Share

Kesal

Penulis: Pipit Aisyafa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-25 20:01:56

Mataku membulat sempurna kala melihat uang merah yang jumlahnya tak sedikit.

"Astaga, ini?" Aku mulai menghitungnya yang ternyata berjumlah empat puluh lima, artinya keseluruhan uang yang dia berikan adalah lima juta.

"Andai tiap malam nemu pelanggan yang beginian terus, cepat tobat aku." Aku bergumam sendiri. Memandangi uang pecahan seratus ribu itu.

Aku tersenyum mengingat wajah Abu gosok. Pemuda berwajah bersih dengan jambang tipis didagu sampai ke pipi. Ah! Kini imajinasi aku melayang jauh. Merasakan bagaimana jika Jampang itu menyentuh pipiku.

Hufh, Kiara kamu jangan ngimpi terlalu tinggi. Benar kata sopir usil itu, jika tak mungkin seorang ustadz tampan nan terkenal menikah dengan seorang pe la cur seperti dirinya. Sadar diri sepertinya lebih baik, tapi jujur hati ini begitu tertarik akan dirinya.

Apa aku akan menjadi punguk yang merindukan bulan?

Aku menjatuhkan bobot pada tempat tidur. Bahkan uang pun masih tergeletak di kasur. Membayangkan wajah sang ustadz tampan itu seolah menjadi candu. Manis senyumnya dan rupawan wajahnya. Aku menggigit bibir bawah, mengingat bagaimana tadi kejadian demi kejadian terlewati bahkan saat suaranya yang merdu menentramkan hati itu terdengar ditelinga.

Mungkinkah ia manusia paling sempurna yang pernah aku temui?

Aku teringat pada pemberian Ning Sukma. Langsung meraih paperbag itu dan membukanya.

"Masya Allah ...." Entah bagaimana kali ini aku menyebutkan keagungan Allah. "Ini mukena cantik banget."

Aku membolak-balikkan mukena putih dengan full bordil. Indah sekali, di hiasi dengan beberapa manik disekitar lubang wajah. Kuusap lembut, menciumnya dalam.

Entah sudah berapa lama aku tak memakai ini, yang artinya entah sudah berapa ribu kali aku ingkang untuk menyembah pada sang pemilik alam semesta.

Tak terasa air mata ini luruh. Berdoa dalam hati agar Allah segera membuka jalan tobat untuk dirinya.

"Mungkin Allah mengirimkan ini, agar aku ingat akan kewajibanku sebagai seorang muslim." 

Dalam hati aku berjanji mulai besok untuk salat. Entah Allah terima atau tidak salatnya orang hina dan kotor, itu jadi rahasia Allah.

***

Pagi hari ponselku berdering, sudah kutebak jika itu dari ibu.

"Halo, Bu, Ibu sehat?" tanyaku langsung.

"Alhamdulilah, Sum. Kamu sehat?" tanyanya. Ibu memang masih memanggil aku dengan sebutan Sumi, ya nama asliku Sumiati.

"Alhamdulilah juga, Bu. Bagaimana dengan Arif dan Intan? Sekolah lancar?" Aku mencari bahan obrolan sebelum akhirnya aku tahu tujuan Ibu menelfon adalah meminta uang atas suruhan ayah. Sengaja sepanjang telfon akupun tak menanyakan dia, aku yakin dia berada tepat disamping Ibu, mendengarkan kami berbicara.

"Ya sudah, Bu. Nanti aku transfer ya. Semoga dengan uang ini, ayah sadar dan berhenti berhutang untuk berjudi. Aku ingin punya Ayah yang waras dan memiliki kasih sayang untuk keluarganya!" Sengaja aku tekan dikata terakhir sebelum kumatikan.

Kadang rasa sesak didada, saat uang belum terpegang tapi Ayah memaksa untuk mengirim. Dengan alasan aku kabur dari kampung, ayah meminta aku mentransfer sejumlah uang setiap bulan jika tak mau aku dibawa pulang paksa dan kembali kepada juragan Komar. Tentu aku lebih memilih jalan itu, lebih memilih jadi Kupu-Kupu malam dari pada menjadi samsak hidup.

Kuhitung uang yang semalam di kasih oleh Abu gosok. Entah kenapa, aku merasa punya uang ini sangat berbeda dengan uang yang aku dapat dari laki-laki hidung belang.

Jika biasanya aku akan selalu royal saat menerima uang banyak, entah kenapa kali ini aku tenang, tak panas ataupun membuat gerah untuk segera membelanjakan uang itu.

Aku memilih keluar menuju bank untuk setor tunai. 

"Alhamdulilah," ucapku merasa lega.

Sore menjelang, seperti biasa tentunya aku bersiap untuk berangkat mangkal. Sebelumnya aku menghangatkan lauk yang semalam diberikan oleh Abu gosok. Nasi Kebul-kebul satu kotak juga beberapa lauk pauk yang juga sama satu kotak terpisah. Tadi siang nasinya aku habiskan dan kini tinggal lauk pauknya yang tersisa. Aku bergegas makan setelah mandi kemudian berdandan.

Cinta sudah duduk di cafe saat aku tiba, ia langsung mendekati aku.

"Hey, Kiara, semalam kamu kemana? Dicariin Mami Mawar tuh!" ujarnya langsung menujuk ke cafe dengan dagu.

"Semalam aku dapat orderan diluar, memangnya ada apa Mami Mawar mencari aku?" 

"Ada pelanggan tetap kamu itu, Bang Rozak!" Cinta berkata.

"Benarkah? Duh, males benar sama dia!" Aku mengerutu.

"Memangnya kenapa?" tanya Cinta. Dia memang tak pernah di booking olehnya, karena Bang Rozak lebih suka wanita yang masih muda. Umur kisaran dibawah tiga puluh tahun, sedangkan cinta sudah berusia tiga puluh lima.

"Memangnya kamu ngga tahu, kalau Bang Rozak itu terkenal kucir dan kikir. Gayanya aja selangit, mintanya daun muda tapi uangnya seret pisan! Males kan kalau sama orang yang begitu? Mana banyak maunya kalau di ranjang!" Aku mengatakan semuanya pada Cinta.

"Amit-amit orang begitu ya, Ra?"

"Makanya aku males, Cin. Mending kalau dia mau kesini, aku mau pulang saja deh." Aku beranjak untuk pergi. Cinta pun tak melarang. Ia tahu bagaimana perasaan kita saat pelanggan pelit dan kebanyakan maunya.

"Kiara tunggu!" Tiba-tiba suara Mami Mawar terdengar. Gawat ini, kalau sudah ketemu Mami auto maksa aku untuk melayani Bang Rozak.

Aku menghentikan langkah, siap-siap berdrama untuk meyakinkan Mami Mawar agar boleh kabur.

"Iya, Mam, ada apa?" tanyaku dengan wajah kubuat menahan sesuatu.

"Kamu semalam kemana? Di cariin Bang Rozak!" Cetusnya jutek seperti biasa. Wanita ini hanya akan tersenyum saat menerima lembaran uang, selebihnya menyeramkan seperti rentenir.

"Semalam aku pulang, Mam. Perutku sakit, ini juga mau pulang. Sudah dua hari ini aku diare, tadinya aku pikir udah mendingan mau berangkat karena tak punya duit juga, tapi ternyata perutnya masih ngga bisa dikompromi. Ini juga sudah di ubun-ubun, aku mau pergi dulu, Mam!" Aku segera berlari, bahkan memilih membawa handal hak tinggi ku, agar bisa lari lebih kencang.

Aku ngos-ngosan saat sudah kulihat Mami Mawar tak terlihat, kupastikan dulu agar dia tak mengikuti aku sampai rumah. Aku celingukan karena takut tiba-tiba Bang Rozak atau Mami Mawar menyusul.

"Sepertinya sudah aman, lebih baik aku pulang saja!" Aku bergegas untuk pulang dengan kaki telanjang. Terasa begitu sakit saat menginjakan kaki pada kerikil kecil. Aku memilih berjalan dipinggir trotoar agar tak terasa makin menusuk.

Saat tiba-tiba dipinggir trotoar yang tengah aku gunakan jalan ternyata licin dan aku terpeleset tepat saat itu sebuah mobil tengah melaju. Aku yang jatuh kejalan raya harus terbentur dengan badan mobil bagian samping. Tentu sopir pasti kaget dan banting setir kekanan walau nyatanya tetap saja aku terkena benturannya.

Aku merasa tubuhku guling-guling diatas aspal setelah merasakan sakit yang teramat dibagian kepala. Aku berusaha berdiri walau sangat sulit, melihat cairan merah menetes dari rambutku. Hingga terasa begitu lemas dan tak bertulang hingga akhirnya tak berdaya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pak Ustadz, Jadilah Imanku!   KEBAHAGIAAN (TAMAT)

    Aku memilih untuk segera keluar melangkah cepat, tapi sepertinya tangan Abu gosok lebih cepat menggapai tanganku."Kiara tunggu!" Abu gosok menahan tanganku, membuat aku terpaksa untuk berbalik arah. Aku sedikit meronta hingga ia melepaskan genggamannya.'dia pikir ngga sakit apa?'"Maaf, tapi Kiara aku mau bicara, jangan pergi dulu!" ujar Abu gosok dengan sedikit memohon. Aku melihat Ning Sukma yang memilih masuk ke dalam mobil."Kenapa ngga kejar dia dulu, Gus?" tanyaku dengan memegangi tangan yang sakit."Dia tidak penting, yang penting adalah kamu yang sudah lama aku cari!" Abu gosok berkata, tapi aku seperti ingin mendengar ulang ucapannya. 'ah, masa iya dia mencariku?'"Kita bicara didalam!" Ajaknya tanpa menunggu persetujuanku, dia itu memang begitu, di kira semua orang akan mau mengikutinya dengan iklas.Namun akhirnya aku pun memilih mengikutinya, masuk kedalam rumah yang cukup luas dengan beberapa orang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Disela kami melewa

  • Pak Ustadz, Jadilah Imanku!   Bertemu

    PoV Kiara"Itu kan mobil Abu dan yang keluar adalah Ning Sukma?" Aku terkejut kalau melihat Ning Sukma keluar dari mobil ditemani seorang sopir yang aku sendiri sepertinya baru melihat.Aku hampir menutupi wajahku, ketakutan jika Ning Sukma melihat aku berada di sini. Namun seketika aku sadar bahwa ning Sukma belum pernah melihat wajahku."Oh iya dia kan tak pernah melihat aku tanpa cadar, jadi Aku pastikan dia tak akan mengenaliku." Akhirnya aku untuk berdiri dengan percaya diri.Ning Sukma lihat anggun, dengan pakaian gamis lebar dan indah berwarna putih dipadukan dengan jilbab yang sama."Pak, apa ustadz Abu ada di dalam?" Pertanyaan Ning Sukma membuat aku mengkerutkan kening. Kenapa dia menanyakan abu gosok di sini?"Maaf, Mbak, Ustadz Abu tengah jalan-jalan bersama yang lain. Tadi bilangnya lari-lari kecil untuk membuat keringat. Tapi sampai sekarang belum kembali." Pak satpam menjawab, aku memilih untuk tetap di sana mendengarkan percakapan mereka.Ning Sukma terlihat bingung,

  • Pak Ustadz, Jadilah Imanku!   Ke rumah singgah

    PoV KiaraSepertinya aku harus bertahan di sini, Aku pun tak mungkin membiarkan Cinta tertipu oleh laki-laki semacam Farel. Aku sangat tahu jika dia hanya memanfaatkan Cinta, rasa sayangku pada dia, membuat aku memilih bertahan, walau dia mungkin sudah tak menginginkan aku tinggal.Hari ini tanpa aku ketahui, Cinta dan Farel ada di rumah, seperti biasa mereka akan berdua lama-lama di kamar. Aku pun memilih untuk tak mengganggu mereka, namun naasnya saat aku mengambil air minum satu gelas tersampar oleh tanganku hingga jatuh dan pecah."Ada apa?" Keluarlah Farel dengan hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya, bagian atasnya telanjang dada."Ini gelas tak sengaja aku senggol." Jawabku tanpa memperdulikan tatapannya. Aku berniat untuk segera masuk kamar, namun tangan Farel justru langsung memegang lenganku, membuat tubuhku seketika oleng dan jatuh tepat di dadanya."Farel, Kiara?!" Cinta keluar dari kamar dan mendapati aku dan Farel dengan posisi yang sulit aku jela

  • Pak Ustadz, Jadilah Imanku!   Tumbang Kembali

    PoV Abu.Atas izin Abah dan Umi, aku mendirikan rumah singgah bagi penderita HIV, di sana nantinya para ODHA bisa menyambung semangat dengan bersilaturahmi dan saling mendukung. Dengan demikian juga mereka bisa belajar, mengaji atau bahkan menghabiskan waktu dengan hal-hal yang positif.Meminimalisir diskriminasi terhadap para penderita ODHA (orang dengan HIV dan Aids) dengan mendirikan rumah singgah, berniat untuk membuat masyarakat tak memandang rendah atau bahkan tak mau mendekat atau berhubungan dengan mereka.Rumah singgah itu akan aku jadikan juga tempat untuk mengaji dan belajar ilmu agama. "Abah, akan dukung apapun yang kamu lakukan selama itu masih hal yang positif." Senang rasanya mendengar jawaban seperti itu dari Abah. Rasanya setelah mereka mengetahui apa yang aku sembunyikan selama ini, mereka tak sekalipun diskriminasikan atau membedakan. Bayangan-bayangan yang selama ini menghantui pikiranku ternyata tak terjadi sedikitpun."Terima kasih, Bah. Telah mendukung apapun

  • Pak Ustadz, Jadilah Imanku!   Tahu Diri

    PoV KiaraAku tiba di rumah Cinta saat hari sudah mulai malam, suasana lebaran di kota tentu sangat berbeda, jika di desa momen lebaran justru akan hingar-bingar dan ramai, berbeda dengan di kota yang justru terlihat lenggang.Ketuk pintu dengan perlahan, ucapkan salam dan tak menunggu lama aku pun mendapatkan jawaban."Waalaikumsalam sebentar!" Teriak Cinta, aku sangat hafal suaranya. Dia yang memang menjadi single parent, mungkin memilih tak pulang kampung, biasanya hanya anak-anaknya yang menyusul ke kota."Kiara?" Cinta terlihat sedikit kaget, namun kemudian segera membantu meraih tasku. "Kamu kenapa apa diusir oleh ibumu karena dia tahu tentang rahasiamu?"Aku menyempitkan mata, kenapa tebakan Cinta begitu benar atau ...."Maafkan aku ya Kiara, aku pagi tadi menelpon, tanpa tahu jika itu bukan kamu yang mengangkat Aku mengatakan dan mengabari jika ARV mu sedikit terlambat, namun ternyata justru ibumu yang bersuara dan menanyakan tentang hal itu, itu aku tak bisa berbohong lagi da

  • Pak Ustadz, Jadilah Imanku!   Lamaran dikembalikan

    PoV AbuNing Sukma menggeleng, sepertinya ia tak percaya dengan apa yang aku katakan."Jangan bercanda, Gus. Ini tak lucu, mana mungkin kamu memiliki masa lalu yang buruk hingga sampai tertular virus itu. Virus yang dianggap aib sebagian orang tak mungkin singgah pada orang suci seperti kamu, Gus!" Ning Sukma masih mencoba tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Tapi nyatanya ini semua fakta, jika boleh memilih aku pun menginginkan jika semua ini hanya mimpi."Tidak, Ning. Ini semua bukan candaan apalagi lelucon, ini semua adalah kenyataan yang harus kamu tahu sebelum benar-benar menjadi istriku." Aku meyakinkan, lihat mata Ning Sukma kini sudah berkaca-kaca.Iya masih saja terus menggelengkan kepala, namun tak lama ia memilih mundur beberapa langkah dan kemudian membalikkan badan hingga keluar dari ruangan itu dengan keadaan menangis.Aku pasrah, apapun keputusannya nanti aku akan menerima dengan senang hati.Setelah keluarnya Ning Sukma, Umi langsung masuk. Aku yakin mereka pun pas

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status