Share

Paket Cinta untuk Calon Mama
Paket Cinta untuk Calon Mama
Penulis: Alina Tan

Bab 1

"Clay! Hati-hati! Disana licin loh!"

Davina berlari tergopoh-gopoh mengejar seorang bocah laki-laki berusia enam tahun yang berlari tak jauh darinya. Anak gemuk itu tampak begitu senang bermain dengan Davina.

Belumlah lima menit dari kata-kata Davina diucapkan, bocah bernama Clay itu jatuh tersungkur karena terpeleset. Alhasil, Clay menangis begitu kencang dan membuat Davina berseru kaget.

"Clay!" Seru Davina panik sambil berlari mengejar Clay.

Davina langsung menggendong Clay dalam pelukannya. Berusaha menenangkan anak itu agar tidak menangis lagi. Namun Clay malah makin menangis di dalam pelukan Davina. Jari-jarinya yang pendek dan gemuk meremas baju Davina karena menahan sakit.

"Sakit sekali, Miss." Ucap Clay lirih.

Davina dengan cekatan membawa Clay masuk ke dalam klinik sekolah. Ia mendudukkan anak laki-laki itu di kasur pasien dan segera mencari kotak P3K untuk mengobatinya.

"Sabar ya, Clay. Miss Davina akan segera mengobati kamu. Miss janji nanti Clay tidak akan kesakitan lagi." Ujar Davina dengan suara yang lembut.

Sambil tersedu-sedu, Clay meringis kesakitan sementara Davina mengobati lukanya. Beberapa menit kemudian, luka itu telah diplester dengan baik oleh Davina. Wanita itu lalu kembali menggendong Clay dan tersenyum sumringah. Tangannya meraih sebuah lolipop yang ada di meja klinik.

"Karena Clay sudah jadi anak baik, Miss akan kasih Clay permen ya!" Seru Davina ceria.

Bocah gendut itu tersenyum menyeringai mendengar iming-iming lolipop atas kepatuhannya. Tangannya yang gemuk meraih lolipop warna warni itu dan segera melahapnya ke dalam mulut. Clay tertawa bahagia dan langsung memeluk Davina dengan senang.

"Clay sayang Miss Davina!" Seru Clay bahagia.

Davina tertawa renyah. Ia balas memeluk anak gendut dalam gendongannya itu.

"Miss juga sayang sekali sama Clay!"

***

Bel sekolah baru saja berbunyi. Davina segera menutup pelajarannya hari ini dan mengingatkan murid-muridnya untuk tidak melupakan pekerjaan rumah mereka. Wanita itu dengan lincah menghadapi setiap anak muridnya dan mengajak mereka bernyanyi bersama. Lagu penutup untuk mengakhiri kelas mereka hari ini.

"Mari pulang! Marilah pulang! Marilah pulang! Bersama-sama!" Seru anak-anak mengakhiri lagu mereka.

Setelah lagu selesai dinyanyikan, satu persatu anak lima tahun di kelas Davina berbaris keluar dengan rapi. Mereka mencium tangan Davina, melambaikan tangan, dan segera keluar dari kelas. Satu persatu anak lalu menghampiri orangtua mereka masing-masing.

Namun hingga kelas menjadi sepi, satu orang anak tidak kunjung berdiri. Clay masih duduk sendirian di ruang kelas dengan wajah yang murung. Davina yang melihat hal itu langsung menghampiri Clay dengan wajah khawatir.

"Ada apa, Clay? Kenapa kamu belum pulang?" Tanya Davina lembut.

Clay mengerucutkan bibirnya. Pertanda bocah itu sedang merajuk.

"Papa Clay tidak bisa jemput Clay, Miss. Jadi Clay harus menunggu lagi." Ujar Clay dengan nada sebal.

Davina tertawa renyah. Bocah yang satu ini memang selalu bertingkah menggemaskan. Selain karena tubuhnya yang gembul dan pipinya yang tembam, Clay seringkali mengoceh seperti orang dewasa yang kehabisan kesabaran.

"Jangan marah dong, Clay. Bagaimana kalau Miss Davina ajak Clay main sampai Papa Clay menjemput Clay? Mau?" Ajak Davina dengan riang.

Clay sontak tersenyum sumringah. Memamerkan deretan giginya yang kecil dan putih. Bocah gendut itu langsung berdiri dan menarik tangan Davina.

"Ayo, Miss! Kita main lagi!" Seru Clay bersemangat.

Davina mengangguk ceria. Ia mengikuti bocah itu ke taman bermain sekolahnya. Clay dengan semangat menaikki perosotan dan permainan lainnya. Sementara Davina tertawa ceria sembari mengajak Clay bermain.

Sejak dulu ia memang selalu menyukai anak-anak. Karena itu, Davina memilih kuliah di jurusan Pendidikan Anak Usia Dini dan menjadi guru TK saat lulus. Beruntungnya Davina, ia bisa bekerja di salah satu TK Swasta terbaik di Jakarta. Dan karena itu pula ia bisa bertemu dengan anak-anak yang lucu dan pintar ini.

Davina dan Clay begitu asyik bermain hingga tanpa sadar, satu jam telah berlalu. Clay berjalan terseok-seok dengan wajah dramatis sembari menghampiri Davina. Wanita itu menatap Clay dengan bingung.

"Ada apa, Clay?" Tanya Davina khawatir.

"Clay lelah sekali, Miss. Sepertinya Clay akan menjadi kurus kalau bermain terus." Gerutu Clay yang malah membuat Davina tertawa terbahak-bahak.

Davina langsung menggendong Clay dan mencubit pipinya dengan gemas. Ia memutuskan untuk ikut dalam sandiwara Clay yang entah sudah mencapai episode keberapa.

"Astaga! Kalau Clay menjadi kurus, nanti tidak akan ada yang mengenali Clay lagi! Kalau begitu Miss Davina harus menyelamatkan Clay sekarang!" Seru Davina bersemangat.

Davina lalu mengeluarkan sebungkus cokelat dari sakunya. Ia memberikan makanan itu kepada Clay yang menyambutnya dengan mata berbinar. Tangan Clay yang gemuk meraih cokelat itu dan langsung membuka kemasannya tanpa ragu. Dalam hitungan detik, cokelat itu sudah masuk ke dalam mulut Clay. Pipi anak itu bahkan menggembung karena makan dengan begitu cepat.

Clay lalu duduk di bangku taman sekolahnya. Mulutnya sibuk mengunyah cokelat tersebut seolah ia harus mengembalikan energinya yang terbakar karena bermain. Davina lalu ikut duduk di samping Clay dan tersenyum bahagia melihat bocah itu. Tangannya terulur dan mengelus kepala Clay dengan lembut.

"Anak pintar! Miss Davina sayang sekali sama Clay!" Puji Davina dengan tulus.

Clay mendongak dan melihat ke arah Davina. Senyumnya menyeringai menampakkan deretan giginya yang ditutupi cokelat.

"Clay juga sayang Miss Davina!" Seru Clay sambil memeluk Davina.

Keduanya berpelukkan dengan hangat hingga akhirnya sebuah suara menyadarkan mereka. Suara seorang pria yang membuat Clay menjerit senang. Matanya berbinar ketika menyadari sosok ayahnya yang sudah datang menjemput.

Bocah gendut itu langsung berlari menghampiri ayahnya yang datang dengan menggunakan kemeja dan celana dasar. Sepertinya pria itu baru saja pulang dari rapat atau acara penting khas CEO.

"Papa!" Seru Clay berlari menghampiri ayahnya.

Pria itu langsung tersenyum cerah dan mengangkat Clay dalam gendongannya.

"Anak Papa! Bagaimana sekolahnya hari ini?" Tanya pria itu ceria.

"Senang sekali, Pa! Tadi Miss Davina kasih Clay banyak sekali makanan!" Seru Clay dengan penuh semangat.

"Oh, bagus dong kalau begitu! Clay harus bilang apa sama Miss Davina?" Tanya pria itu lagi.

"Terimakasih, Miss Davina cantik!" Seru Clay yang membuat Davina tertawa renyah.

Pria itu lalu melihat ke arah Davina yang berdiri tak jauh dari mereka berdua. Wanita itu tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya sedikit.

"Terimakasih untuk hari ini, Miss. Saya dan Clay pamit dulu." Ujar pria itu sopan. Sepersekian detik kemudian, pria itu sudah berbalik dan pergi meninggalkan taman kanak-kanak tempat Davina mengajar.

Davina melambaikan tangannya dengan riang karena Clay yang masih menoleh ke arahnya. Beberapa menit kemudian, Clay dan ayahnya sudah menghilang bersama dengan sedan mereka yang melesat jauh.

Davina menghela nafas bahagia dan sedikit meregangkan tubuhnya. Ia lalu berjalan memasukki sekolahnya lagi dan mulai membereskan kelas tempat ia mengajar. Rutinitas yang selalu ia lakukan setiap hari selama tiga tahun terakhir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status