Share

3 —Pacar

Penulis: Purple Bubble
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 03:20:27

Menatap gemerlap lampu dari balik jendela kantornya di lantai dua puluh lima, selepas magrib tadi ia berdiri dan belum berniat untuk pulang. Aya terpekik kaget karena satu tangan yang melingkari perutnya dan membawanya ke pelukan seorang di belakangnya.

“Ini aku,” ucap suara itu.

“Zayn?”

“Siapa lagi yang bisa peluk-peluk kamu kayak gini,” Zayn menunduk membenamkan wajahnya pada lekukan leher Aya. Lalu mendaratkan bibirnya di sana.

Gadis itu terperanjat geli, lalu melepaskan diri, “Ini di kantor, Pak Zayn,” tolaknya pada sikap Zayn yang selalu menyentuhnya tak kenal tempat.

“Tapi gak ada siapa-siapa,” jawab Zayn dengan cueknya langsung menyambar pinggang Aya dan membawanya mendekat, tangan kanannya meraih pipi kiri Aya dan mendaratkan bibirnya di bibir Aya.

Tangan Aya yang terangkat menepuk pundak Zayn, mengalihkan perhatian. Zayn memundurkan wajahnya dan menatap Aya dengan wajah kesal.

“Aku kangen,” ucap lelaki itu dengan manjanya.

“Tapi aku mau ngomong dulu. Boleh?” tanya Aya sambil mengangkat tangan dan mengusap bibir Zayn yang terkena lipstiknya. Ibu jarinya mengelap memastikan tidak ada leipstiknya yang tertinggal di bibir Zayn.

Melihat raut serius di wajah Aya, Zayn berkedip. Selama mengenal Aya, ia belum pernah melihat Aya yang seserius ini di depannya. Biasanya pacarnya ini akan mengomelinya yang tiba-tiba cium peluk tanpa permisi seperti tadi.

“Ini serius banget?”

Aya mengangguk.

“Mau ngobrol sambil makan malam bareng?”

Aya menggeleng, “Aku diminta makan malam di rumah malam ini, Mas.”

“Oke. Kita mau bicara di sini aja?”

“Kita sambil jalan gimana?”

Oke. Zayn mengerutkan keningnya, alisnya bertaut dengan tatapan menyelidik, “Bisa kasih aku clue ini tentang apa? Kenapa kamu keliatan kusut banget?” selidiknya sambil membereskan anak rambut di wajah Aya lalu berakhir dengan menangkup wajah gadis mungilnya itu.

Aya mengangkat wajah, menatap Zayn yang mengusap pipinya dengan lembut, “Tentang aku yang mungkin akan pergi.”

Dan jawaban Aya membuat Zayn menghentikan elusan di pipi mulus Aya. “Pergi?”

Aya mengangguk.

“Dinas?”

“Bukan.”

Aya menghela napas, ia meraih tangan Zayn di pipinya, menggenggamnya, “Aku bukan anak kandung Papa dan Mama,” katanya kemudian yang membuat Zayn membelalakan matanya tak percaya.

*

Seperti yang diketahui semua orang tentang Cahaya Anindiya Suwira, gadis dua puluh tujuh tahun itu tidak pernah menye-menye. Jika ada yang mengganjal perasaannya, ia akan bertanya dengan lantang. Seperti tadi, saat Mei dan Surya bilang kalau Ari adalah anak kandung mereka. Aya juga langsung mengutarakan apa yang mengganjal di hatinya, tentang orang tuanya.

Sekarang pun sama, saat Zayn bertanya tentang apa yang terjadi sebenarnya, Aya mengatakan apa yang terjadi padanya.

“Apa?”

“Aku belum tau pasti, tapi tadi siang aku udah ketemu Carita,” Aya kembali ke kursinya, duduk saat tangannya kembali gemetar, “Aku ketemu sama anak kandung Mama dan Papa, Mas,” lanjutnya.

Zayn terpaku di tempatnya berdiri, mengolah informasi yang baru saja dibagi Aya.

“Sekarang aku gak tau gimana harus bersikap di depan semua orang.”

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Aya tidak tahu harus bagaimana. Semua kegiatannya siang tadi berjalan mulus karena sudah ada jadwal yang ia ketahui. Sekarang, setelah tidak ada jadwal yang harus ia penuhi, Aya merasa melayang tak tahu tujuan. Padahal biasanya ia akan dengan mudahnya menentukan semua hal yang bisa ia lakukan.

Malam ini memang tidak ada obrolan untuk bertemu Zayn. Siang tadi Zayn bilang ia masih punya jadwal sampai sore, tapi rupanya lelaki itu datang lebih cepat dari yang direncanakan.

“Itulah sebabnya aku bilang kalau kemungkinan besar aku akan pergi,” lanjut Aya.

Mengangkat kepalanya dan mendapati Zayn masih diam terpaku, Aya kembali berdiri, “Mas?”

Lelaki itu terkejut dan menoleh pada Aya yang menyentuh lengannya, “Aya?”

“Kamu kaget, kan?” Aya bertanya dengan bibir ditekuk.

Zayn berkedip dan segera membawa Aya dalam pelukannya, “Kamu pasti lebih kaget. Iya, kan?”

Aya mengangguk dalam rangkulan lengan Zayn, tangannya melingkari perut kekar pacarnya itu, “Aku kaget banget. Aku sampe gak tau gimana harus melanjutkan hidup aku sekarang.”

“Siapa aja yang udah tau?”

“Gak ada.”

Pelukan Zayn merenggang, mendorong pelan bahu Aya, menahan gadis itu di depannya, menatap tepat ke matanya, “Gak ada yang kamu kasih tau? Cuma aku?”

“Aku cerita karena kamu pacar aku, Mas,” Aya mengangguk.

Senyum Zayn tercipta di bibirnya, “Manis banget pacar aku,” ucapnya kemudian. “Sekarang gimana? Mau aku anter pulang?”

Kepala Aya mengangguk.

“Sini aku cium dulu,” Zayn menunduk.

“Ini serius, loh,” Aya merengut.

“Terus aku harus gimana?”

“Aku mau pergi tapi kamu santai aja kayak gini?”

“Kamu bisa pergi nanti,” jawab Zayn santai dan kembali mengecup bibir Aya yang cemberut.

“Kamu gak akan mencegah aku pergi?”

“Emangnya Papa sama Mama kamu akan biarin kamu pergi?”

Aya mengerjap.

“Chandra juga gak akan biarin adiknya pergi gitu aja, kan?”

“Kami memang belum bicarain itu, sih,” Aya merengut, “Kok kamu bisa tau gitu?”

“Karena kamu punya posisi yang gak akan bisa langsung ditinggalkan gitu aja, Sayang. Kita masih bisa membicarakan semua ini dengan baik-baik, kan?”

“Positif banget pikirannya,” Aya menggeleng.

Zayn tertawa, “Yang gak positif sih ini,” katanya yang kembali merengkuh tengkuk Aya dan mendaratkan bibirnya di bibir pink milik pacarnya itu.

*

“Mau aku antar masuk?”

Aya menggeleng.

“Mau aku minta Chandra untuk jemput keluar sini?”

Menoleh pada Zayn yang berdiri di sampingnya, Aya kembali menggeleng, “Aku masuk. Makasih udah anterin aku pulang,” ucapnya sambil melepaskan genggaman tangan Zayn di tangan kanannya.

“Kamu gak akan kemana-mana, Sayang,” Zayn mengangguk kecil.

Ujung bibirnya tertarik, “Makasih,” ucap Aya sekali lagi.

“Kamu udah bilang tadi,” Zayn terkekeh.

“Meskipun kamu sering banget nyebelin, tapi makasih udah ada di sisi aku sore ini,” Aya tersenyum lebih lebar, tangannya terangkat melingkari leher Zayn. Memberikan pelukan sekali lagi.

Zayn melingkarkan tangannya di pinggang Aya dan meraih mengangkatnya. “Siapa lagi yang akan ada di sisi kamu kalau bukan aku?” tanyanya sombong.

Tawa Aya lolos dari bibirnya, “Udah romantis eh datang lagi nyebelinnya,” komentarnya sekali lagi setelah Zayn menurunkannya.

“Aku gak nyebelin, aku cuma bilang kenyataannya,” jawab Zayn lurus.

“Haha,” Aya mengucapkannya tanpa tawa.

“Udah sana masuk,” Zayn memutarkan tubuh Aya dan mendorongnya pelan, “Aku pulang, ya?”

Menoleh lagi, Aya mengangguk, “Hati-hati,” katanya sebelum Zayn masuk kembali ke rubiconnya dan keluar dari gerbang. Aya kembali menatap bangunan rumah mewah di depannya itu. Ini kali pertama ia merasa ragu untuk masuk ke sana. Ke dalam bangunan yang selama ini menjadi tempatnya pulang. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   51. —Rencana Aya

    Tangan Aya kembali terangkat untuk menutup mulutnya yang menguap.“Maaf, Pah, Mah,” katanya sekali lagi sebelum menyuapkan dada ayam panggang saus madu yang dimintanya sejak subuh tadi ke dapur rumah. Mengunyah sambil mencuri-curi pandang pada ipad di pangkuannya.“Kamu keliatan gak sehat,” Chandra menaruh punggung tangannya di kening Aya.Sedikit panas.“Kamu demam,” Chandra menoleh pada Aya sekarang.“Istirahat aja, Ya,” ucap Papa.Sedangkan Mama sudah berjalan kepadanya. Melakukan hal yang sama seperti Chandra, “Bentar, Mama ambil dulu thermometer,” ucap Mama.Tangan Aya meraih tangan Mei yang sudah hendak pergi.“Aya gak apa-apa, Mah,” katanya pelan.“Kamu demam,” jawab Mei.Tangan Aya memindahkan ipad di pangkuannya ke atas meja, ia berdiri. Meraih Mei ke dalam pelukannya. “Aya gak apa-apa, Mah,” katanya sekali lagi. Ia menopangkan dagu di pundak kiri Mei.Wanita yang sudah menjadi ibunya selama dua puluh tujuh tahun itu membawa Aya ke dalam pelukannya. “Beneran?” tanyanya memast

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   50. —Yang Mereka Butuhkan

    ‘Bagaimana bisa anak manis yang selalu ia jahili dan menjahilinya balik ini ternyata bukan adiknya?’Chandra tertegun sendiri melihat Aya yang membungkuk di depan wastafel dan membasuh wajah dan matanya yang perih. Tangannya memegangi rambut panjang Aya yang terurai ke atas wastafel basah, menahannya di pundak Aya.“Oke sekarang udah gak perih lagi,” Aya mengangkat wajah. Meraih handuk bersih dari gulungan teratas di atas meja. Mengelap wajah yang sudah bersih.Senyumnya mengembang melihat Chandra masih di sana dan memegangi rambutnya.“Tengkyu, Kak,” ucapnya sekalian meraih rambutnya, lanjut mengeringkan ujung rambut yang kebasahan.“Kok bisa sih kalau di kantor kamu jadi keren gitu?” tanya Chandra kemudian.Aya mengerjap, melirik Chandra yang berbalik keluar dari kamar mandi. “Tanya sama diri sendiri, deh, Kak. Kenapa kalau di kantor jadi galak banget,” Aya mengembalikan pemikiran Chandra pada kakaknya sendiri.Lelaki itu menghentikan langkah, menoleh di ambang pintu dan menatap Aya

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   49. -Sisi Bodoh Aya

    Ari tidak terima! Kenapa kesannya Aya memutuskan Zayn karena kasihan padanya? Kenapa rasanya seperti Aya sengaja melakukannya karena ia adalah anak kandung Mama dan Papanya? Kenapa rasanya seperti bukan kemenangan yang ia banggakan siang tadi?Benar, ia mendengar smeua perkataan Aya dan Tris di tangga tadi.Entah apa yang sudah mereka berdua bicarakan berdua di mobil, tapi dari yang Ari dengar di dekat tangga. Kedua orang itu sedang membicarakan apa yang Ari bisa mengerti. Tentang Tris yang keberatan karena Aya sama sekali tidak memedulikan apa yang Zayn perbuat padanya.Ari dengan kesalnya menyetujui apa yang Tris ucapkan.Bahwa Aya tidak seharusnya tenang dan pasrah melihatnya dengan Zayn.Karena yang Ari butuhkan juga bukan reaksi semacam itu. Ia ingin melihat Aya kalah. Ia ingin melihat Aya tidak berdaya. Sesuatu hal yang sama seperti dirinya. Ketidakberdayaan.Tapi gadis itu bahkan tidak menunjukan emosi apapun saat Ari kembali dari makan siangnya dengan Zayn. Aya sama sekali tid

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   48. —Selesai Artinya Selesai

    “Makasih udah jemput,” Aya tersenyum pada Tris yang duduk di balik kemudi.“Makasih juga udah dipinjemin mobilnya,” jawab Tris dengan senyum terpaksa yang harus ia berikan pada Aya dengan alasan kesopanan.Hari ini ia memang menerima tawaran meminjam mobil Aya. Setelah kemarin pergi dengan pesanan ojolnya. Aya menyerahkan kunci mobilnya pagi tadi setelah sarapan yang penuh huru-hara.Alasannya tidak lain tidak bukan adalah karena Aya yang putus dengan Zayn.Mama heboh memeluknya, papa bertanya apakah dirinya baik-baik saja atau tidak, dan Ari yang mengatakan kalau Zayn mengkhawatirkan Aya karena tadi malam mereka berpisah begitu saja di taman komplek. Aya menjawab semuanya dengan satu jawaban yang sama. Kalau ia baik-baik saja.Namun ada yang membuat Aya sedikit aneh. Kakaknya, Chandra, lelaki itu sama sekali tidak berkomentar apa-apa. Sebenarnya, daripada memikirkan yang sudah selesai, Aya lebih memikirkan itu. Ada apa dengan kakaknya?Tidak mungkin masih marah karena insiden kemarin,

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   47. —Sama tapi Beda

    Mengingat semua yang Aya beritahukan padanya dalam pelajaran pertama hari sabtu kemarin. Duduk dengan punggung tegak, memakai garpu dan pisau untuk memotong steaknya. Memakannya dengan anggun dan tidak terburu.“Maaf ngerepotin kamu tadi malem,” Zayn berkata dengan nada menyesal.Membuat Ari mengalihkan pandangan matanya dari potongan daging di atas piringnya. Kepala gadis itu menggeleng kecil, “Aku sama sekali gak repot, kok,” jawabnya ringan.Senyum Ari membuat Zayn ikut tersenyum, “Makasih, Ari, kamu bahkan menawarkan diri buat nemenin Aya. Meskipun ternyata Aya udah punya temen lain,” katanya dengan bahu terangkat kecil.“Aku harusnya yang minta maaf, Mas,” lirih Ari, “karena mau ngasih liat keadaan Aya yang baik-baik aja, jadi bikin kamu liat Aya sama Tris.”Zayn tersenyum kecut.“Aku kepikiran semaleman setelah liat lagi foto yang aku kirim. Sorry,” ucapnya lagi.Kepala Zayn menggeleng kecil, tangan kanannya terulur menyentuh punggung tangan kiri Ari yang berada di atas meja. Me

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   46. —Rasanya Menang

    “Sama kayak ini, Kang,” Aya menunjukan Chanel 25 miliknya. Ia sempat-sempatnya kembali ke mobilnya dan mengambil tas sebelum naik ke rumah dan duduk dengan Tris di sofa teras belakang.Tris memandangi tas Aya.“Ini tas, itu tas. Sama. Fungsinya juga sama,” Aya menjelaskan sambil menunjuk ransel yang berada di samping Tris.“Hm,” Tris mengangguk.“Harga tas ini lebih dari seratus juta,” ucap Aya yang membuat Tris membelalak.Ekspresi Tris membuat Aya mengikik kecil.“Gimana rasanya bawa tas harga ratusan juta, Aya?” tanya Tris.“Rasanya kayak bawa tas,” jawab Aya dengan kerlingan kecil di matanya.“Aya,” Tris menghela napas.Menghentikan kikikannya, Aya menggeleng, “Kayak yang aku bilang, Kang, ini bukan soal tas, bukan soal teh, ini soal nama yang dibawa sama tas ini dan teh itu. Bukan tentang bentuk yang bisa di lihat. Tapi tentang nilai yang dibawanya.”Wajah Tris yang mengerti kemudian menatap Aya dengan anggukan kecil kepalanya. “Bukan soal benda, tapi apa yang ada di dalamnya dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status