Share

Paku Emas di Kepala Istriku
Paku Emas di Kepala Istriku
Author: El Habib Khan

Part 1

Bahagia.

Itu yang dinginkan siapapun dalam rumah tangganya. Hidup berkecukupan adalah salah satu hal yang paling utama dari kebahagiaan itu. Begitu juga bagiku, seorang wanita biasa yang pernah mengalami hal pahit dalam masa lalunya. Karena peliknya kehidupan, aku harus dijual kepada lelaki hidung belang di tempat maksiat itu. 

Masih ingat benar.

Bagaimana lelaki tidak berhati yang pernah jadi suamiku, tega menipu dengan mengantarkan ke tempat yang bahkan tidak pernah satu kalipun menginjakkan kaki di sana. Semua itu ia lakukan hanya demi memiliki uang untuk kesenangan belaka. Mabuk-mabukan dan hal maksiat lainya. Pedih, rasanya sangat pedih bagiku saat mengingat masa-masa itu. Aku dijual ke beberapa orang pria, dengan nilai uang yang sesungguhnya tidak pantas bagi seorang manusia. 

Aku ditinggalkan olehnya dengan lelaki beberapa lelaki hidung belang yang telah siap memangsaku, bagai binatang yang kelaparan. Bahkan yang paling pedih, Suamiku tidak tahu bahwa saat itu diri sedang mengandung anaknya, hamil muda. Pahit, sungguh pahit kejadian malam itu bila terlintas kembali di pikiran ini. Hingga akhirnya, bunuh diri adalah jalan terbaik bagi semua itu.

Sebuah pohon kayu besar di jalanan hutan, adalah saksi bagaimana aku menghabisi diri sendiri dengan menggantung leher ini hingga tidak lagi bernyawa. Malam yang menyakitkan.

**********************

Setelah beberapa waktu.

Aku ditangkap seorang dukun tua bernama Mbah Joko. Ia adalah salah satu orang pintar yang membuatku kembali menjadi manusia. Setelah beberapa bergentayangan mengganggu warga yang melintas di hutan.

Semua kembali nyata.

Kehidupan yang pernah kuakhiri dengan kepahitan, kini berjalan dengan semetinya. Layaknya dulu ketika masih hidup. Hingga akhirnya, aku bertemu dengan Mas Arya yang bekerja sebagai pengusaha kayu di hutan. Sejak pandangan pertama, ia sudah kagum akan kecantikan ini. Hingga akhirnya memutuskan untuk melamarku pada Mbah Joko, yang saat itu dianggap sebagai Ayah angkatku.

Pernah.

Mbah Joko pernah mengingatkannya akan banyak terjadi problema nantinya, jika ia tetap bersikukuh untuk menikahiku. Tetapi memang, cintanya begitu besar hingga tidak gentar akan apapun yang akan dihadapi nantinya. 

Kami pun menikah.

Aku dibawa ke kota oleh Mas Arya, untuk melaksanakan akad nikah seperti pada umumnya. Di sana, aku bertemu keluarga besarnya. Keluarga yang hidup dengan penuh kemewahan. Rumah layaknya istana dengan lantai mengkilap layaknya cermin, membuatku seakan menjadi wanita paling beruntung saat itu. Mungkin, banyak wanita yang sangat mengiginkannya.

Tetapi salah.

Hal itu hanya sebatas anganku saja. Kebahagiaan yang pernah dibayangkan justru tidak pernah ada. Di rumah semegah ini, aku diperlakukan sama seperti pembantu. Mereka, Ibu dan kedua Adik Mas Arya menganggapku sebagai keluarga hanya ketika ada Suamiku. Setelahnya pahit. Bahkan aku tidak boleh tidur di kamar ketika tidak ada Mas Arya.

Mereka menyuruhku tidur di kamar belakang, kamar yang khusus untuk pembantu. Di kamar itu, aku dan Mbak Ratih yang bekerja sebagai pembantu tidur bersama. Kamar yang hanya berukuran kecil, hanya muat untuk satu buah tempat tidur dan lemari saja. Berbeda dengan kamarku dengan Suami. Jauh berbeda.

**************

"Selesai makan, kamu cuci piring. Lalu bantuin Mbak Ratih membersihkan halaman. Jangan cuma tahu makan saja, kamu di sini cuma menantu!"

"Iya, Neng," sahutku sambil berusaha menelan nasi yang ada di mulut.

Lagi.

Siska kembali melontarkan ucapan pahit itu padaku, ketika sedang makan di dapur. Tanpa menatap saat berbicara, ia langsung pergi.

Baru beberapa menit ia berbicara, kembali suara teriakan kudengar dari arah ruang tamu. 

"Woy Mbak Diana! Sudah selesai cuci piring apa belum? Cepat dong! Jangan malas. Timbang makan doang lama amat!"

"Sudah siap, Neng. Ini mau ke depan," teriakku.

"Haaa? Mana mungkin!"

Mendengar itu.

Siska segera kembali ke dapur, kemudia melihat semua piring yang tadi berserakan sudah tersusun rapi hanya dalam waktu sekejab. Sedangkan aku, kini sudah berdiri di depan pintu untuk segera ke depan membersihkan kebun.

"Secepat ini ...," gumamnya keheranan.

Berpura tidak mendengar, akupun langsung berjalan sambil berkata dalam hati.

"Kamu memang manusia, Sis. Tetapi belum pernah menjadi hantu, sepertiku ...."

××××××××

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status