Share

Bab 6. Wanita Sewaan

Author: Nychinta
last update Last Updated: 2025-02-28 14:52:45

Tepat saat jarum jam menunjuk ke angka lima, Alisha sudah keluar dari rumah dan menunggu di lobi apartemennya. Di sana, sebuah mobil hitam mewah sudah terparkir, kentara sedang menunggu seseorang.

Perlahan, kaca pintu belakang mobil terbuka, dan sosok tampan Zayden yang hadir dengan jas hitam, muncul sembari menatap tajam dirinya. 

“Masuk,” titah pria itu, membuat Alisha menelan ludah.

Masuk setelah dibukakan pintu oleh sang sopir, Alisha pun masuk dan duduk di sebelah Zayden. Di bibir, wanita itu tidak lupa memaksakan sebuah senyum ke arah Zayden.

“Maaf, Pak, karena saya ketiduran, jadi merepotkan Bapak,” ucapnya berbasa-basi.

Hanya mendengus dan tidak membalas, Zayden mengalihkan pandangan ke depan, pada sopir yang sudah kembali siap di depan kemudi. 

“Jalan,” perintahnya dengan nada rendah penuh tekanan.

Tahu jelas bahwa Zayden sedang marah, Alisha pun memutuskan untuk bungkam. Dia tidak mau mencari-cari masalah dengan singa tidur itu.

Namun, memang hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, baru saja memutuskan diam, Zayden malah angkat bicara.

“Kenapa tidak pakai baju baru?”

Mendengar pertanyaan itu, Alisha mengerjapkan mata. Dia menatap ke bawah, ke arah bajunya sendiri, dan berpikir. Memangnya bajunya kelihatan usang?

Ekspresi Alisha membuat Zayden mendengus. “Bukannya aku sudah memberikanmu uang? Kenapa tidak digunakan?”

Detik itu, Alisha terbelalak. Dia baru ingat perihal 50 juta tambahan untuk belanja dari Zayden yang bersemayam di akunnya!

Dia pun tersenyum canggung. “Kan … saya ketiduran, Pak,” jawabnya lirih. Lalu, Alisha cepat-cepat fokus ke poin utama. “Tapi Bapak nggak mungkin dong minta lagi uangnya? Pamali ‘kan ya? Siapa tahu juga besok-besok ada acara lagi, jadi saya bisa pakai uang itu untuk beli baju. Ya, ‘kan?”

Celotehan Alisha sukses membuat pelipis Zayden berkedut. Ternyata benar, wanita ini memang mata duitan!

“Kamu–”

Sadar batas kesabaran sang bos sudah di ujung tanduk, Alisha cepat-cepat mengalihkan topik. “Oh iya, Pak! Sampai di sana nanti … apa ada hal-hal penting yang patut saya ketahui? Mungkin ada seseorang yang harus saya hindari? Penting ini untuk dibahas sekarang sebelum kita tiba, Pak!” celotehnya panjang lebar, membuat Zayden menarik napas panjang, menahan godaan untuk tidak mengeluarkan umpatan. 

“Cukup jangan bersikap bodoh saja!” balas Zayden ketus.

Alisha mengerucutkan bibir, merasa dirinya sedang dipanggil ‘bodoh’ oleh Zayden. “Jawabnya yang serius, Pak. Ini menyangkut keberhasilan sandiwara kita loh.”

Kalimat ini membuat Zayden melirik Alisha tajam. “Kelihatannya, kamu pengalaman sekali bersandiwara, ya?”

Pertanyaan itu membuat Alisha agak kaget. Namun, cepat-cepat dia menenangkan diri dan memaksakan senyuman terlukis di bibirnya. “Ya, bukan gitu, Pak. Saya takut salah jawab aja. Nanti kalau ada yang tanya saya siapanya Bapak, saya jawabnya pacar atau gimana?”

“Jawab kamu calon istri saya,” sahut Zayden dingin, mengalihkan pandangan ke depan. “Sisanya, biar saya yang atur agar kamu tidak mengacau.”

Alisha mencebikkan bibirnya. Dalam hati, dia menyayangkan ketampanan Zayden. ‘Dih, galak banget sih. Coba sikapnya sama dengan gantengnya, pasti laku di kalangan wanita.’ Namun, kemudian dia sadar akan satu hal. ‘Eh, tapi dia menyimpang ya? Percuma juga laku di kalangan wanita.’ 

Alisha sempat tertawa, tapi dengan cepat dia menghentikannya begitu Zayden melemparkan pandangan tajam kepadanya.

Sekitar dua puluh menit kemudian, Alisha dan Zayden pun tiba di sebuah kediaman di pinggir kota.

Kediaman tersebut sangat mewah, sampai-sampai Alisha agak ternganga melihatnya.

“Sampai kapan mau berdiri di situ? Cepat kemari.”

Kalimat Zayden membuat Alisha tersentak. Dia pun melihat pria tersebut memberikan isyarat untuk menggamit lengannya, sesuatu yang langsung dituruti Alisha.

Menggamit tangan Zayden, Alisha sedikit kaget. Tangan pria itu sangatlah kekar, dan tubuh Zayden juga sangat tinggi! 

Kalau dibandingkan, tubuh Alisha jadi terlihat sangat mungil, terutama karena tingginya tidak lebih dari 160 cm.

Sekali lagi, Alisha menghela napas dalam hati. ‘Sayang sekali ganteng-ganteng menyimpang!

Tanpa tahu apa yang ada di pikiran Alisha, Zayden membawa wanita tersebut masuk ke dalam.

Baru saja menginjak karpet dalam ruangan, semua pasang mata langsung beralih pada mereka. Dan begitu melihat sosok Zayden menggandeng seorang wanita, semua orang langsung heboh.

“Apa aku nggak salah lihat? Itu Zayden, ‘kan? Dia datang sama perempuan?!”

“Siapa wanita itu!? Pacarnya Zayden!?”

“Masa sih? Zayden bukannya anti-perempuan?”

“Tapi … kalau bukan pacar, apa hubungannya dengan Zayden?”

Berbagai komentar terlontar, dan Alisha yang tidak tuli … mendengar semuanya dengan sangat jelas. Hal itu membuatnya berpikir, tidak heran sang bos nekat menawarkan pernikahan kepadanya. Ternyata, rumor mengenai penyimpangan pria itu sudah sebesar ini!

“Zayden! Kamu datang, Nak!” 

Lamunan Alisha teralihkan saat seorang wanita paruh baya dengan penampilan mewah muncul dan langsung memeluk Zayden.

“Tante Vivian…” Zayden menyapa balik, lalu membalas pelukan wanita itu dengan wajah yang senantiasa datar. “Ini ulang tahun Kakek, bagaimana mungkin aku tidak datang?”

Samar, tapi Alisha bisa merasakan ketidaksukaan pria tersebut terhadap wanita yang dipanggil sebagai ‘Tante Vivian’ itu. 

Seusai melepas pelukan, Vivian beralih menatap Alisha. “Kamu bawa siapa ini?” tanyanya dengan senyum manis. Namun, sorot matanya tajam, seakan mengisyaratkan bahwa Alisha tidak seharusnya berada di sana.

Zayden meraih pinggang Alisha, lalu menjawab, “Perkenalkan, Tante. Ini Alisha, pacar– ah, maaf, calon istriku.”

Seketika, satu ruangan diselimuti keterkejutan. Hampir semua orang yang ada di sana langsung berkerumun mengurung Zayden dan Alisha.

“Calon istri?”

“Zayden punya calon istri?!”

“Zayden sudah mau menikah!?”

Mata-mata penuh rasa ingin tahu kini tertuju pada Alisha. Ada yang sekadar terkejut, ada pula yang dengan terang-terangan menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, menilai, menakar, mempertanyakan kelayakannya untuk berdiri di samping Zayden.

Hal ini membuat Alisha tersenyum tipis, berusaha terlihat percaya diri saat memperkenalkan diri, “Salam kenal, Tante, semuanya. Nama saya Alisha, calon istri Zayden.”

Mendengar perkenalan itu, senyuman di bibir Vivian agak goyah. Walau nadanya masih sama manisnya dengan tadi, tapi sorot matanya terlihat jelas tidak menyukai eksistensi Alisha.

“Ini calon istrimu, Zay? Sejak kapan kamu bahkan pacaran? Kok Tante nggak pernah tahu?” tanya Vivian.

Di saat ini, Alisha melihat sudut bibir Zayden agak terangkat. “Mama saja belum lama tahu, bagaimana Tante Vivian bisa tahu?” balas pria itu setengah tertawa dingin. “Aku pacaran dengan siapa, maupun akan menikah dengan siapa adalah privasiku. Orang luar hanya perlu menunggu berita saat aku bersedia mengumumkannya, bukan begitu?”

Pelipis Vivian berkedut, tampak kesal dengan balasan Zayden yang menyebutnya sebagai ‘orang luar’. 

Namun, belum sempat wanita itu membalas, sebuah suara terdengar berkata, “Yakin karena privasi, bukan karena yang kamu bawa adalah wanita sewaan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 247. Begitulah Seharusnya Cinta

    Bayangan hari di mana kematian Nariza kembali terputar dalam ingatan Zayden. Pagi itu, saat Alisha tidak bersama mereka, Nariza mendekati Zayden, seperti biasa adik iparnya ini mengajaknya bercerita hal yang sedikit serius.“Kak Zayden, apa boleh aku minta bantuanmu?” tanya Nariza kala itu.Zayden tentu mengangguk pasti. “Katakan saja, kamu terlihat serius sekali pagi ini.” Nariza tersenyum singkat, terlihat cukup berbeda dari hari-hari sebelumnya. Gadis itu membawa sebuah kotak berwarna hijau dan menyerahkannya pada Zayden.“Di dalam sini, berisi semua tulisanku. Aku ingin kakak membantuku untuk mencetaknya dan menjadikannya sebuah buku.” Nariza berkata dengan menghela napas dalam.Hal itu membuat Zayden mengernyitkan keningnya.“Kalau misal ada royalti dari cerita itu, bisa disumbangkan saja ke yayasan,” pesan Nariza dengan suara lemahnya.“Kamu mengatakan seolah-olah waktumu tidak banyak lagi.” Zayden menghela napas berat.“Kak Zayden tentu tahu tentang kondisiku ini, kan?” Nariza

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 246. Saling Memberi Kejutan

    Satu tahun berlalu.Waktu telah menjadi penenang luka, meski tak sepenuhnya menghapus bekasnya.Kevin sudah menerima hukumannya. Bukan hukuman yang berat, tapi cukup untuk menyampaikan pesan: bahwa setiap tindakan punya konsekuensi. Alisha tak menuntut lebih. Ia tahu, dalam dunia yang mereka tinggali, ada martabat keluarga yang harus dijaga.Keluarga besar para pelaku tentu tak tinggal diam. Banyak yang berusaha membungkam, menekan, bahkan menghilangkan jejak. Termasuk keluarga Wicaksana sendiri. Pertengkaran hebat sempat terjadi setelah kebenaran terungkap. Tapi beruntung, suara Zayden punya bobot besar. Kata-katanya cukup kuat untuk menahan keluarga mereka agar tidak hancur berantakan.Pagi itu, di apartemen mereka.“Kamu nggak kerja?” tanya Alisha sambil melongok ke ruang keluarga, melihat suaminya yang santai duduk di depan televisi dengan kaus rumah dan celana pendek.Zayden mengangkat alis dan tersenyum. “Hmm… hari ini kayaknya aku butuh istirahat total.” Ia berdiri dan berjalan

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 245. Catatan Nariza

    Hari berganti. Sinar matahari keemasan menyusup lewat celah tirai, menyentuh pipi Alisha yang masih basah oleh sisa air mata semalam. Udara pagi terasa sunyi, seolah dunia pun tahu harus berhenti sejenak, memberi ruang bagi luka yang belum sempat reda.“Sha .…” Suara pelan itu memecah keheningan, mengalun lembut di telinganya.“Sayang … bangunlah, ini sudah pagi,” bisik Zayden pelan, nadanya seperti takut mengganggu.Alisha menggeliat lemah. Semalaman ia tidur di kamar Nariza — satu-satunya tempat di rumah ini yang masih menyisakan jejak adiknya. Zayden sempat keberatan, tapi akhirnya mengalah, membiarkan istrinya tenggelam dalam kesendirian di sana.“Sha,” bisik itu terdengar lagi.Perlahan, kelopak matanya terbuka. Alisha berkedip beberapa kali, seolah mencoba menghalau kabut perih yang masih menggantung di hati. Wajahnya sembab, matanya bengkak. Pemandangan itu membuat dada Zayden terhimpit.Alisha menarik napas dalam-dalam. Udara pagi seakan tak cukup untuk memenuhi paru-parunya

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 244. Turut Bersedih

    Pertanyaan itu berputar-putar di kepala Alisha.Menangis?Apa tidak apa-apa?Apa boleh?Apa itu tidak terlihat cengeng?Alisha masih diam, sejujurnya dia terus menahan, hanya saja … dia selalu harus terlihat kuat. Tidak boleh bersedih karena itu, adalah sebuah kelemahan.“Keluarkan kesedihanmu dan biarkan jiwamu menjadi sedikit lebih tenang, hehm.” Zayden menangkupkan tangannya ke pipi Alisha.“Jangan memendamnya, karena aku … tidak ingin kamu … terluka lebih jauh dan menderita terlalu dalam,” sambung Zayden lagi.Alisha masih diam, matanya masih menatap lurus ke depan.“Lakukanlah, itu bukan suatu kejahatan, keluarkan apa yang kamu rasakan,” ucap Zayden lagi.“Apa … itu tidak terlalu … lemah?” Alisha berkata pelan.Zayden menghela napas. “Kamu nggak harus begini. Nggak apa-apa kalau kamu mau nangis… aku di sini, Al.”Suara itu… Lembut, hangat, dan entah kenapa justru membuat dinding pertahanan yang selama ini Alisha bangun mulai retak.Zayden menggeleng pelan, senyum tipisnya menyert

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 243. Apa Itu Harus?

    Alisha cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Kevin, keningnya sedikit mengerenyit, belum sempat berpikir jauh tentang tingkahnya itu, lagi-lagi Kevin bersujud padanya, kepalanya nyaris menyentuh ujung kakinya.“Kak Alisha maafkan aku,” ucapnya lagi dengan suara yang terdengar lirih sekali.“Semua salahku … semua salahku ….” Lagi-lagi Kevin berkata dengan sangat pilu, siapa pun yang mendengarnya tentu akan merasakan kalau dia penuh dengan penyesalan dan merasa sangat kehilangan. Kehilangan yang cukup dalam yang tidak mampu dikeluarkan sepenuhnya. Bahkan ini cukup membuat Kevin sangat menderita.“Bangunlah,” ucap Alisha datar.Hanya saja sepertinya perintah Alisha barusan tidak terlalu diindahkan oleh laki-laki itu. Di maish terus bersujud dan beberapa kali mengentukkan keningnya ke lantai.“Bangun dan jangan bertindak konyol di depan jenazah adikku!” Dia berkata dengan cukup tegas. Membuat Kevin akhirnya berusaha untuk bangkit.Dia terlihat sangat kacau, Alisha menatapnya tajam. Wala

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 242. Permohonan Maaf

    Alisha membuka matanya, saat itu yang pertama kali dilihat olehnya adalah Zayden. Menyadari sesuatu, Alisha langsung duduk dan wajahnya terlihat panik.“Iza … Iza dia … dia …!” Alisha tidak bisa mengeluarkan kata-kata, otaknya terasa tidak sanggup untuk berpikir banyak. Napasnya kembali memburu, hingga akhirnya Zayden membawanya dalam pelukannya.“Sabar, Sha, sabar,” ucap Zayden pada Alisha sambil mengelus kepalanya.Alisha diam, dia hanya memejamkan matanya dan mencoba untuk mengatur napasnya. Rasanya sangat sesak sekali. Sulit baginya untuk menerima semua ini.Zayden mengendurkan dekapannya, menjepit dagu Alisha hingga mata mereka bertemu, Zayden memandang dalam, sementara tatapan Alisha terasa sangat kosong dan hampa.“Sha, semuanya sudah takdirnya masing-masing.” Zayden berkata dengan tenang, setidaknya dia harus membuat Alisa bisa menerima semua ini.Hanya saja, Alisha tidak memberikan reaksi apapun, jangankan menangis, saat ini ekspresinya hanya diam dengan tatapan kosong. Hal in

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status