LOGINYasmine tersentak, ia buru-buru mendorong tubuh Reno agar menjauh. Tapi, senyum tipis yang muncul di wajah Reno justru membuat darahnya mendesir panik.
“Baik, saya akan menerima tawaran Bapak.” Suara Yasmine terdengar gugup.
“Bagus. Tepat seperti yang saya harapkan darimu.” Reno manipulatif sekali.
“Saya izin pamit pulang, Pak.” Yasmine segara mengambil tasnya yang berada di sofa.
Langkah Yasmine terburu-buru hingga kakinya tersandung. Tubuh Yasmine hampir membentur lantai sebelum Reno refleks berdiri, tatapan Reno ikut menegang.
“Kamu nggak pa-pa?” tanya Reno sambil berjalan mendekati Yasmine.
Yasmine menggelengkan kepala lalu berdiri sendiri, berjalan kembali meninggalkan Reno. Rasa takut telah merasuki tubuh Yasmine.
Brak …
Pintu tertutup, Yasmine berjalan sedikit tidak jauh dari apartemen Reno. Tiba-tiba Yasmine bersandar di dinding jantungnya berdetak tidak karuan. Yasmine mencoba menenangkan pikirannya sesaat. Sampai di apartemen Yasmine membuang tas ke sembarang tempat lalu merebahkan tubuhnya di atas Ranjang.
“Apa Pak Reno psikopat? Ih, ngeri!” ucap Yasmine menutup wajahnya dengan selimut.
Namun, yang ada dipikiran Yasmine adalah wajah tampan Reno. Adegan yang menegangkan saat Yasmine duduk di pangkuan Reno membuat Yasmine tersenyum tanpa sadar. Sampai Yasmine tertidur masih saja membayangkan Reno.
Bip … bip …
Suara alarm pun berbunyi, hari ini ada Yasmine harus pergi ke kampus lebih pagi. Reno mengirim pesan akan ada bimbingan. Yasmine bangun lalu bersiap.
“Hah! Dosen Nyebelin!” omel Yasmine sambil menutup pintu apartemen.
Beberapa saat kemudian, Yasmine sudah sampai di kampus. Ternyata sampai di sana sudah ada mahasiswa yang bimbingan dengan Reno. Mau tidak mau Yasmine harus menunggu. Yasmine mengamati sekitar begitu ramai mahasiswa lalu-lalang. Yasmine sampai ketiduran, di kursi tunggu kepala Yasmine bersandar tiang penyangga.
Tok … tok …
Sebuah ketukan ringan di kepalanya membuat Yasmine tersentak. Mata Yasmine lansung melebar, ia buru-buru mengusap sudut bibir—takut ada liur yang menetes. Reno sudah berdiri di depan Yasmine dengan tatapan menusuk.
“Ini kampus, bukan buat tidur.” Reno menatap tajam.
Lagi-lagi Reno membuat Yasmine sulit bernapas. Tatapan Reno seperti ingin memangsa orang saja.
“Maaf, Pak.” Yasmine menunduk.
“Cepat masuk!” titah Reno dengan aura freezer-nya.
Di dalam ruangan Reno, hanya Yasmine yang bimbingan. Yasmine masih bergeming menunggu Reno memulai bimbingan. Mereka berdua sedang berdiskusi. Yasmine mulai rileks, dengan lancar mereka berdiskusi.
“Bagus, judul aman. Besok kamu mulai dari pendahuluan dan lainnya,” ucap Reno datar.
“Baik, Pak.” Yasmine berdiri ingin berpamitan.
“Mau ke mana kamu?” Reno memperhatikan pergerakan Yamine.
“Pulang, Pak. ‘Kan udah selesai.” Yasmine dengan polosnya.
“Duduk!” Nada suara Reno meninggi membuat Yasmine refleks duduk dengan tenang. “Saya akan memberi tahu tentang keluargaku. Keluargaku itu kelas atas, harus perempuan yang layak di sampingku baru keluargaku menyetujui hubungan kita.”
“Jadi?” Tiba-tiba Yasmine cengo.
“Ya, kamu harus mengimbangi keluargaku, tata cara makan pakai pisau dan garpu,” jelas Reno. “Itu hanya hal dasar.” Reno pun mulai menjelaskan apa yang disukai keluarganya ataupun tidak.
Yasmine mendengarkan dengan saksama. Reno mengamati wajah Yasmine sangat serius.
“Baik, Pak.” Yasmine mulai memahami.
“Temui saya nanti malam di Butik Permata, jam 7 malam.” Reno berdiri lalu pergi lebih dahulu.
“Hah! Sialan!” gerutu Yasmine menahan amarah. “Bisa-bisanya dia mengaturku!” Yasmine ingin sekali berteriak.
***
Yasmine yang sudah lama menunggu Reno datang. Sampai Yasmine jamuran menunggu Reno. Wajah cantik Yasmine berubah masam, Reno datang tanpa bersalah.
“Kenapa kamu?” tanya Reno datar.
“Nggak pa-pa, Pak.” Yasmine hanya menatap sekilas lalu melihat ke arah lain.
“Ayo, masuk.” Reno kembali ke mode aslinya, dingin bak feezer berjalan.
Sampai di dalam butik, Yasmine terpukau dengan gaun-gaun di sana terlihat mahal. “Bapak yakin, kita mau beli di sini?” Tatapan Yasmine seperti mimpi.
Reno mengerutkan dahinya sambil menatap tajam Yasmine. Yasmine seketika menundukan kepala.
“Kamu kira aku nggak mampu beli gaun di sini?” Reno malah tersinggung.
“Bukan gitu, Pak.” Yasmine dengan polos.
“Jangan khawatir uang saya banyak, mau kamu beli 10 pun, saya mampu membelikan untukmu.” Reno berjalan menyusuri gaun yang cocok.
Yasmine hanya mengekori Reno saja. Dan, akhirnya pelayan membawa beberapa pilihan Reno. Kerennya butik ini, gaun di sini hanya ada satu gaun yang di produksi.
“Coba!” titah Reno yang duduk di sofa.
“Semuanya, Pak?” Mata Yasmine membelalak, apa Reno sudah gila? Gaun-gaun ini harganya setara hidup Yasmine untuk berbulan-bulan. Dan, Reno dengan enteng menyuruhnya mencoba satu per satu.
“Iya, buruan!” Ekspresi wajah Reno berubah serius.
Yasmine segera ke ruang ganti yang dibantu pelayan. Terus menghadap
Reno jika sudah selesai.
“Skip!” ucap Reno sampai menemukan yang cocok untuk Yasmine.
“Reno Sialan!” batin Yasmine yang menghela napas panjang di hadapan Reno dengan ekspresi kesal.
Reno menyeringai Yasmine saat kembali ke ruang ganti. Yasmine terlihat menarik di mata Reno dengan ekspresi kesalnya.
“Gimana, Pak?” tanya Yasmine sambil tersenyum yang tertahan, ia berharap ini yang terakhir berganti pakaian.
“Lumayan, ini saja. Sama dress pink tadi,” ucap Reno.
Pelayan dengan sigap membungkus apa yang diperintahkan oleh Reno. Yasmine yang sudah memakai pakaiannya kembali lalu menghampiri Reno.
“Hah … lumayan katanya,” gumam Yasmine, hatinya yang memanas ingin memakan Reno hidup-hidup.
“Ngomong yang jelas,” sahut Reno.
Deg …
Yasmine langsung menoleh ke arah Reno yang terkejut. Reno membalas Yasmine dengan tatapan sulit dimengerti. Jantung Yasmine berdebar ia hanya bergeming sesaat.
“Ini.” Reno memberikan paper bag. “Besok dandan yang cantik, jangan buat saya malu.”
“I-iya Pak.” Yasmine sampai tergagap karena nervous.
Yasmine pun berpamitan untuk pulang. Reno menyadari sesuatu tentang Yasmine.
“Yasmine!” panggil Reno lalu berjalan mendekati Yasmine.
Yasmine hanya membalikan tubuhnya saat dipanggil oleh Reno. Tiba-tiba Reno menarik tali rambut Yasmine. Yasmine terkejut hanya matanya menatap Reno, seolah tubuh Yasmine kaku sulit digerakan.
“Kamu cantik dengan rambut terurai.” Bisikan Reno begitu dekat hingga napasnya menyapu telinga Yasmine. Dunia seakan berhenti, hanya ada detak jantung Yasmine yang nyaris meledak.
Wush …Tiba-tiba ada angin kencang membuat pohon bergoyang. Dedaunan berterbangan Venya melihat pria tampan berjalan langsung menghentikan langkahnya.“Malaikat mana itu?” batin Venya terpukau.“Suamiku! Sakit!” rengek Yasmine manja.“Kamu hati-hati!” Reno langsung membopong tubuh Yasmine.“Tuan, maafkan saya tidak bisa menjaga Nona Yasmine.” Minto menundukkan kepalanya.Deg …Seketika Venya merasa jantungnya berhenti sesaat. Mendengar pernyataan Minto baru saja.“Tuan Reno? Orang terkaya di desa ini?!” jerit Venya hanya bisa di dalam hati.Tubuh gadis itu terasa kaku ia ingin sekali meminta maaf. Namun, rasa gengsi telah merasuki pikiran dan tubuh Venya.“Tidak apa-apa. Terima kasih sudah mengajak Istriku jalan-jalan.” Reno datar.Pria itu berjalan melewati Venya. Namun, Yasmine menarik lengan Reno.“Berhenti.” Yasmine memohon.Reno menghadap ke arah Venya yang terlihat merasa bersalah. Yasmine tersenyum saat Venya menatapnya.“Venya dia adalah cintaku. Jangan cemburu dengan aku.” Ya
“Bukan urusan kamu!” Minto dingin.Yasmine hanya diam dia hanya mengamati wajah tampan Minto. Baru saja ramah murah senyum. Kini berubah menjadi serius.“Aneh,” gumam Yasmine.“Kenapa Non?” tanya Minto menoleh ke arah Yasmine.“Nggak pa-pa, aku balik aja ya. Nggak enak Pacarmu datang,” pamit Yasmine.“Jangan Non!” Minto meraih lengan Yasmine.Yasmine menatap bingung, para anak buah Reno menatap tajam. Minto langsung melepaskan tangannya.“Maaf.” Minto tersenyum kikuk.“Kalo nggak jalan aja rame-rame,” ajak Yasmine.“Gadis Gila! Kamu pulang sana! Ganggu!” ucap Minto kasar.“Minto, sudahlah.” Yasmine tersenyum.“Dia juga ngizinin juga! Kamu kenapa sih! Sama aku pasti kasar.” Venya—gadis ini anak kepala desa.“Sudah-sudah.” Yasmine menengahi.Mereka akhirnya berjalan-jalan kembali. Mereka mulai masuk ke hutan yang niat awal ingin keliling desa. Mata Yasmine berbinar melihat jamur.“Jamur apa ini?” tanya Yasmine penasaran. “Bahaya nggak aku pegang.” “Aman.” Minto melihat Yasmine mengambi
“Iya janji sama orang.” Bik Minah menjelaskan lagi. “Nggak ada Bik. Mungkin Bibik.” Yasmine tersenyum. “Anak sekarang.” Bik Minah tertawa. Tidak sadar mereka sudah sampai di desa. Banyak rumah warga pastinya di sana. Para warga menyapa Bik Minah dengan ramah mereka mengobrol tiap jalan. “Ini orang apa nggak ada kerjaan ya?” batin Yasmine merasa aneh. “Non,” panggil Bik Minah melihat Yasmine melamun. “Hah!” Yasmine fokus dengan rumah-rumah warga terlihat menyejukkan. “Rumah di sini klasik banget,” ucap Yasmine lalu menoleh ke Bik Minah. “Sini masuk! Ini rumah Bibik.” Mereka pun masuk ke dalam. Yasmine melihat tidak orang lain di rumah itu selain Bik Minah. “Bibik tinggal sendiri?” tanya Yasmine yang celingukan. “Ada suami dan anak, mereka masih di ladang Non.” Bik Minah menjelaskan. “Bik, saya mau ke ladang. Sepertinya enak.” Yasmine butuh penyegaran hati. “Bibi mau ambil makanan dulu, untuk ke sana.” Bik Minah menyiapkan makan siang. Setelah itu mereka berjalan kembali l
“Boleh Bik!” Yasmine excited. Mereka berdua akan pergi, tetapi ada beberapa anak buah Reno mengikuti. Wajah Yasmine menjadi cemberut. Ia tidak leluasa dilakukan seperti ini. “Kenapa mereka harus ikut, Bik!” keluh Yasmine sambil menatap tajam ke arah pria-pria di belakangnya. “Ini untuk kebaikan Non Yasmine.” Bik Minah tersenyum. Senyuman Bik Minah sangat meneduhkan hati Yasmine. Terlihat tulus tanpa mengeluh ia berjalan pulang. “Rumah Bik Minah masih jauh?” tanya Yasmine melihat di sekitar banyak ladang yang ditanami oleh penduduk. “Ada 2 km dari sini, Non.” Bik Minah santai. “Hah! 2 km! Yang bener aja, Bik. Nggak lagi bercanda ‘kan?” tanya Yasmine merasa bersalah. “Kenapa wajahnya begitu?” tanya Bik Minah penasaran. “Jauh, Bik! Nyesel aku tadi ditawari naik mobil aja.” Yasmine cekikikan sekarang. “Dasar, Non.” Bik Minah ikut tertawa. Yasmine merasa tenang melihat hamparan hijau di sana. Pikiran melayang entah ke mana. “Non,” panggil Bik Minah. “Iya, Bik.” Yasmine masih s
“Begitu ya?” Yasmine menunduk.“Jika pria begitu pasti ada alasannya, Non. Udah nggak usah dipikirin, nanti juga balik sendiri sifatnya yang lembut.” Bik Minah selesai masak.“Jadi aku harus apa, Bik?” Yasmine tersenyum.“Kamu layani dia seperti biasa, pasti dia berubah seperti biasanya lagi. Jangan dicuekin kasian,” saran Bik Minah.Tiba-tiba Yasmine ada ide bagus. Ia berjalan ke rak piring mengambilkan makan. Segelas air putih, susu, dan jus. Lengkap sarapan pagi ini.“Banyak banget, Non.” Bik Minah sampai terkejut.“Biarin, Bik.” Yasmine cekikikan.Reno terlihat sudah rapi akan pergi ke kampus. Ia melihat sang istri membawakan makanan.“Sayang, aku buru-buru. Pergi dulu,” pamit Reno sambil mencium kening Yasmine.Mata Yasmine memerah menahan tangis. Entah mengapa rasa sakit itu sampai menembus hati Yasmine. Tangannya bergetar hingga …Prang …Nampan yang wanita itu terjatuh. Ia langsung berjongkok mengambil pecahan kaca itu. Tatapan kosong air mata itu luruh.Reno yang di halaman a
Drrt … drrt …Ponsel selalu bergetar hingga ia kesal lalu mengangkat telepon itu. Lisa menarik napas panjang lalu berbicara lembut.“Halo, Sayang!” sapa Lisa sambil mengepalkan tangannya.“Kamu di mana!” bentak pria itu menakutkan.“Aku lagi keluar, Sayang.” Lisa masih bisa mengendalikan emosinya.“Cepat pulang!” bentak pria itu lagi.“Iya, aku pulang.” Lisa mematikan teleponnya.Sebenarnya pria itu siapa? Hingga Lisa begitu tunduk. Lisa yang berada di markasnya segera pulang. Ia sampai tergesa saat berjalan saking takutnya.Melihat mobil terparkir ia masuk ke dalam mobil. Tiba-tiba tangannya tremor membuat Lisa takut menghadapi pria itu. Sampai 10 menit di dalam mobil Lisa belum bergerak.“Lisa kamu pasti bisa.” Lisa pun menyalakan mobilnya lalu pulang ke rumah.Beberapa waktu kemudian, Lisa sampai di rumah besar nan mewah. Di sana Lisa tersenyum saat melihat pria gempal itu. Sudah seperti bola bisa dikatakan.“Lisa!” panggil pria itu marah.“Sayang, maaf,” rengek Lisa yang manja.“A