Home / Romansa / Pak Direktur, Saya Butuh Kerja! / CHAPTER 8: Apa Kau Masih Menyukainya?

Share

CHAPTER 8: Apa Kau Masih Menyukainya?

Author: Heiho
last update Huling Na-update: 2025-08-24 09:00:40

Apa Mahendra masih menyukainya?

Hana tidak bisa mengutarakan pertanyaan itu ke David ketika pria itu memberitahunya. Ia rasa itu terlalu melewati batas dan rasanya ia seperti melanggar kontrak jika melakukannya.

Lagipula, bukan berarti Hana peduli, ia hanya benar-benar penasaran karena melihat tatapan Mahendra ke Sevy sangat … berbeda.

Tidak hanya tatapannya. Bahkan gestur wajahnya, badannya, hingga nada suaranya, atau bahkan semua dalam diri pria itu terlihat berbeda ketika berhadapan dengan Sevy.

“Orang-orang bilang mereka teman masa kecil,” perkataan David terngiang dalam pikiran Hana, “Mungkin karena mereka selalu bersama, Mahendra jadi menyukainya.”

“Kenapa melihat terus?”

Hana mengerjapkan mata ketika melihat Mahendra menatapnya sinis. Ia buru-buru mengalihkan pandangan.

“Saya ngantuk jadi bengong,”

“Kau,” Mahendra mengerutkan alis geli, “Suka sama saya dalam satu hari?”

“Tidak!”

Mahendra mengangkat kedua bahu, “Baguslah jadi saya tidak perlu mencari-cari orang baru lagi.”

Pria ini … benar-benar!

Hana menghela napas pelan.

Lima menit lalu mereka baru saja keluar dari pekarangan hotel karena pesta sudah selesai. Sekarang sudah sangat larut, hampir mendekati jam 12 malam. Alex pasti sudah tidur ketika ia sampai nanti.

“Kalau ada pertanyaan, tanyakan saja,”

Hana kembali menoleh ke Mahendra. Pria itu meliriknya datar.

“Anggap saja sebagai ajang saling mengenal diri masing-masing,” Mahendra berucap tak acuh, “Karena pasti sebentar lagi akan ada yang bertanya hal-hal personal tentang pasangan masing-masing.”

Hana mengangguk, “Apa kita perlu menyamakan cerita, pak?”

“Iya, tapi nanti saja,” Mahendra kembali menatap ke depan, “Kau sudah lelah, kan?”

Hana mengerjapkan mata. Bosnya ini ternyata … cukup peduli?

“Karena aku tahu kau pasti akan membuat cerita aneh saat kelelahan,”

Hana tarik ucapannya. Pria ini sama sekali tidak pedulian

“Jadi, mau tanya apa?”

Hana tak segera menjawab. Ia mencoba menimbang-nimbang sejenak apakah perlu bertanya tentang perasaan bosnya ke teman masa kecilnya itu.

Tapi dipikir-pikir, Hana kan seharusnya tidak tahu kalau mereka berteman. Bukankah akan aneh jika ia tiba-tiba bertanya tentang perasaan Mahendra?

“Apa bapak dekat dengan nyonya Sevy?” Tanya Hana, “Kalian terlihat akrab.”

“Iya. Kami teman masa kecil,” balas Mahendra, “Kau tahu dari sahabatmu?”

Hana menganggukkan kepala. “Kalau begitu–”

Apa bapak masih suka dia?

Aduh, dipikir-pikir kenapa dia terlihat sangat ingin tahu, sih?! Mungkin kebiasaan menggosipnya ini sedang muncul sekarang.

“Apa?”

Hana menelan ludah, “Kalau begitu, keren sekali bapak masih akrabnya dengannya sampai sekarang,”

“Iri?”

“Untuk apa,” Hana memutar bola matanya malas, “Saya juga tidak akan kenal bapak kalau bukan karena kerjaan ini.”

“Kau terdengar sangat iri.”

Hana menghela napas. Capek memang berbicara dengan orang narsistik!

“Kita sudah sampai di rumah sakit, nyonya,” ucap Carlos tiba-tiba.

Hana menganggukkan kepala. Ia kemudian menatap Mahendra dan berkata, “Terima kasih untuk malam ini, pak,”

Mahendra hanya meliriknya. Ia sama sekali tidak menjawab, bahkan menggeleng atau pun mengangguk juga tidak ia lakukan.

“Oh ya, pak, saya ada permohonan,”

“Permohonan?”

Hana menelan ludah, ia meremas kedua tangannya khawatir.

“Apakah kita bisa … merahasiakan hubungan ini dari adik saya?” Tanya Hana lirih.

“Kenapa?” Mahendra mengangkat salah satu alisnya, “Kau tinggal bilang bekerja dengan saya mulai sekarang dan sebutkan pekerjaan apa pun.”

“Itu ..”

"Atau kau lebih suka memperkenalkan kita sebagai suami-istri?"

Wajah Hana memerah padam melihat seringai Mahendra, "Mana mungkin!"

Hana buru-buru membuka pintu mobil dan berseru lagi, "Saya akan bilang sesuai saran pertama bapak saja! Selamat malam!"

Hana menutup pintu mobil dengan kencang lalu berjalan cepat ke dalam rumah sakit. Ia tidak menyadari tatapan Mahendra yang menatapnya lamat-lamat dengan seringai lebar di wajahnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pak Direktur, Saya Butuh Kerja!   CHAPTER 25: Ingin Bersama Lebih Lama

    Setelah malam itu, Hana tidak bertemu lagi dengan Mahendra. Bahkan, pria itu sama sekali tidak menghubungi Hana. Hal ini sudah berlangsung selama tiga hari. Sepertinya, Mahendra sengaja melakukannya agar Hana benar-benar fokus dengan pengobatan Alex. Meski begitu, Hana merasa bersalah jika hanya berdiam diri. Jadi, ia seringkali mengirim pesan kepada Mahendra untuk bertanya tentang tugasnya. Sayangnya, Mahendra kadang hanya menjawab ‘tidak’ dengan singkat atau tidak membacanya sama sekali. Sama seperti kali ini. Pesan yang Hana kirimkan sejak tadi pagi hanya tertulis ‘sudah terkirim’ hingga siang ini. Hana menghela napas. “Kakak terlihat gelisah sekali,”Hana menoleh ke Alex yang sedang mengerjakan buku latihan ujian masuk kuliah. Meski ia berbicara ke Hana, tapi tatapannya tetap tertuju pada buku di hadapannya. “Kakak gelisah karena tidak bekerja?” Tanya Alex. “Sedikit,” Hana mengusap-usap lehernya, “Kau tahu, kan, kakak jarang sekali cuti,”“Kalau begitu, nikmatilah sekarang,”

  • Pak Direktur, Saya Butuh Kerja!   CHAPTER 24: Berubah Pandangan

    “Liburan? Maksud bapak apa?”Hana memasang wajah serius, “Apa itu kegiatan yang harus saya hadiri untuk status itu?”“Kau cepat tanggap, ya,” Hana mendengus ketika Mahendra menyeringai semakin lebar. Ia melirik ke belakang, memastikan Alex masih tertidur lalu berkata, “Sebaiknya kita bicara di luar saja,”Mahendra mundur ke belakang, mempersilahkan Hana untuk keluar. Gadis itu segera menutup pintu ketika sudah di luar. “Ngomong-ngomong, kenapa kau di sini?” Tanya Mahendra sambil memerhatikan kamar Alex dari luar. Hana mengernyitkan alis, “Maksud bapak?”“Saya sudah bilang ke dokter Watson untuk menaruh adikmu di ruangan VVIP buat perawatan pasca operasi,”Hana tercekat. Ia menatap Mahendra tidak percaya. “Itu … dipotong dari gaji saya, kan?”“Kenapa kamu terobsesi sekali menyuruh saya untuk memotong gajimu?”Hana menghela napas. Ia tidak paham apakah bosnya ini memang tidak mengerti maksudnya atau hanya pura-pura tidak tahu. Atau … pria ini melakukannya demi citranya? Biar dia ter

  • Pak Direktur, Saya Butuh Kerja!   CHAPTER 23: Liburan Bersama?

    Hana memeluk Alex erat-erat. Sementara itu, Alex hanya mengernyitkan alis dan berkata pelan, “Aku baik-baik saja, kak. Pelukan kakak terlalu kencang.”“Maaf,” Hana tersenyum kecil ketika melepaskan pelukannya, “Kakak terlalu senang karena kau sudah siuman,”Alex tersenyum kecil. Ia paham betapa khawatir kakaknya tadi, hal itu terlihat sangat jelas di wajahnya. Apalagi, ia juga mengetahui bahwa kakaknya sedang sangat merasa bersalah sekarang karena ketidak sigapannya tadi. “Bagaimana rasanya pasang ring jantung?” Tanya Hana dengan mata berbinar-binar. Alex menghela napas. “Tidak kerasa perubahan yang berarti, sih,” balas Alex. Ia kemudian melirik David yang berdiri di depan ranjangnya. “Ngomong-ngomong, kenapa kak David ada di sini? Kakak memanggilmu saking paniknya, ya?”David tertawa, “Iya. Kau taulah kakakmu kalau panik seperti apa,”“Aku sangat tahu, kok,”Alex dan David terkekeh bersama, sementara Hana mengerucutkan bibirnya. “ALEX!!!”Ketiganya segera menoleh ke pintu dan mel

  • Pak Direktur, Saya Butuh Kerja!   CHAPTER 22: Tidak Terlalu Buruk

    Pertama kali Hana mengetahui bahwa adiknya memiliki sakit jantung adalah saat Alex berada di tahun kedua SMP. Pria itu tiba-tiba mengeluhkan dadanya nyeri dan rasa sakitnya tidak berkurang meski berhari-hari. Kala itu jugalah pertama kalinya Hana bertemu dengan dokter Watson. Dokter ramah dan baik hati itu tanpa segan membayarkan biaya berobat Alex karena tidak sengaja mendengar kakak beradik itu saling menenangkan diri terkait biaya pengobatan Alex. Semenjak itu, Alex menjadi langganan tetap pasien dokter Watson karena nyeri dadanya suka kambuh. Meski begitu, tidak pernah terjadi hal parah atas penyakitnya. Selama 3 tahun atau hingga Alex kelas sebelas, ia hanya mengalami nyeri dada ringan dan tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari meski tetap membatasi aktivitas berat. Tapi, ketika Alex baru lulus SMA dan sedang giat-giatnya belajar untuk persiapan masuk kuliah, Alex tiba-tiba ambruk di tempat lesnya. Hana masih ingat ketika ia begitu kalang kabut menuju rumah sakit dengan jan

  • Pak Direktur, Saya Butuh Kerja!   CHAPTER 21: Panggilan Tak Terjawab

    “Besok saya akan pergi ke taman bermain bersama David,”Mahendra melirik Hana yang sedang memegangi jasnya setelah dipakai tadi. Ia melonggarkan dasinya dan berkata, “Kenapa?”“Ini balasan untuk bantuan David, pak,”Mahendra mengangkat alis, mengingat-ingat kejadian ketika sang gadis menelepon David dan teringat dengan percakapan singkat yang ia dengar itu. Percakapan yang sama sekali tidak cocok untuk gadis tidak peka ini. “Ya. Pergilah,” ujar Mahendra, “Besok juga tidak ada agenda.”“Terima kasih banyak, pak!” Seru Hana riang. Ia berbalik badan dan bersenandung pelan tanpa menyadari tatapan lekat Mahendra. Sejujurnya, Hana memang cukup menunggu jadwal bermain ini. Ia sangat lelah dengan berbagai drama selama seminggu ke belakang dan agenda bermain ini menjadi hadiah yang sangat bagus untuknya!Kondisi Alex juga baik, jadi ia tak perlu khawatir tentang adiknya itu selama pergi besok. “Kau membersihkan rumah?” Tanya Mahendra melihat rumahnya terlihat lebih bersih dari biasanya. Pa

  • Pak Direktur, Saya Butuh Kerja!   CHAPTER 20: Pria Aneh

    Ketika turun dari tangga, Fanesya bisa langsung melihat Hana di ruang makan, Seperti biasa, gadis itu telaten menyiapkan makanan. Fanesya mendengus pelan. Ia berjalan menuju meja makan dan berhenti di dekatnya. “Mana Mahendra?” Tanyanya ketus pada Hana yang segera menghentikan kegiatannya. “Mas Mahendra pergi sangat pagi tadi karena ada rapat katanya,” balas Hana dengan senyum canggung. Ini pertama kalinya mereka hanya makan berdua, jadi tentu saja Hana merasa sangat gugup dan khawatir sekarang. Fanesya mendengus lagi. Ia duduk di atas kursinya, bersebrangan dengan Hana yang juga segera duduk. Wanita itu menatap makanannya di hadapannya, terlihat enak seperti biasanya. Tapi, tentu saja dia tidak akan mengatakannya ke gadis di depannya ini. Kalau dia melakukan itu, bukankah akan memberi kesan kalau ia sudah menerimanya?“Mumpung kita berdua, mari kita berbincang,” ucap Fanesya sambil menatap lurus Hana. Hana menelan ludah, ia mengangguk pelan. “Apa tujuanmu mendekati Mahendra?” Ta

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status