Share

6. Mas Janji!

6.

Selva pun menganggukkan kepalanya, dirinya segera mengirim Altaf sebuah pesan yang berisi tentang pembatalan pertunangan mereka.

_

"Ada apa?" Tanya Arin yang melihat Altaf termenung didepan daun pintu. Sebab Altaf akan pulang ke rumah utamanya.

"Dia memutuskan pertunangan, katanya ada orang yang mau menikahi dia lebih cepat daripada saya." Jawab Altaf sambil memasukkan kembali handphone miliknya ke dalam saku.

"Ya bagus dong, itu artinya kamu tidak harus bersusah payah membuat dia ilfeel taf." Ucap Arin sambil terkekeh.

"Ah iya taf jangan lupa, bukti pembatalan pertunangan itu kamu screenshot. Untuk berjaga-jaga ketika dia sudah tahu, siapa kamu sebenarnya." Sambung Arin dengan menampilkan ekspresi wajah yang serius.

Arin mengira kalau Selva tidak tahu, bahwa Altaf memiliki perusahaan yang cukup besar. Karena kalau Selva tahu, mana mungkin mantan sahabatnya itu melepaskan mangsa sebesar ini dengan mudah.

"Tentu!" Ucap Altaf sambil menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, hati-hati!" Ucap Arin sambil menggerakkan tangannya untuk menutup pintu utama.

"Tunggu!" Ucap Altaf ketika dirinya mengingat sesuatu.

"Apa?" Arin pun bertanya dengan menunjukkan wajahnya saja dari celah pintu.

"Berhubung besok kita saling bertukar perusahaan. Jadi jangan lupa, kita pukul 4 pagi harus sudah berada di kantor! Sebab masih banyak yang harus kita pelajari." Jelas Altaf.

"Oke no Problem sih." Sahut Arin sambil menganggukkan kepalanya.

Perusahaan yang digeluti oleh Altaf dan Arin bergerak di bidang yang berbeda.

Jika perusahaan Alden bergerak di bidang makanan ringan dan makanan cepat saji. Maka perusahaan Elderatic, perusahaan yang dipimpin oleh Altaf itu bergerak di bidang pembuatan dan pengembangan teknologi terbaru.

__

Sesuai dengan perjanjian, sebelum pukul 4 pagi Arin sudah berangkat menuju perusahaan Elderatic.

Kondisi perusahaan itu masih begitu sepi ketika dirinya sampai disana. Untungnya, orang yang dikirimkan Altaf untuk mengajarinya sudah sampai di depan kantor.

"Selamat pagi Bu Arin!" Sapa seorang perempuan yang akan mengajarinya tentang mengelola perusahaan Elderatic.

"No, jangan panggil saya Arin mulai sekarang. Sepertinya panggilan baru dibutuhkan untuk hidup yang baru ini. Jadi, panggil saja saya Rina. Meskipun abjadnya masih sama, tapi letak susunan abjadnya berbeda. Lagian ibu sendiri pasti usianya lebih tua dari saya." Pinta Arin, yang sekarang akan dipanggil Rina.

"Baik Rina!" Ucap perempuan itu sambil menganggukkan kepalanya patuh. Tidak lupa, senyum tipis terpampang di wajahnya.

"Ah iya, ibu ini siapa namanya?" Tanya Rina sambil membenarkan blazer yang melekat ditubuhnya.

"Perkenalkan saya Azura." jawab perempuan yang mengaku dirinya bernama Azura.

"Baik Bu Azura, mohon bimbingannya ya!" Ucap Rina sambil tersenyum. Dirinya menambahkan embel-embel ibu pada Azura karena usia Azura terlihat sangat jauh dari dirinya.

"Tentu saja, karena kebahagian Altaf adalah kebahagiaan saya juga. Kalau ada apa-apa anda bisa bertanya pada saya." Ucap Azura sambil tersenyum tipis.

Mereka berdua pun berjalan mengelilingi perusahaan berdua.

Sesekali Rina akan bertanya pada Azura ketika dirinya melihat sesuatu yang menarik.

"Kalau boleh tahu, perusahaan ini didirikan sejak kapan ya?" Tanya Rina sambil melihat kearah luar jendela.

"Sekitar 3 tahun yang lalu." Jawab Azura singkat.

"Maaf kalau pertanyaan ini sedikit melanggar privasi." Ucap Rina sebelum melontarkan pertanyaannya.

"Apa?"

"Apakah keluarga Altaf masih lengkap? Karena selama ini aku belum pernah mendengar kabar tentang orangtua Altaf."

"Oh, orangtuanya Altaf. Penjelasannya terlalu panjang kalau diceritakan." Jawab Azura sambil berusaha mengingat kejadian 23 tahun yang lalu.

Maklum, karena saat ini usia dirinya sudah melewati kepala empat. Jadi, terlalu banyak kejadian yang masuk kedalam ingatannya.

"Ngga papa Bu, saya akan mendengarkan. Lagipula, jam masuk kantor masih terlalu lama." Ucap Rina sambil mendudukkan tubuhnya diatas kursi.

"Baiklah, jadi begini. Dahulu, saya adalah orang kepercayaan ayah kandung Altaf. Namun ketika hari dimana Altaf dilahirkan, ayah Altaf mengalami kecelakaan saat mencari donor darah. Sedangkan untuk ibu kandung Altaf sendiri, beliau meninggal karena mengalami pendarahan ketika sedang melahirkan Altaf dan saudaranya.

Alhasil, Altaf dan saudaranya diurus oleh kakek, nenek, bibi, dan juga saya.

Yaa.. daripada gabut mending ngurus anak orang kan? Dan saya tidak menyangka, bahwa kegabutan saya bisa selama ini. Bahkan saya juga lupa untuk menikah hihih." Jelas Azura dengan diakhir kekehan geli diujung kalimatnya.

"Ooo... Begitu ya. Jadi, sebelum Altaf membangun perusahaan ini, dulunya Altaf itu adalah orang yang kekurangan berarti ya?" Tanya Rina setelah mencerna penjelasan dari Azura.

"Hahah! Ya ngga lah!" Jawab Azura sambil tertawa.

"Orangtua Altaf, khususnya ayahnya itu adalah salah satu pemilik perusahaan besar di negara ini pada masanya. Belum lagi, kakek tiri Altaf itu juga merupakan salah satu pemilik perusahaan besar.

Jadi, sejak lahir Altaf tidak merasa kekurangan. Apalagi kakek tiri Altaf ini tidak mempunyai anak, jadi otomatis kekayaannya akan diserahkan pada bibi Altaf. Berhubung bibi Altaf juga tidak menikah, otomatis perusahaan itu akan turun pada Altaf, kemudian dibagi dua dengan saudaranya." Jelas Azura sambil tersenyum

"Lah, terus gunanya perusahaan ini?" Tanya Rina dengan heran.

"Ah itu, perusahaan ini berdiri karena den Altaf gabut. Eh ngga tahunya berkembang." Jawab Azura.

Rina pun menganggukkan kepalanya tanda paham.

_____

Setelah melakukan aktivitas yang melelahkan dengan sang kekasih hati, Erlan pun bangun dari tidurnya dan menatap Selva yang masih terlelap.

Acara liburan kali ini benar-benar dirinya habiskan untuk melakukan reproduksi sesering mungkin.

Erlan pun melihat jam dinding, dirinya menemukan bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi.

Untungnya pagi tadi, pihak hotel sudah memberi mereka berdua makan. Jadi, dirinya tidak terlalu kelaparan setelah melakukan aktivitas itu.

Dengan perlahan Erlan turun dari tempat tidurnya, kemudian berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Begitu dirinya keluar dari kamar mandi, Erlan menemukan bahwa Selva sudah bangun.

"Sayang, kamu mandi dulu sana!" Ucap Erlan dengan nada pelan.

"Ngga mau ah! Setiap aku selesai mandi, mas selalu melakukan itu padaku soalnya!" Ucap Selva sambil mengerucutkan bibirnya, pertanda dirinya kesal dengan kelakuan sang kekasih tadi.

"Ngga akan kok, Mas janji!" Ucap Erlan yang mulai berusaha untuk meyakinkan Selva.

Melihat Selva yang tidak bergeming juga, Erlan kembali berkata "Kalau mas berbohong sama kamu, kamu boleh minta apa saja sama mas! Akan mas kabulkan!"

Mendengar hal itu, Selva menahan senyuman di wajahnya.

"Seriusan mas?" Tanya Selva dengan nada tidak percaya.

"Iya serius! Cepat mandi sana! Setelah kamu mandi, kita akan keluar untuk jalan-jalan sekaligus cari makan." Jawab Erlan.

__

Seperti apa yang dikatakan oleh Erlan, kini Selva dan Erlan sedang berjalan kaki menuju sebuah restoran berbintang lima.

"Mas, kamu yakin kita akan makan di restoran seperti ini?" Tanya Selva dengan mata yang tiada hentinya melihat hal-hal yang menurutnya baru yang ada di restoran itu.

"Yakinlah! Kita akan memakai seluruh uang tabungan aku selama disini. Kamu jangan khawatir uangku akan habis sayang, sebab setelah pulang ke rumah nanti, aku bisa menggunakan seluruh aset si Arin." Jelas Erlan dengan jumawa.

"Asik!" Seru Selva kegirangan.

Akhirnya sepasang sejoli itu memilih tempat duduk yang strategis dilihat orang-orang. Kemudian, mereka memesan hampir seluruh makanan yang menjadi menu andalan di restoran itu.

"Sebentar ya, mas mau ke ATM dulu. Mau ngambil uang untuk membayar makanan kita." Ucap Erlan sambil berdiri dari tempat duduknya.

Selva pun hanya menganggukkan kepalanya saja untuk merespon ucapan Erlan. Sebab, mulutnya begitu penuh untuk berbicara.

Selain interiornya yang unik, restoran bintang lima ini juga mempunyai ciri khasnya yang lain. Dimana umumnya restoran bintang lima itu menggunakan pembayaran secara digital, maka restoran bintang lima yang ini hanya menggunakan uang tunai sebagai media pembayarannya.

Jadi, pihak restoran sudah menyediakan mesin ATM sendiri apabila ada customer yang tidak membawa uang cash.

Namun ketika Erlan akan menarik uangnya, tiba-tiba kartu ATMnya langsung bermasalah. Begitupula ketika dirinya mencoba melakukan penarikan lagi.

"Ini gimana sih! Jangan-jangan mesin ATM nya kosong lagi! Dih malu-maluin! Katanya bintang lima! Bintang satu saja ini tidak memenuhi standar!" Maki Erlan di depan mesin ATM.

Melihat tingkah Erlan yang marah-marah, salah seorang pelayan restoran pun berjalan menghampiri Erlan.

"Maaf pak! Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayang laki-laki itu.

"Nah kebetulan kamu ada disini! Ini bagaimana hah! Katanya restoran bintang lima! Tapi kok mesin ATMnya dibiarkan rusak begini hah! Saya viralin tahu rasa ini restoran!" Jawab Erlan dengan nada kesal.

Mendengar ungkapan kekesalan customernya, pelayan laki-laki itu pun tersenyum tipis.

"Mohon maaf pak atas ketidaknyamanannya, bisa saya lihat kartunya? Biarkan saya yang mencoba menariknya." Ucap Pelayan laki-laki itu sambil menengadahkan tangannya.

"Nih!" Erlan pun meletakkan kartu ATM berwarna kuning di tangan sang pelayan.

Pelayan itu pun akhirnya berjalan agar lebih dekat pada mesin ATM.

Dan hasilnya masih sama, setelah dua kali melakukan percobaan, penarikan selalu gagal.

"Nah kan! Sudah saya bilang, mesin ATMnya rusak!" Ungkap Erlan dengan nada sinis setelah melihat kegagalan sang pelayan.

"Sebentar pak, saya akan mencoba menggunakan ATM saya." Ucap sang pelayan masih dengan nada tenang.

Sang pelayan pun mengeluarkan kartu ATM miliknya, kemudian mencoba melakukan penarikan. Dan hasilnya penarikan sukses, tidak mengalami kendala sedikit pun seperti Erlan.

"Bukan mesin ATMnya yang rusak pak, melainkan kartu bapak sendiri. Sepertinya kartu itu sudah diblokir atau dibekukan. Coba bapak melakukan pengecekan sendiri nanti di bank." Ucap pelayan tersebut sambil tersenyum tipis.

Mendengar penuturan sang pelayan Erlan merasa tidak percaya, sebab yang bisa melakukan hal demikian hanya Arin. Mana mungkin istrinya yang sudah menjadi abu itu raganya kembali menyatu, kemudian membekukan ATM miliknya.

Kalaupun iya sang istri raganya kembali menyatu, maka tidak mungkin Arin yang cinta mati padanya bertindak seperti itu. Sebab sepi*cik apapun dirinya ketika Arin hidup, Arin tidak pernah memberhentikan aliran uangnya pada dirinya.

"Kalau ada ATM lain yang bapak bawa, bapak bisa mencoba melakukan penarikan menggunakan ATM itu!" Sang pelayan kembali berucap ketika melihat Erlan yang termenung.

"Ah iya! Saya akan ke meja saya dulu. Soalnya ATM yang lain dipegang oleh istri saya!" Ucap Erlan sambil berlalu meninggalkan sang pelayan laki-laki itu dengan kikuk.

Si pelayan laki-laki itu pun mengangguk, kemudian dirinya kembali menghampiri teman-temannya yang lain yang tidak bertugas.

"Kenapa?" Tanya salah seorang teman perempuan si pelayan yang sedang merapikan kerudungnya.

"Biasa, ATM terblokir, eh dia malah nyalahin mesin ATMnya yang rusak!" Jawab pelayan yang tadi menghampiri Erlan.

"Dih bisa-bisanya dia bilang begitu, setiap hari tuh mesin ATM selalu gue cek padahal! Yang mana sih orangnya?" Tanya teman laki-laki si pelayan yang memiliki rambut kriting.

"Tuh!" Jawab si pelayan sambil menunjuk Erlan menggunakan mulutnya.

"Ck! Pasti istri sahnya yang melakukan hal itu! Soalnya dia jalan Ama pelakor hahah!" Ungkap seorang pelayan perempuan yang rambutnya dicepol tinggi.

"Lah, lu tahu dari mana kalau perempuan itu pelakor?" Tanya laki-laki yang berambut Kribo dengan nada heran.

"Ya gue tahulah, soalnya mana mungkin cowo membiarkan istri sahnya jalan-jalannya menggunakan riasan menor macam tuh cewek! Belum lagi, si cewek itu sepertinya takut kalau si cowok akan berpindah ke lain hati kalau melihat dirinya kalah cantik dengan cewek lain!" Ungkap perempuan yang rambutnya dicepol itu.

Semua pelayan yang ada disana kompak menoleh ke tempat dimana Erlan dan Selva duduk.

"Bisa jadi!" Ucap si Kribo sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

___

Di tempat lain, Mawar baru saja keluar dari sebuah bank. Dirinya kesini sesuai permintaan sang putri semata wayangnya. Yaitu, untuk membekukan ATM milik besan dan menantunya.

Tentunya Mawar tidak keberatan, dirinya dengan senang hati melakukan permintaan sang putri sebagai ajang balas de*ndam kepada besannya yang terlalu pongah.

Dengan bantuan surat kuasa yang diberikan oleh Katrina, Mawar bisa melakukan hal itu tanpa hambatan apapun.

Bersambung....

Jangan lupa kritik dan sarannya ya kakak-kakak;)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status