Amara kembali ke kantor menjelang pukul empat sore. Meja kerjanya terasa aneh; semua yang baru saja ia alami di rumah sakit, tatapan tajam Darian, kata-kata Dokter Anton tentang "puasa" sperma, dan rasa asing saat berada satu mobil dengan suaminya, terasa seperti mimpi buruk. Ia memaksakan diri fokus pada layar komputer, tetapi pikirannya terus berputar. Lina meliriknya dari balik monitor. "Ada apa, Amara? Wajahmu terlihat tegang. Apakah urusannya berat?" "Tidak ada, hanya saja masih kepikiran," jawab Amara, tanpa menoleh. "Kau harus buru-buru pulang dan istirahat lebih banyak. Sudah hampir pukul lima," bisik Lina mengingatkan, sambil melirik jam di ponselnya. Amara mengangguk. Ia mengepak tasnya, memastikan paper bag berisi suplemen dari Darian tersembunyi dengan baik. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ia tidak ingin Lina atau siapa pun melihat bahwa Darian lah yang membelikan itu. Tepat pukul 16:55, Amara sudah berada di lobi, menunggu taksi. Ia berhasil pulang tepat wakt
Last Updated : 2025-09-25 Read more