Home / Romansa / Pak Ceo, Aku Ingin Anak / Bab 53: Pembenaran atas hasratnya.

Share

Bab 53: Pembenaran atas hasratnya.

Author: Za_dibah
last update Last Updated: 2025-11-20 23:20:40
Sementara Darian merencanakan di penthouse, ribuan kilometer jauhnya, Maya sedang berjuang di tebing curam Desa Bolia. Udara sangat dingin, tetapi keringat membasahi jaket tebalnya.

​Maya didampingi oleh Anton, pendaki gunung profesional, dan Bima, pengawal keamanan yang siaga. Marco menunggu di posko darurat di kaki bukit.

​"Nona Maya, Tebing ini sangat curam. Hanya jalur monyet yang bisa kita lewati," Anton memperingatkan, memegang tali pengaman Maya.

​"Aku tahu, Pak Anton. Aku sering ikut Ayah ke sini," jawab Maya, berusaha meyakinkan dirinya. "Ginseng Merah Liar hanya tumbuh di celah bebatuan yang menghadap timur. Mereka butuh matahari pagi dan perlindungan batu kapur."

"Hati-hati, Nona Maya! Pegangan Anda di sana longgar!" Anton berteriak, menarik tali pengaman Amara.

​"Aku baik-baik saja, Pak Anton! Sedikit lagi!" balas Maya, berusaha keras.

Mereka akhirnya mencapai puncak tebing. Namun, Ginseng Merah Liar tidak tumbuh di sana.

"Ini tidak benar," Maya bergumam, meli
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pak Ceo, Aku Ingin Anak   Bab 88: Suara itu...

    Amara tersentak kecil, rasa kantuknya menguap seketika. Ia baru teringat, di tengah kekacauan empat hari ini, ia benar-benar memutus kontak dengan dunia luar, termasuk dengan wanita tua yang sudah ia anggap seperti neneknya sendiri itu. Dengan tangan yang masih sedikit gemetar, Amara meraih ponsel tersebut.​Maya dan Marco serentak menoleh, memperhatikan perubahan raut wajah Amara.​"Ya, Nenek Martha..." bisik Amara lembut. "Maafkan saya, Nek. Saya baru bisa mengangkat telepon."​"Amara, Sayang? Ke mana saja kau, Nak? Nenek menunggumu sejak tadi," suara Nenek Martha terdengar penuh kecemasan sekaligus kerinduan. "Kau tahu kan, hari ini perayaan ulang tahun menantu Nenek? Nenek sangat berharap kau bisa datang agar Nenek bisa mengenalkanmu pada keluarga Nenek."​Amara memejamkan mata, hatinya perih. Ia teringat janji kecilnya untuk menemani wanita tua itu. "Nenek, maafkan saya... saya benar-benar minta maaf. Saya tidak bisa datang ke ulang tahun menantu Nenek. Ada... ada hal mendadak ya

  • Pak Ceo, Aku Ingin Anak   Bab 87: Sangat ketat...

    Keesokan harinya. ​Matahari mulai condong ke arah barat, membiaskan cahaya jingga yang lembut melalui kaca jendela kamar VVIP Rumah Sakit Utama Lancaster. Di dalam ruangan itu, aroma parfum woody yang mahal dan maskulin milik Darian bersaing dengan aroma minyak herbal yang dioleskan Maya di pergelangan tangan Amara. ​Darian berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi silk berwarna biru dongker yang senada dengan setelan jas custom-made yang membungkus tubuh tegapnya. Penampilannya hari ini sangat sempurna, sosok pewaris tunggal Lancaster yang berwibawa, namun sorot matanya yang menatap pantulan Amara di cermin menunjukkan kegelisahan yang mendalam. ​Amara bersandar di tumpukan bantal, wajahnya masih pucat namun matanya sudah jauh lebih jernih dibandingkan kemarin. Ia memperhatikan setiap gerak-gerik suaminya dengan perasaan campur aduk. ​Darian berbalik, melangkah mendekati ranjang. Ia duduk di pinggir kasur, meraih tangan Amara yang terbebas dari infus, lalu mencium punggu

  • Pak Ceo, Aku Ingin Anak   Bab 86: Pikirannya kini bercabang.

    "Ya! Si Camar itu!" Evan menjentikkan jarinya. "Gadis kecil yang menyelamatkanmu di gudang tua saat kau diculik preman bayaran itu. Kau menghabiskan belasan tahun mencarinya. Kau menjadi dingin dan tidak tersentuh karena kecewa dia menghilang setelah hari itu. Aku ingat betapa hancurnya kau saat tahu ayahnya meninggal tak lama setelah menolongmu? Kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan tragis, kan?" Darian memalingkan wajahnya ke arah jendela besar di ujung koridor. Ingatan itu kembali menyerbu. Saat itu ia masih remaja, ia diserang oleh preman yang dibayar oleh seseorang yang tidak terima karena Grace, sahabat Darian, selalu mengejar-ngejarnya. Darian hampir mati dipukuli didalam gudang tua dan disekap didalamnya. Jika tidak ada seorang gadis kecil yang ia beri nama Camar itu mengeluarkannya dari sana, dan kabur untuk melarikan diri, maka ia akan mati saat itu juga. ​Darian ingat, setelah kejadian itu ia dirawat. Namun saat ia ingin menemui gadis itu lagi, gadis itu sudah pe

  • Pak Ceo, Aku Ingin Anak   Bab 85: Camar.

    Siang itu, udara di dalam ruang VVIP terasa sangat kontras. Di satu sisi, ada kelegaan luar biasa karena Amara baru saja melewati masa kritis tiga harinya. Namun di sisi lain, sisa-sisa aroma obat dan ketegangan medis masih menggantung di sudut plafon yang tinggi. Amara baru saja menyesap air putih yang diberikan Darian, matanya yang sayu masih menatap suaminya itu dengan penuh rasa terima kasih, meskipun ia belum sanggup bicara banyak. ​Tiba-tiba, keheningan itu pecah oleh suara langkah kaki yang mantap dan berirama di lorong luar. Suara sepatu kulit mahal yang menghantam lantai marmer rumah sakit itu terdengar semakin dekat. ​CKLEK... ​Pintu besar berbahan kayu ek itu terayun terbuka tanpa ketukan. Sosok pria tinggi tegap dengan karisma yang sanggup menghentikan napas siapa pun muncul di sana. Jaket kulit premium dan kaos putih yang ia kenakan tampak mengkilap tertimpa lampu lorong, membungkus tubuh atletisnya yang sudah sangat dikenal publik sebagai aktor papan atas. ​"Kak Dar

  • Pak Ceo, Aku Ingin Anak   Bab 84: Bangun dari koma.

    ​Siang itu, cahaya matahari yang terik berusaha menembus tirai tipis di ruang VVIP Rumah Sakit Utama Lancaster. Ruangan yang biasanya terasa dingin dan steril itu kini dipenuhi dengan aroma bunga lili segar yang diletakkan Marco di sudut meja, berusaha menyamarkan bau obat-obatan yang menyengat. ​Darian duduk di kursi kayu di samping ranjang Amara. Penampilannya jauh dari kata rapi. Kemeja hitam yang ia kenakan sudah tampak kusut, dan bayangan janggut tipis mulai tumbuh di rahangnya yang tegas. Selama tiga hari terakhir, ia nyaris tidak meninggalkan sisi Amara. Ia tidur dalam posisi duduk, terjaga setiap kali mendengar bunyi kecil dari mesin monitor medis. ​Tiba-tiba, keheningan itu pecah. Jemari Amara yang berada dalam genggaman Darian memberikan tekanan kecil. Sangat pelan, namun bagi Darian, itu terasa seperti guncangan hebat. ​"Amara? Amara! Kau bangun?!" bisik Darian, suaranya parau karena jarang digunakan untuk bicara. ​Kelopak mata Amara bergetar hebat. Ia seolah sedang ber

  • Pak Ceo, Aku Ingin Anak   Bab 83: Gelang Burung Camar.

    Air sungai yang sedingin es langsung menelan tubuh mereka. Rasa pedih yang luar biasa menusuk hidung dan paru-paru Amara saat air masuk secara paksa. Ia merasa tubuhnya terombang-ambing seperti kertas di tengah badai. Namun, di tengah kekacauan itu, ia merasakan lengan kuat Rian memeluk pinggangnya, menariknya ke permukaan setiap kali ia tenggelam.​Rian bertarung melawan arus deras demi menjaga kepala Amara tetap di atas air. Mereka terseret ratusan meter hingga akhirnya arus membawa mereka ke pinggiran sungai yang lebih dangkal dan berbatu.Mereka merangkak naik ke daratan dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Keduanya tergeletak di atas rumput basah, terengah-engah, dengan badan yang menggigil hebat karena hipotermia.​"Kita... selamat..." bisik Rian, meski suaranya nyaris hilang.​Amara hanya bisa mengangguk lemah. Kepalanya terasa pusing luar biasa.Saat mereka mencoba berjalan menuju arah jalan raya dengan langkah tertatih, sebuah mobil usang berwarna perak melaju cepat dan mengerem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status