawa yang deket dengan pasar Bantul, walau jaraknya lumayan jauh dari rumah dan tidak searah denganku ke kantor tapi aku tetap sarapan di sana. Toh saat ini masih pukul tujuh kurang lima belas, masih banyak waktu untuk aku bisa sarapan di sana. Tongseng ini sangat legendaris yang terletak di pojok selatan pasar Bantul. Menu tongseng ayam dan tempe koro nya yang membuat aku ketagihan makan di sini. A