Share

Sandiwara

Part 3

Hani meneguk habis air dalam gelas. Matanya melirik meja makan yang menghidangkan sepiring nasi goreng di atasnya. Ada secarik kertas diselipkan di bawah piring. Namun, ia tidak berminat membacanya sama sekali, terlebih memakan nasinya. 

Aiman sudah berangkat ke kantor. Hani memang sengaja pulang joging agak siang agar tak perlu bertemu lagi dengan lelaki itu pagi ini. 

Setelah mengembus napas kasar, ia berlalu ke kamar, mengambil ponselnya di meja, memutus sambungan ke kabel chargernya. 

Saat membuka pesan di aplikasi hijau, sederet pesan Aiman muncul di sana. 

[Han, nanti nasi gorengnya dimakan ya!]

[Jangan sampai tidak dimakan! Itu, Mas bikin spesial lho, buat kamu.]

[Nanti berangkat kerja jam berapa?]

[Hati-hati bawa motornya. Atau kamu naik ojol aja, biar pulangnya Mas jemput!]

[Itu baju kita, sudah Mas cuci, tinggal dijemur aja. Masih dalam pengering.]

[Nanti kalau ibu ada telpon, kamu bersikap biasa aja ya! Jangan bicara yang tidak-tidak, apalagi menyebut perceraian.]

[Kasihan, katanya kemarin tensi ibu naik.]

[Atau nanti kamu aja yang telpon Ibu duluan. Nanti Mas kirim pulsanya. ]

Hani mendengkus, sejak kapan manusia batu itu jadi suami yang perhatian? Sejak dirinya memutuskan pindah kamar? Hani tersenyum miring. Apa manusia harus digertak dulu baru sadar? Sayangnya, Hani bukan sekedar menggertak, tetapi ia benar-benar mau mengakhiri kepura-puraan ini. Baginya cukup setahun menyia-nyiakan waktunya yang berharga hanya untuk mengharapkan cinta laki-laki batu seperti Aiman. 

Hani melempar ponselnya ke atas kasur, setelah membaca sederet pesan dari suami bohongannya itu. 

Ia langsung menuju halaman belakang untuk menjemur baju yang sudah dicuci Aiman. 

Di waktu yang bersamaan, Aiman nampak kesal saat melihat pesan yang dikirim ke nomor Hani, sudah ceklis biru tapi tidak berbalas sama sekali. 

Ia takut, Hani benar-benar nekat minta cerai. Sementara ibunya sangat menyayangi Hani. Ibunya sudah sangat ingin menimang cucu dari mereka. 

Sebenarnya bukan hanya karena memikirkan perasaan ibunya kalau tiba-tiba Aiman mengkhawatirkan kenekatan wanita itu, tetapi entah kenapa dia benar-benar takut kehilangan wanita yang sudah dinikahnya selama setahun itu, walaupun hanya memberinya kepura-puraan. 

Aiman takut Hani benar-benar pergi dari hidupnya. Ia sendiri juga heran, ada apa dengan dirinya? Kenapa ia jadi kepikiran terus dengan wanita itu, padahal selama setahun ini, tak pernah kepikiran bahkan sekadar menyentuhnya. 

Apakah Hani sudah berhasil masuk dan menghuni hatinya? Menggantikan Tania yang sudah pergi? 

Tidak. Itu tidak mungkin. Bukankah ia sudah berjanji akan setia selamanya pada wanita itu? 

Sungguh, hari ini Aiman tidak bisa fokus dengan pekerjaannya, ia terus  kepikiran Hani. Sudah hampir tengah hari, tetapi wanita itu tak membalas satupun pesannya. 

Ia tahu Hani kerja sif siang, dan biasanya akan berangkat jam segini. Aiman pergi ke toilet, niatnya menelpon wanita itu. 

Namun, hingga dering ke lima, Hani tak juga mengangkat teleponnya. Aiman mengumpat kesal. Pikirannya kalut, seharian ia terus saja mencari cara agar Hani kembali seperti dulu, ceria, ramah dan hangat. 

Bahkan Aiman sengaja pulang cepat hari ini. Ia sudah menyiapkan sandiwara agar Hani perhatian lagi padanya. Agar Hani bersikap sebagaimana mestinya seorang istri. 

Raut kecewa langsung tergambar jelas di wajahnya saat sampai rumah, melihat nasi goreng tadi pagi masih utuh di tempatnya. Bahkan secarik kertas bertuliskan, 'selamat makan istriku'. Masih di posisi sama saat ditinggalkannya tadi pagi. 

Aiman membuang nafas kasar. Seraya meremas kertas itu, juga membuang nasi goreng buatannya ke tempat sampah. 

Ingatannya melayang ke saat awal-awal pernikahan. Saat Hani dengan semangat selalu menyiapkan sarapan dan makan malam untuknya, walaupun tanpa ia sentuh sama sekali. Bukan karena takut diracuni. Namun, Aiman merasa telah mengkhianati Tania bila ia bersikap manis kepada Hani. 

Kini Aiman merasakan kecewa itu, saat hasil kerjanya tak dihargai. Inikah yang dirasakan Hani selama ini? 

***

Waktu menunjukkan pukul 21.30 malam ini, sebentar lagi Hani pulang. Pikir Aiman. Ia sudah membuat dapur sedikit berantakan seolah sedang memasak. Sebuah pisau cutter sudah dalam genggamannya, dan pisau dapur yang akan dijadikan kambing hitam sudah didekatkan pula. 

Suara deru motor Hani memasuki halaman, lalu berhenti. Tak lama suara anak kunci diputar di susul pintu yang dibuka. Hani pulang. 

Langkah lelah diseretnya menuju kamar. Namun, saat akan membuka handel pintu, suara teriakan Aiman terdengar dari dapur. 

Hani buru-buru lari ke asal suara. Nampak Aiman tengah meringis, tangan kanannya memegangi tangan kiri yang telunjuknya mengalirkan darah. Sebuah pisau dapur berlumuran darah ada di sisinya. 

Hani panik melihat darah terus mengalir dari telunjuk Aiman, juga wajah meringis lelaki itu. Belum lagi air keran yang terbuka, dan penggorengan kosong di atas kompor menyala yang mengepulkan asap. 

Buru-buru Hani menutup keran air. Mematikan kompor, lalu mengambil kotak P3K. 

Dibukanya kotak itu, meraih tangan Aiman yang berdarah, membersihkan darah itu, kemudian meneteskan obat luka, dan terakhir membalutnya dengan plester.

Semua yang dilakukan Hani tak lepas dari tatapan Aiman yang terus saja memperhatikannya tak berkedip. Hatinya bersorak, yess! berhasil, Hani masih perhatian kepadanya. 

"Kamu ngapain sih, Mas? Malam-malam begini masih di dapur," akhirnya kalimat itu keluar dari bibirnya. Tanpa dia tahu lelaki di hadapannya terus saja menatap. 

Aiman gelagapan. "Eh anu, Mas mau masakin kamu, pasti kamu lapar pulang kerja. Tapi malah keiris pisau," jawabnya gugup dan pelan, khas orang berbohong. 

Hani menatap lelaki itu sekilas, kemudian membuang muka. 

"Kamu tidak perlu repot-repot. Aku selalu makan dulu sebelum pulang," tukasnya sebelum kemudian berdiri, hendak meninggalkan Aiman. 

"Han," panggil Aiman menahannya. "Makasih, ya," lanjutnya pelan. 

Hani yang sempat menghentikan langkah hanya bergumam dan mengangguk. Kemudian kembali melangkah. 

"Han," Lagi-lagi Aiman memanggil. 

"Ada apa lagi Mas? Aku capek, mau istirahat," ketus Hani kesal. 

"Kalau kamu capek kerja, tinggal resign aja. Kan dari dulu Mas udah larang kamu kerja."

"Maaf Mas, aku masih doyan makan, doyan jajan, dan aku juga masih banyak kebutuhan yang harus kupenuhi...."

"Gaji Mas cukup kok untuk memenuhi kebutuhan kamu itu, untuk hidup kita berdua. Bukankah dulu Mas sudah kasih pegang kamu ATM?" Aiman nampak bersemangat, seolah-olah dia suami sungguhan, dan di mata Hani itu sungguh memuakkan. 

"Itu uangmu bukan uangku. Aku sudah bilang tak ingin terikat lagi...." 

"Kamu kenapa sih, Han? Selalu saja ngeyel, apa karena aku belum memberimu nafkah batin? Kalau itu yang kamu inginkan, ayo aku akan lakukan sekarang juga!"

Tiba-tiba saja Aiman membuka bajunya dengan kasar dan melemparnya ke sembarang arah. Kemudian merangsek mendekati Hani, menyudutkan wanita itu hingga bersandar di dinding. 

Hani melebarkan matanya, tidak menyangka dengan perbuatan Aiman. Dulu ia memang sangat mengharapkannya, lebih dari itu dia sangat ingin dihargai dan dianggap sebagaimana mestinya sebagai istri. Tapi itu dulu, saat semuanya masih baik-baik saja. Namun kini? Semua telah mati, harapan dan keinginannya untuk membangun keluarga yang sesungguhnya dengan Aiman sudah sirna seiring sikap lelaki itu. 

Lagu pula, kalaupun Aiman ingin memberinya hak, bukan begini caranya. Bukan dengan tiba-tiba memaksanya. 

Di mata Hani, sikap Aiman saat ini sungguh menjijikkan. Dengan sekuat tenaga Hani mendorong tubuh lelaki yang sudah tak berpenutup dada dan mulai menyerangnya itu. 

"Lepas ... kamu sudah gila Mas ... kau taruh di mana otakmu?" bentaknya kesal seraya mengusap bibir bekas ciuman Aiman. Kemudian dengan dada bergemuruh menahan marah, sedih, dan kesal wanita itu lari ke kamar dan membanting pintunya kasar. Meninggalkan Aiman yang terpaku setengah tak percaya dengan apa yang baru saja diperbuatnya.

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Zubaidah Zubaidah
salaki gelo...duh gregetan asa hayang nyeburkeun ka empang weh..
goodnovel comment avatar
Tati Marliah
Kereeen......lanjuuut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status