Rafka datang ke apartemennya untuk menemui Agatha, tetapi gadis itu sudah tertidur di kamarnya. Rafka tetap melangkah masuk ke dalam kamar untuk sekadar melihat wajah gadis itu. Selama tiga hari ini ia belum mengunjungi maupun menghubungi Agatha karena masalahnya dengan papanya. Rafka hanya tidak ingin emosinya akan mengganggu hubungannya yang sudah semakin membaik.
Rafka meletakkan tangannya dan memeta wajah Agatha yang terlihat cukup mungil untuknya. Sesekali ia membenarkan anak rambut yang terjatuh di wajahnya. Tidak ingin mengusik Agatha, Rafka mencium kening gadis itu lalu beranjak dari tempatnya.
Baru selangkah, ia merasa pergelangan tangannya ditahan. “Jangan kemana-mana,” ucap Agatha dengan suara serak khas bangun tidur.
Rafka tersenyum lalu kembali duduk di samping ranjang. “Maaf ya gara-gara aku kamu kebangun,” pungkas Rafka. Sementara Agatha hanya menggelengkan kepalanya dan membawa tangan Rafka ke bawah pipinya sambil tersenyum.
“Nggak apa-apa kok, aku bosan banget asal kamu tahu. Apalagi asisten kamu yang kaku itu nggak izinin aku pergi kemana-mana,” celoteh Agatha dengan wajah cemberut.
“Maaf ya, Div. Aku memang yang suruh David untuk nggak izinin kamu pergi, apapun yang terjadi.” Raut wajah Rafka berubah menjadi sedih, membuat Agatha yang melihatnya langsung bangun dan mensejajarkan tubuhnya dengan Rafka sambil memegang pundaknya.
“Kamu kenapa? ada masalah?” tanya Agatha kemudian.
Rafka tidak menjawabnya dan malah meletakkan kepalanya di pundak Agatha. “Aku takut, Div,” jawab Rafka singkat.
“Takut apa?”
“Aku takut kalau aku nggak bisa jaga kamu dengan baik, aku nggak mau jadi seperti dia.” Agatha merasa cukup tersentuh dengan ucapan Rafka, betapa beruntungnya gadis yang ia cintai. Di sisi lain Agatha juga merasa kasihan karena gadis yang Rafka cintai itu justru meninggalkannya.
“Kamu salah satu pria hebat yang pernah aku kenal Raf, selama ini kamu sudah menjaga aku dengan baik. Meskipun terkadang terlalu baik sampai aku bosan karena nggak bisa kemana-mana,” canda Agatha membuat Rafka tersenyum.
“Terima kasih Div, terima kasih karena kamu sudah hadir dalam hidup aku. Kalaupun aku harus mengulang waktu, aku akan tetap melakukan hal yang sama untuk kamu.” Rafka memeluk Agatha dengan erat, sementara gadis itu mengusap lembut punggung Agatha.
“Kamu mau mandi nggak? aku siapin air hangat ya,” tawar Agatha sambil melepaskan pelukannya perlahan.
“Jangan salah paham, kamu wangi kok. Cuma aku lihat kamu masih pakai kemeja kerja begini,” lanjut Agatha saat Rafka terus menatapnya.
“Ngapain sih kamu lihat aku terus? udah ah minggir aku mau siapin kamu air dulu.” Agatha langsung beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, ia keluar. “Ayo mandi! airnya udah aku siapin.” Sadar akan ucapannya yang dapat menimbulkan banyak arti, Agatha langsung menutup mulutnya.
“Maksudnya kamu harus mandi sekarang, sebelum airnya jadi dingin,” ujar Agatha dengan salah tingkah dan langsung berniat keluar.
“Nggak mau mandi bareng,” ucap Rafka yang membuat wajah Agatha sedikit memerah. Melihat ekspresi gadis itu, Rafka langsung tertawa.
“Aku bercanda kok, aku tahu ini belum saatnya.”
“Udah ah kamu nggak jelas, bye.” Agatha langsung berlari keluar meninggalkan Rafka yang tak berhenti tersenyum melihat tingkah istrinya itu.
Beberapa menit kemudian, Rafka keluar kamar mandi dengan bertelanjang dada dan langsung duduk di sofa saat Agatha tengah sibuk dengan ponselnya.
“Aku lapar deh nunggu kamu mandi. Tapi, ini sudah jam 1 malam, aku nggak mau gendut ,” celoteh Agatha yang masih sibuk memainkan game di ponselnya.
“Mau makan apa? aku juga lapar,” ujar Rafka sambil menghampiri Agatha.
“Rafka … kenapa nggak pakai baju sih? kalau ada yang lihat gimana?” tanya Agatha yang langsung menutup wajahnya.
“Nggak masalah dong, kalau kamu yang lihat. Kamu kan istri sah aku,” jawab Rafka santai.
“Istri sah?” gumam Agatha dengan pelan, tetapi masih mampu didengar Rafka.
“Emang ada istri yang nggak sah?” tanya Agatha kemudian.
“Udah ah sana pakai baju dulu, aku tunggu di dapur ya,” ucap Agatha yang langsung berlari keluar dan menutup pintu kamar.
Sambil menunggu Rafka keluar dari kamar, Agatha berinisiatif untuk memasak sesuatu. Ia berencana membuat sesuatu yang simpel. Agatha membuka kulkas dan lemari lalu mengambil beberapa bahan makanan. “Mau buat apa?” tanya Rafka yang membuat Agatha terkejut.“Astaga Rafka, bisa nggak sih nggak bikin aku kaget,” ucap Agatha dengan cemberut.“Maaf, maaf, habisnya kamu fokus banget. Mau masak apa sih?” tanya Rafka lagi.“Jujur … sebenarnya aku juga nggak tahu mau buat apa,” jawab Agatha dengan memasang wajah polos tak berdosa dengan bahan makanan yang masih ada di tangannya. “Aku kangen banget sama omelette buatan kamu deh,” sahut Rafka yang berhasil membuat Agtha terdiam. Gadis itu tampak berpikir sejenak. “ Aduh mampus! gimana kalau rasa omelettenya beda. Masak mie instan aja nggak yakin. Rafka pasti langsung sadar kalau rasanya beda. Masa iya diusir cuma gara-gara omelette,” teriak Agatha dalam hatinya.“Aku nggak serius kok, udah sini aku aja yang masak.” Agatha bernafas lega, tetapi
Keesokan harinya, Agatha masih tertidur pulas di kamarnya. Sementara Rafka sudah bangun lebih awal untuk berangkat ke kantor. Melihat Agatha yang masih tidur membuat Rafka tidak tega untuk membangunkannya. Akhirnya, Rafka hanya meninggalkan note saja di kamar Agatha. Beberapa jam kemudian, Agatha terbangun dan melihat note yang Rafka tinggalkan untuknya. “Hai, selamat pagi. Maaf ya aku nggak banguni kamu. Aku berangkat ke kantor lebih pagi hari ini. Oh ya, malam ini aku akan pulang terlambat, jadi kamu nggak perlu tunggu aku.”Agatha menghembuskan nafasnya panjang ketika membaca tulisan itu. Saat ini ia merasa seperti burung yang tengah terperangkap dalam sangkar emas. Agatha sangat tidak menyukai terkurung di sebuah tempat, ia sangat menyukai kebebasan. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya. Hari ini akan ada orang yang telah Rafka bayar untuk membersihkan apartemen. Agatha akan menggunakan kesempatan itu untuk bisa keluar.Agatha mulai mempersiapkan dirinya untuk bertukar
Rafka mengemudi dengan begitu cepat, tak lama mereka sampai di apartemen. Rafka kembali menggendong Agatha dan menaruh tubuhnya dengan lembut ke atas tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Saat ingin berbalik, Agatha menarik kerah Rafka dan langsung mencium bibirnya. Semakin lama ciuman itu semakin menuntut. Rafka sempat kehilangan kendali, tetapi ia langsung menarik tubuhnya. Rafka tidak ingin melakukan apa pun terhadap gadis itu, apalagi saat ini ia tengah berada di bawah pengaruh alkohol.Rafka segera bangkit dan keluar kamar, tidak lupa untuk menutup pintunya.Keesokan paginya, Agatha terbangun dan merasakan kepalanya begitu pusing. Ia menatap ke sekitar, matanya terbuka lebar saat menyadari apa yang telah terjadi malam tadi. Ia mengingat bahwa dia berada di hotel bersama pria asing. Agatha memukul kepalanya karena ia tidak ingat apa
Agatha dan Rafka kembali menuju meja bar, mereka kembali dengan canggung. Rafka yang menyadari itu langsung memanggil bartender.“Saya pesan beberapa gelas tequila, tolong!” seru Rafka.“Kamu serius?” tanya Agatha.“Kenapa tidak?” balas Rafka.Rafka mengedipkan matanya pada Agatha saat gelas dihidangkan. Agatha mengangguk senang ketika bartender terus mengisi gelas miliknya. Gadis itu merasakan otaknya berkabut.“Oh my God! ini adalah malam yang sangat-sangat tidak pernah aku bayangkan, terima kasih Rafka,” ujar Agatha sambil tersenyum dengan wajah yang tampak memerah begitupun dengan Rafka.Agatha dan Rafka sudah sangat mabuk saat i
Sudah hampir tiga bulan setelah malam di mana Agatha menyerahkan diri sepenuhnya kepada Rafka. Namun, sejak itu Rafka belum menemui atau menghubunginya. Agatha langsung melihat ponsel setiap kali berdring, berharap itu Rafka, tetapi sayangnya yang selalu menghubungi dirinya adalah David. Ia sangat setia pada Rafka untuk memantau dan mengawasinya. Saat ini, Agatha berada di kamarnya, baru saja bangun tidur dan langsung menatap ponselnya.“Bagaimana bisa dia nggak menghubungi sama sekali,” gumam Agatha dengan kesal.Ponselnya menampilkan dua belas panggilan terakhir lain ke nomornya dalam seminggu terakhir.Agatha mulai mondar-mandir di kamarnya dan menelpon David, asisten Rafka.“Halo, David,” ujar Agatha saat panggilannya sudah terhubung.“ Ya, ada yang bisa saya lakukan?” tanya David dengan formal dan kaku seperti biasanya.“David, saya benar-benar ingin berbicara dengan Rafka, di mana dia sekarang?” tanya Agatha dengan nada kesal.“Saat ini bos sedang ada perjalanan bisnis. Dia aka
“Apa yang kamu lakukan di sini? apa kamu mengikuti saya?” tanya Agtaha dengan penasaran.Pria itu tersenyum lalu menjawab pertanyaan Agatha. “Sebenarnya saya … pemilik klub ini.”Agatha terdiam beberapa saat. “Ayo, biarkan saya mengantarmu pulang, ini sudah larut malam,” lanjut pria itu.Setelah menimbang beberapa saat, Agatha menyetujui tawaran pria itu. “Boleh, kalau tidak merepotkan.”Pria itu segara mengambil mobilnya dan berhenti di depan Agatha, ia turun dan membukakan pintu untuk gadis itu.Suasana di mobil cukup hening sampai terdengar suara perut keroncongan yang cukup keras dari perut Agatha.Gadis itu menengge
Keesokan harinya, Agatha terbangun lalu menatap ponselnya dengan tersenyum.Jonathan: Semoga harimu menyenangkanAgatha: Ya, semoga harimu juga menyenangkanJonathan: Ya, semoga kita bertemu lagi karena rasanya sangat menyenangkanAgatha tersenyum membaca pesan Jonathan, tetapi tidak berniat untuk membalas rayuannya itu. Ia menaruh ponselnya lalu melangkah keluar kamar.Seperti biasa, apartemen itu tampak begitu sunyi. Agatha menghela nafas panjang lalu menyalakan TV. Mata Agatha melebar dengan sempurna saat melihat liputan seorang pria yang selama ini menghilang tanpa kabar tiba-tiba muncul dengan seorang wanita yang juga pernah ia lihat di bandara.‘Kiara Mahendra kembali
Saat kembali ke apartemen, Agatha terkejut setelah melihat Rafka ada di sana seperti tengah menunggunya. Masih merasa kesal, Agatha berjalan begitu saja melewati Rafka yang kini menahan lengannya.“Kita perlu bicara, Div,” ujar Rafka.“Bicara apa huh?” tanya Agatha dengan kesal.“Kamu mau bilang kalau setelah kamu ngerasain tubuh aku … kamu bisa pergi seenaknya, gitu?” Agatha melepaskan tangan Rafka dan mendorong tubuhnya.“Maafin aku, Div.”“Kamu pergi hampir tiga bulan dan sekarang kamu dateng cuma untuk ini. Aku nggak heran kenapa dia ninggalin kamu,” hardik Agatha.“Apa pergi karena aku nggak punya piliha