Mag-log in“Menurutmu Shita?” goda Yasmine yang sengaja membuat marah.
“Jangan pernah kamu menggoda Pak Reno!” ancam Shita—musuh bebuyutan Yasmine. Mereka dari zaman SMA selalu berebut prestasi.
“Ha-ha-ha! Pak Reno bukan tipeku,” balas Yasmine.
Shita terlihat emosi karena ia menyukai Reno dari dulu. Papa Reno salah satu rekan bisnis papa Shita. Mengapa Shita menyukai Reno. Yasmine enggan meladeni Shita, ia memilih pergi begitu saja.
***
Keesokan harinya, Yasmine dan Ranti ke kampus untuk mengajukan judul skripsi kepada Reno. Yasmine dan Ranti sudah menunggu Reno di depan ruangannya. Ternyata hari ini Reno tidak ada di kampus. Membuat Yasmine kesalnya setengah mati.
“Dosen sialan!” gerutu Yasmine ingin sekali menendang pintu ruangan Reno.
“Kamu kenapa sih, kayanya nggak suka banget sama Pak Reno?” tanya Ranti yang penasaran.
“Nggak pa-pa. Nggak suka aja,” balas Yasmine.
“Awas nanti jatuh cinta loh,” goda Ranti yang asal bicara.
“Amit-amit.” Yasmine memilih pulang ke apartemen ketimbang keluyuran bersama Ranti.
Pukul 19.00 Yasmine sudah siap untuk pergi ke apartemen Reno. Yasmine gugup, pikirannya melayang entah ke mana.
“Kalo nanti aku di sana diapa-apain gimana?” gumam Yasmine tiba-tiba menutup dadanya lalu bergidik ngeri.
Belum bertemu saja sudah bergidik ngeri. Tak butuh lama Yasmine sampai di apartemen Reno. Yasmine memencet bel berharap Reno tidak ada di dalam apartemen. Tuhan berkehendak lain, tidak butuh lama Reno membukakan pintu.
Ceklek …
Pintu terbuka, Yasmine melihat Reno membuka pintu dengan aura sangat dingin dan mengintimidasi. Yasmine sampai ingin lenyap dari sana dengan tatapan Reno yang enggan berpaling.
“Masuk,” ajak Reno datar.
“I-iya, Pak.” Yasmine mengikuti Reno dari belakang.
“Duduk, mau minum apa?” tawar Reno sambil berjalan ke mini bar.
Mata Yasmine mengikuti pergerakan Reno yang mengambil sebuah wine. Yasmine sadar, apa yang dilakukan Reno membuat dirinya gugup.
“Minum apa saja, Pak.” Yasmine tidak mau terpancing oleh Reno.
Reno membawa minuman itu di hadapan Yasmine. Yasmine hanya menatap segelas minuman itu membuat jantung Yasmine berdegup tidak karuan.
“Minumlah, tidak ada racun di gelas itu.” Reno datar yang duduk tidak jauh dari Yasmine.
Suasana canggung semakin kuat, Yasmine tidak tahu harus berbicara darimana. Reno pun membuka pembicaraan lagi.
“Saya ingin membuat kesepakatan denganmu.” Reno terdengar tegas.
“Apa, Pak!” Yasmine memberanikan diri untuk berbicara.
“Jadilah pacar sewaan saya.” Reno tanpa basa-basi lagi.
“Saya tidak mau, Pak!” Yasmine menolak mentah-mentah. “Lagi pula apa hubungannya dengan foto saya, tolong sekarang hapus saja.”
Reno menyeringai Yasmine, spontan membuat bulu kuduk Yasmine berdiri. Yasmine merasa terintimidasi, padahal hanya sebuah senyuman saja.
“Saya tidak akan menghapus foto kamu. Karena kamu berbeda dengan gadis lain. Justru itu yang saya butuhkan,” ucap Reno penuh dengan penekanan.
Motif Reno sangat tersembunyi, mungkin karena kesetaraan mereka Reno mau dengan Yasmine. Atau mungkin, Reno hanya ingin bermain-bermain.
“Apakah Bapak tidak berpikir, jika ini ketahuan oleh pihak kampus, akan menjadi skandal yang besar.” Yasmine berpikir dengan tenang.
“Jika kamu bisa menjaga rahasia tidak akan terjadi sesuatu, Yasmine.” Reno dengan santainya.
Yasmine tidak habis pikir dengan pernyataan Reno. Yasmine bergeming sambil memikirkan jalan keluar bagaimana cara menghasut Reno agar mau menghapus foto itu. Reno sedang memegang ponsel itu dipastikan foto itu ada di sana. Setelah meminum minuman pemberian Reno, Yasmine mendapatkan ide brilian.
“Pak,” panggil Yasmine dengan nada menggoda.
“Emb.” Reno menatap Yasmine berjalan mulai mendekat.
“Saya ingin ponsel Bapak!” Yasmine dengan cepat mengambil ponsel itu dari genggaman Reno. Reno lengah dengan daya tarik Yasmine.
Namun, hanya sesaat saja Reno lengah. Dengan cekatan Reno menarik tangan Yasmine hingga terjatuh di pangkuan Reno. Napas Yasmine tercekat, ia sulit untuk bernapas karena wajah mereka berdua terlalu dekat. Reno merebut ponselnya dari tangan Yasmine. Yasmine menoleh ke arah lain karena gugup.
“Jika kamu tidak mau menuruti kemauanku, akan kupersulit skripsimu, atau bisa juga aku laporkan foto ini ke pihak kampus,” ancam Reno.
“Bapak jangan gila!” Yasmine mencoba berdiri, tetapi ditahan oleh Reno.
“Apa kamu ingin kuliahmu sia-sia begitu saja? Dan keluargamu akan hancur mengetahui anaknya telah menggoda dosennya sendiri.” Reno menaikkan salah satu alisnya.
Napas Reno yang terlalu dekat membuat otak Yasmine buyar. Yasmine sulit berpikir jernih, ketampanan Reno terpangpang nyata. Yasmine mengendalikan emosinya mencoba tenang.
“Saya mohon, Pak,” lirih Yasmine memohon dengan wajah memelas.
Reno mendekatkan kepalanya di telinga Yasmine. “Aku harap kamu tidak akan depresi jika seluruh negeri ini tahu kelakuanmu,” bisik Reno membuat Yasmine bergeming. Suara itu membuat merinding, jantung Yasmine terasa terhenti sesaat.
Wush …Tiba-tiba ada angin kencang membuat pohon bergoyang. Dedaunan berterbangan Venya melihat pria tampan berjalan langsung menghentikan langkahnya.“Malaikat mana itu?” batin Venya terpukau.“Suamiku! Sakit!” rengek Yasmine manja.“Kamu hati-hati!” Reno langsung membopong tubuh Yasmine.“Tuan, maafkan saya tidak bisa menjaga Nona Yasmine.” Minto menundukkan kepalanya.Deg …Seketika Venya merasa jantungnya berhenti sesaat. Mendengar pernyataan Minto baru saja.“Tuan Reno? Orang terkaya di desa ini?!” jerit Venya hanya bisa di dalam hati.Tubuh gadis itu terasa kaku ia ingin sekali meminta maaf. Namun, rasa gengsi telah merasuki pikiran dan tubuh Venya.“Tidak apa-apa. Terima kasih sudah mengajak Istriku jalan-jalan.” Reno datar.Pria itu berjalan melewati Venya. Namun, Yasmine menarik lengan Reno.“Berhenti.” Yasmine memohon.Reno menghadap ke arah Venya yang terlihat merasa bersalah. Yasmine tersenyum saat Venya menatapnya.“Venya dia adalah cintaku. Jangan cemburu dengan aku.” Ya
“Bukan urusan kamu!” Minto dingin.Yasmine hanya diam dia hanya mengamati wajah tampan Minto. Baru saja ramah murah senyum. Kini berubah menjadi serius.“Aneh,” gumam Yasmine.“Kenapa Non?” tanya Minto menoleh ke arah Yasmine.“Nggak pa-pa, aku balik aja ya. Nggak enak Pacarmu datang,” pamit Yasmine.“Jangan Non!” Minto meraih lengan Yasmine.Yasmine menatap bingung, para anak buah Reno menatap tajam. Minto langsung melepaskan tangannya.“Maaf.” Minto tersenyum kikuk.“Kalo nggak jalan aja rame-rame,” ajak Yasmine.“Gadis Gila! Kamu pulang sana! Ganggu!” ucap Minto kasar.“Minto, sudahlah.” Yasmine tersenyum.“Dia juga ngizinin juga! Kamu kenapa sih! Sama aku pasti kasar.” Venya—gadis ini anak kepala desa.“Sudah-sudah.” Yasmine menengahi.Mereka akhirnya berjalan-jalan kembali. Mereka mulai masuk ke hutan yang niat awal ingin keliling desa. Mata Yasmine berbinar melihat jamur.“Jamur apa ini?” tanya Yasmine penasaran. “Bahaya nggak aku pegang.” “Aman.” Minto melihat Yasmine mengambi
“Iya janji sama orang.” Bik Minah menjelaskan lagi. “Nggak ada Bik. Mungkin Bibik.” Yasmine tersenyum. “Anak sekarang.” Bik Minah tertawa. Tidak sadar mereka sudah sampai di desa. Banyak rumah warga pastinya di sana. Para warga menyapa Bik Minah dengan ramah mereka mengobrol tiap jalan. “Ini orang apa nggak ada kerjaan ya?” batin Yasmine merasa aneh. “Non,” panggil Bik Minah melihat Yasmine melamun. “Hah!” Yasmine fokus dengan rumah-rumah warga terlihat menyejukkan. “Rumah di sini klasik banget,” ucap Yasmine lalu menoleh ke Bik Minah. “Sini masuk! Ini rumah Bibik.” Mereka pun masuk ke dalam. Yasmine melihat tidak orang lain di rumah itu selain Bik Minah. “Bibik tinggal sendiri?” tanya Yasmine yang celingukan. “Ada suami dan anak, mereka masih di ladang Non.” Bik Minah menjelaskan. “Bik, saya mau ke ladang. Sepertinya enak.” Yasmine butuh penyegaran hati. “Bibi mau ambil makanan dulu, untuk ke sana.” Bik Minah menyiapkan makan siang. Setelah itu mereka berjalan kembali l
“Boleh Bik!” Yasmine excited. Mereka berdua akan pergi, tetapi ada beberapa anak buah Reno mengikuti. Wajah Yasmine menjadi cemberut. Ia tidak leluasa dilakukan seperti ini. “Kenapa mereka harus ikut, Bik!” keluh Yasmine sambil menatap tajam ke arah pria-pria di belakangnya. “Ini untuk kebaikan Non Yasmine.” Bik Minah tersenyum. Senyuman Bik Minah sangat meneduhkan hati Yasmine. Terlihat tulus tanpa mengeluh ia berjalan pulang. “Rumah Bik Minah masih jauh?” tanya Yasmine melihat di sekitar banyak ladang yang ditanami oleh penduduk. “Ada 2 km dari sini, Non.” Bik Minah santai. “Hah! 2 km! Yang bener aja, Bik. Nggak lagi bercanda ‘kan?” tanya Yasmine merasa bersalah. “Kenapa wajahnya begitu?” tanya Bik Minah penasaran. “Jauh, Bik! Nyesel aku tadi ditawari naik mobil aja.” Yasmine cekikikan sekarang. “Dasar, Non.” Bik Minah ikut tertawa. Yasmine merasa tenang melihat hamparan hijau di sana. Pikiran melayang entah ke mana. “Non,” panggil Bik Minah. “Iya, Bik.” Yasmine masih s
“Begitu ya?” Yasmine menunduk.“Jika pria begitu pasti ada alasannya, Non. Udah nggak usah dipikirin, nanti juga balik sendiri sifatnya yang lembut.” Bik Minah selesai masak.“Jadi aku harus apa, Bik?” Yasmine tersenyum.“Kamu layani dia seperti biasa, pasti dia berubah seperti biasanya lagi. Jangan dicuekin kasian,” saran Bik Minah.Tiba-tiba Yasmine ada ide bagus. Ia berjalan ke rak piring mengambilkan makan. Segelas air putih, susu, dan jus. Lengkap sarapan pagi ini.“Banyak banget, Non.” Bik Minah sampai terkejut.“Biarin, Bik.” Yasmine cekikikan.Reno terlihat sudah rapi akan pergi ke kampus. Ia melihat sang istri membawakan makanan.“Sayang, aku buru-buru. Pergi dulu,” pamit Reno sambil mencium kening Yasmine.Mata Yasmine memerah menahan tangis. Entah mengapa rasa sakit itu sampai menembus hati Yasmine. Tangannya bergetar hingga …Prang …Nampan yang wanita itu terjatuh. Ia langsung berjongkok mengambil pecahan kaca itu. Tatapan kosong air mata itu luruh.Reno yang di halaman a
Drrt … drrt …Ponsel selalu bergetar hingga ia kesal lalu mengangkat telepon itu. Lisa menarik napas panjang lalu berbicara lembut.“Halo, Sayang!” sapa Lisa sambil mengepalkan tangannya.“Kamu di mana!” bentak pria itu menakutkan.“Aku lagi keluar, Sayang.” Lisa masih bisa mengendalikan emosinya.“Cepat pulang!” bentak pria itu lagi.“Iya, aku pulang.” Lisa mematikan teleponnya.Sebenarnya pria itu siapa? Hingga Lisa begitu tunduk. Lisa yang berada di markasnya segera pulang. Ia sampai tergesa saat berjalan saking takutnya.Melihat mobil terparkir ia masuk ke dalam mobil. Tiba-tiba tangannya tremor membuat Lisa takut menghadapi pria itu. Sampai 10 menit di dalam mobil Lisa belum bergerak.“Lisa kamu pasti bisa.” Lisa pun menyalakan mobilnya lalu pulang ke rumah.Beberapa waktu kemudian, Lisa sampai di rumah besar nan mewah. Di sana Lisa tersenyum saat melihat pria gempal itu. Sudah seperti bola bisa dikatakan.“Lisa!” panggil pria itu marah.“Sayang, maaf,” rengek Lisa yang manja.“A