Share

4 —Pulang

Author: Purple Bubble
last update Last Updated: 2025-08-05 10:40:20

Melangkah ke tangga batu, setelah beberapa kali menarik napas untuk menenangkan diri. Aya naik dengan ditemani suara khas sepatunya. Langkahnya dibuat ringan, tapi tangannya menggenggam tali tas lebih erat, berhenti sejenak di depan pintu sebelum mendorongnya terbuka.

“Aya pulang,” serunya lantang. Tapi ia menghentikan langkahnya lagi, mematung di ambang pintu, sedih menyergapnya begitu saja. Kebiasaan yang sudah dibawanya selama dua puluh tujuh tahun hidup di rumah ini.

Sekarang, rasanya seruannya itu terasa salah.

*

Mei mendapati Aya yang masih berdiri di ambang pintu.

“Aya udah pulang?” sambutnya dengan wajah sumringah.

Tersadar dari lamunannya, Aya mengangkat wajah dan memasang senyum yang manis di bibirnya, “Aya pulang, Mah,” jawabnya. Langkahnya kembali maju, ditutupnya kembali pintu dan melangkah menuju wanita yang selama ini menyayanginya bagai anak kandungnya sendiri.

Tangan Mei terulur membawa Aya ke pelukannya.

Aya dengan haru menyerbu pelukan itu dan menyandarkan dagu di pundak Mei, “Makasih udah nyambut aku pulang, Mah,” bisiknya.

Mengusap punggung Aya, Mei mengangguk, “Ayo kita makan dulu,” ajaknya setelah melepaskan pelukannya. Tapi tangannya tidak melepas tangan Aya, menggenggamnya sambil menarik Aya yang kembali terdiam.

Aya bergeming.

Mei kembali menoleh. “Kenapa?” tanyanya lembut.

Mata Aya menatap wajah Mei yang selama ini selalu diyakininya sebagai wajah mamanya. Namun hidup menghantamnya dengan kenyataan bahwa wanita ini bukan ibunya. Bukan orang yang sudah melahirkannya. Bukan orang yang telah menurunkan gennya. Bukan orang yang punya pertalian darah dengannya.

Bukan siapa-siapanya.

Tapi dengan tulus menyanyanginya dan merawatnya dengan cinta dan keberlimpahan.

“Kenapa Mah?”

Aya menahan air matanya.

“Kenapa apa, Sayang?” tanya Mei yang mengerti maksud Aya. Tangannya menangkup kedua pipi Aya dan mengusapnya pelan.

Menutup matanya sambil merasakan usapan lembut Mama di pipinya, Aya mengangkat tangan, menggengam tangan Mama. Membuka mata dan melihat Mei yang menatapnya tak berubah. Masih sama sebelum Ari datang dan dikenalkan sebagai anak kandungnya. Namun pertanyaan yang berputar di kepalanya sejak tadi akhirnya terucap.

“Kenapa merawat aku seperti merawat anak mama sendiri? Kenapa memberikan aku segalanya seakan ngasih ke anak mama sendiri?”

Menyadari suara gemetarnya Aya berdeham.

Senyum di bibir Mei yang menghilang saat mendengar pertanyaan Aya kembali melengkung di bibirnya. “Kamu nanya apa sih, Sayang?” tanyanya dengan haru yang menghinggapi hatinya.

“Kamu masih anak mama, kan?”

Aya terisak dan langsung kembali menyerbu mamanya. Memeluk wanita yang begitu baik hati itu.

*

Setelah mengisi piring milik Chandra, Mei menatap bergantian Carita dan Aya, “Mama kasih Ari duluan, ya, Aya,” ucapnya meminta izin pada Aya.

“Mama, ih,” Aya terkekeh pelan, “Ari tuh di suapin, Mah, bukan cuma diambilin,” tambahnya sambil menoleh pada Ari yang sekarang sudah berganti baju dengan setelan Chanel.

Mei mengerjap dan Surya terkekeh.

“Bener, kan, Pah?” tanya Aya meminta dukungan.

“Setuju, Aya. Papa juga belum pernah nyuapin Ari makan, kan?”

Aya mengangguk dan bersorak senang.

Sedangkan Ari sudah bersemu. Ia menatap bergantian wajah-wajah yang tersenyum menggodanya. Chandra juga sudah tersenyum.

“Kamu juga mau Kakak suapin?”

Ari menggeleng.

“Aku belum pernah, Kak,” Aya mendelik.

“Preman kayak kamu gak pantes disuapin ah, nanti aku digigit,” Chandra memeletkan lidah.

Ujung bibir Aya mengeriting kesal. “Iya deh, yang adiknya cakep banget dan anggun gitu,” jawabnya sambil terkekeh kembali menatap Ari.

Di matanya, Carita Paramita memang terlihat anggun dan lembut. Khas gadis desa yang santun. Benar-benar bertolak belakang dengan Aya yang gerasak-gerusuk. Senyum malu-malu milik Ari terlihat semirip Mama mereka. Aya tersenyum.

“Ari cantik banget kayak Mama,” gumam Aya saat Mei menyendokkan rendang ke piringnya.

Mei tersenyum, “Mama terbang kamu tanggung jawab ya?”

Aya tekekeh lagi, “Aku jemput pake selendang bidadari,” jawabnya ngaco, “pinjem punya bidadarinya Papa,” tambahnya sambil menaik turunkan alisnya menatap Ari.

Tatapan Mei pada Aya melembut, tadi setelah terisak di pelukannya, Aya bilang terima kasih berkali-kali. Berterima kasih atas semua yang sudah diberikan padanya, semua yang Mei rasa tidak perlu Aya sebutkan satu-satu. Selain karena pemikiran bahwa anaknya akan diperlakukan baik jika ia memperlakukan Aya dengan baik, nyatanya Aya yang manis dan penurut juga baik dan cantik itu juga sudah mencuri hatinya.

Mei memang berharap karma baik untuk anaknya yang entah di mana itu. Namun ia juga menyayangi Aya sebegitu besarnya. Kesalahan rumah sakit biarlah menjadi kesalahan di masa lalu, sekarang, anaknya sudah kembali dan ia tidak perlu mencemaskan apa lagi.

Kecuali satu, Aya.

Ari mengikuti arah pandang Mei yang tertuju pada Aya yang sedang berebut sendok sambal hijau dengan Chandra. Mei yang tersenyum, lalu beralih menoleh padanya. Ari tersenyum, menatap Mamanya yang ternyata memang secantik yang Aya bilang tadi.

“Biarin aja tuh tom and jerry, kalau udah lapar berhenti juga mereka,” ucapnya tak acuh, sudah tidak aneh lagi dengan Aya dan Chandra.

Ari terkekeh, melirik pada dua orang di seberang meja.

“Kakak, aku juga mau itu!”

“Ambil sendiri bisa, gak?”

“Nyebelin, ya!”

“Kakak, Aya,” suara Papa terdengar membuat Aya dan Chandra berhenti, kompak diam menunduk pada piringnya masing-masing.

Lirikan Mei pada kedua anaknya di seberang itu menyiratkan kekehan pelan yang teredam, “Ari mama suapin, ya?”

Aya dan Chandra kembali kompak mengangkat kepala, menatap Ari yang tersenyum dan mengangguk pada Mei.

Ada haru di hati Mei saat melihat Ari yang lahap makan dari tangannya. Hal yang tidak pernah ia berikan padanya. Air mata menetes dari ujung matanya. Terisak sendiri di tengah heningnya meja makan.

“Mah?” suara Ari membuat Mei mengangkat wajahnya.

Surya berdiri dan menepuk-nepuk punggung Mei, “Mama pasti terharu,” komentarnya.

Tangan Ari melingkari pundak Mei, membawanya ke dalam pelukan. “Makasih udah menemukan aku, ya, Mah, Pah,” katanya dengan senyum melebar di bibirnya. Kelegaan terpancar dari wajahnya yang berseri.

Ikut melingkarkan tangan, Surya membawa Ari dan Mei ke dalam pelukannya.

Chandra tersenyum, menyikut Aya yang air matanya sudah ikut merembes sejak isakan Mei terdengar.

Dengan suara yang bergetar, dalam pelukan dobel dari Ari dan suaminya, Mei mengangguk, “Selamat datang, Sayang, terima kasih sudah mau pulang.”

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   8. —Memang, kan?

    “Gak mau di volume lagi? Udah mulai turun nih,” ucap Mas Alle, hair stylish yang biasa menangani rambut Aya.Gadis itu menggeleng, “Saya cuma mau keramas dan blow aja, malam ini udah harus pergi soalnya. Hemat waktu,” jawab Aya sambil tersenyum.“Kalau ada waktu kita kebut volume lagi tapi ya?”Aya mengangguk-angguk di depan cermin besar.Ia kemudian menurut saat staff mengarahkannya ke ruang cuci rambut. Ari sudah kebih dulu berada di sana, sedang dibilas. Mereka belum bicara apa-apa lagi setelah Vanny pamitan karena merasa canggung dan bilang kalau ia akan menghubungi Aya nanti.Aya duduk di kursi wash bak dan membiarkan rambutnya diambil alih. Ia menutup mata saat air hangat mulai mengalir di kulit kepalanya, hangat di sela-sela rambutnya.“Kenapa?”Mata Aya terbuka saat mendengar pertanyaan Ari. Melirik gadis di sampingnya itu, “Kenapa? Kenapa?” tanyanya ringan lalu kembali menutup mata.Ari menghela napas, “Kenapa kamu bilang gitu di depan teman kamu sendiri?”Alis Aya bertaut, k

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   7. —Jurang Pertemanan

    “Gila, kamu?” Ari mendesis.“Apaan sih kok bilang aku gila?” jawab Aya tak terima.“Gak perlu dicoba kali,” Ari menyerahkan lagi satu setel bra dan celana dalam yang Aya ulurkan padanya.“Ya kamu bilang gak tau ukuran, kan?” sewot Aya masih tidak terima disebut gila. “Aku gak mungkin nyamai ukuran kita. Punya kamu lebih kecil!”“Aya, ih, tutup mulut!” Ari melirik kiri dan kanan yang padahal tidak ada orang. “Punya aku gak sekecil itu juga kali! Kamu aja yang kegedean.”Aya mencibir, “Ini aset buat suami gue, ya. Kita perawatan bareng deh nanti biar punya kamu lebih gede,” ucapnya kemudian.Mata Ari mengerjap, “Perawatan?”“Iyalah, selain muka, ini juga perlu,” jawab Aya menggebu seperti sales asuransi sambil menunjuk kedua bolanya dalam balutan vest knitt yang mempertegas lekukan dan tonjolan tubuhnya.“Emang bisa?” tanya Ari polos.“Bisa, dong,” jawab Aya dengan lirikan misterius.“Caranya?”“Ya gitu,” Aya berusaha menyembunyikan cengirannya.Ari melihatnya, “Jahat ih, mentang-mentan

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   6 —Girls Day Out

    Tangan Aya membukakan pintu penumpang Mercy putih itu, mengingat Maserati-nya ditinggalkan di kantor karena tadi malam diantar pulang oleh Zayn. Senyumnya mengembang pada gadis yang masih menatapnya dengan tatapan kesal itu. “Ayo, kita mau ketemu Mama di Mahkota Clinic,” Aya meraih tangan Ari dan menariknya ke mobilnya.Ari sekali lagi menarik tangannya dan dengan anggun jalan sendiri lalu masuk ke mobil Aya.Ujung bibirnya tertarik dan Aya melihat Ari yang duduk dengan anteng di dalam mobilnya, setelah menutup pintu untuk Ari, Aya berjalan ke pintu pengemudi dan dengan riang melajukan mobilnya ke arah salah satu mall terbesar di kota.*Mata Ari sedari tadi mencuri lirik pada Aya yang dengan lihai memutar roda kemudi, belok kanan belok kiri mengerti harus pergi kemana. Hatinya kembali teriris. Ia sendiri tidak tahu apapun. Bahkan apa yang dilakukan Mamanya dan Aya yang ternyata sudah janjian untuk bertemu itu.Sedih sekali.Ari tahu ini bukan salah Aya. Namun begitu melihat Aya yang

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   5 —Ikut Bobo Bareng

    Mata Ari melebar menatap berkeliling kamar Aya. Melihat dengan matanya sendiri bahwa ruangan bernuansa putih dan kuning itu terasa mewah dan cantik. Sebuah ranjang king size berada di sisi kiri, lalu dipan tv di seberangnya, dengan sofa empuk di antaranya. Ari terperangah saat Aya membawanya masuk ke dalam walk in closet yang lebih besar dari ruang kamar itu sendiri.“Kita tidur bareng dulu malam ini, kan? Kamar kamu belum siap banget.”Ari menoleh saat Aya mendekatinya dan membawakan sepasang baju tidur dan celana panjang dari balik salah satu pintu lemari. Dilihatnya lemari-lemari yang tertutup, lalu pada lemari kaca yang menampilkan tas-tas yang dipajang seperti di toko, lalu deretan sepatu di rak bawah yang beragam warna dan bentuk. Lalu di salah satu sisi terdapat cermin tinggi dan meja rias yang diatasnya penuh dengan peralatan make up.Semua hal yang pernah Ari lihat dalam bentuk KW nya kini ia lihat yang aslinya.Tangan Aya menyerahkan setelan baju tidur dan berdiri di depan A

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   4 —Pulang

    Melangkah ke tangga batu, setelah beberapa kali menarik napas untuk menenangkan diri. Aya naik dengan ditemani suara khas sepatunya. Langkahnya dibuat ringan, tapi tangannya menggenggam tali tas lebih erat, berhenti sejenak di depan pintu sebelum mendorongnya terbuka.“Aya pulang,” serunya lantang. Tapi ia menghentikan langkahnya lagi, mematung di ambang pintu, sedih menyergapnya begitu saja. Kebiasaan yang sudah dibawanya selama dua puluh tujuh tahun hidup di rumah ini.Sekarang, rasanya seruannya itu terasa salah.*Mei mendapati Aya yang masih berdiri di ambang pintu.“Aya udah pulang?” sambutnya dengan wajah sumringah.Tersadar dari lamunannya, Aya mengangkat wajah dan memasang senyum yang manis di bibirnya, “Aya pulang, Mah,” jawabnya. Langkahnya kembali maju, ditutupnya kembali pintu dan melangkah menuju wanita yang selama ini menyayanginya bagai anak kandungnya sendiri.Tangan Mei terulur membawa Aya ke pelukannya.Aya dengan haru menyerbu pelukan itu dan menyandarkan dagu di p

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   3 —Pacar

    Menatap gemerlap lampu dari balik jendela kantornya di lantai dua puluh lima, selepas magrib tadi ia berdiri dan belum berniat untuk pulang. Aya terpekik kaget karena satu tangan yang melingkari perutnya dan membawanya ke pelukan seorang di belakangnya.“Ini aku,” ucap suara itu.“Zayn?”“Siapa lagi yang bisa peluk-peluk kamu kayak gini,” Zayn menunduk membenamkan wajahnya pada lekukan leher Aya. Lalu mendaratkan bibirnya di sana.Gadis itu terperanjat geli, lalu melepaskan diri, “Ini di kantor, Pak Zayn,” tolaknya pada sikap Zayn yang selalu menyentuhnya tak kenal tempat.“Tapi gak ada siapa-siapa,” jawab Zayn dengan cueknya langsung menyambar pinggang Aya dan membawanya mendekat, tangan kanannya meraih pipi kiri Aya dan mendaratkan bibirnya di bibir Aya.Tangan Aya yang terangkat menepuk pundak Zayn, mengalihkan perhatian. Zayn memundurkan wajahnya dan menatap Aya dengan wajah kesal.“Aku kangen,” ucap lelaki itu dengan manjanya.“Tapi aku mau ngomong dulu. Boleh?” tanya Aya sambil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status