Share

5. Jadi Papa

last update Last Updated: 2024-11-18 20:31:27

Melihat Jessica masuk dalam keadaan menangis. Anehnya, dada Michael terasa amat sesak sekarang. Terlebih panggilan tadi, membuat ia merasa sedikit senang. Ada getaran aneh juga merayap ke dalam relung hatinya sekarang. Sebuah getaran yang tak dapat Michael jelaskan melalui kata-kata. Dengan cepat Michael melepaskan tangan Moon.

Sementara Moon langsung menoleh dengan kening berkerut kuat. Sorot matanya yang semula menyala-nyala langsung redup bak disiram air sejuk.

Mendengar Jessica memanggil pria aneh bin gila itu dengan sebutan 'papa' barusan. Hati Moon mendadak perih seolah-olah ada benda tak kasat mata menikam organ dalamnya tersebut. Sekarang, mata Moon mulai tampak berkaca-kaca.

Moon perlahan mendekati Jessica, yang masih menangis tersedu-sedan.

"Jessica dia bukanlah Papamu, sadarlah Nak, laki-laki gila ini orang asing ...."

Lidah Moon mendadak kelu. Tangisan Jessica begitu menyayat-yayat hatinya sedari tadi. Memang lah benar, sedari kecil Jessica menginginkan seorang ayah. Lelaki yang dia sendiri pun tidak tahu siapa namanya. Lelaki yang selama ini bagi Moon tidak pantas disebut seorang ayah!

Memikirkan hal itu, suasana hati Moon jadi semakin buruk. Karena lelaki tersebut membuat hidupnya hancur dalam sekejap.

"Tidak, Paman itu bukan orang gila! Dia Papaku!" Gadis mungil berambut panjang itu berteriak sangat kencang hingga mukanya terlihat mulai merah karena terlalu keras menangis.

"Benar Jessica, dia hanya pria asing yang membantu kita tadi, jangan aneh, dia bukan Papa kita, Papa kita sudah berada di surga." Jason cepat-cepat masuk ke dalam, berusaha membantu mamanya untuk menenangkan sang adik. Tidak hanya Moon, Jason pun ikut tersiksa dengan tangisan Jessica.

Selama ini Jessica jarang sekali menangis. Bisa dihitung menggunakan jari seberapa banyak dia menangis. Adiknya itu tipikal anak yang periang dan memang lebih banyak berbicara ketimbang dirinya. Namun, tepat di pagi ini, adiknya menangis sambil sesenggukan, seolah-olah akan kehilangan seseorang. Jason pun tak mengerti mengapa adiknya itu cepat sekali akrab dengan pria asing tersebut.

"Paman itu Papaku, Mama jahat!" teriak Jessica lagi.

Membuat darah Moon mendidih kembali. Wanita bertubuh kurus itu alihkan lagi pandangan ke arah Michael.

"Ini semua salahmu! Keluar kau dari sini!" jerit Moon. Kemudian maju beberapa langkah hendak menyeret Michael.

"Tidak!" Namun, Jessica sudah terlebih dahulu menyentuh Michael. "Jangan pergi Pa! Jessica mohon jangan pergi ...."

Pupil mata Michael lantas melebar tatkala gadis mungil itu memeluk kedua kakinya seketika. Ada getaran aneh lagi merasuk tubuhnya.

"Jessica, dia bukan Papamu," kata Moon kembali dengan sorot mata mulai sendu.

Jessica menggeleng cepat sambil memeluk erat-erat kedua kaki Michael. Air matanya semakin mengalir dengan sangat deras sekarang, membasahi seluruh wajahnya, sampai-sampai hidungnya pun ikut merah.

"Paman, harus jadi Papa Jessica! Jangan pergi. Jessica sayang Papa," ucap Jessica dengan suara sedikit bergetar.

Michael tak menyahut, malah menoleh ke bawah dengan sorot mata memancarkan kesedihan.

Saat tak ada jawaban, Jessica perlahan mendongakkan wajah, menatap lekat-lekat wajah pria yang tampak pucat.

"Paman, jadi Papaku ya! Jessica mohon!" terang Jessica lalu kembali menelusupkan wajah di sela-sela kedua kaki Michael. Detik itu pula, tangis Jessica semakin pecah. Membuat Moon dan Jason tanpa sadar mulai menitikkan air mata.

"Iya, iya, Paman akan jadi Papamu," kata Michael, perlahan membungkukkan badan kemudian mengangkat tubuh mungil Jessica.

Jessica langsung tersenyum sumringah. Kendati demikian, air mata masih jatuh dari pelupuk matanya sejak tadi. Akan tetapi, sorot mata gadis mungil itu kini tampak bersinar terang. Berbeda sekali dengan Moon, justru mengepalkan kedua tangan, menahan amarah dengan interaksi Jessica dan pria tak yang dikenalnya itu.

"Yei, mulai sekarang Jessica punya Papa, Papa jangan pergi ya," ungkap Jessica sambil menaruh kepalanya di pundak Michael.

Michael mengulum senyum lalu mengelus pelan pipi Jessica.

"Sudah jangan menangis lagi, kalau menangis terus nanti Papa pergi," kata Michael kemudian melirik Moon seketika.

Namun, sebuah tatapan dingin yang Michael dapatkan. Michael tentu saja tahu ibu dari anak yang digendongnya ini tengah menahan diri untuk marah. Michael tak peduli, memilih memeluk Jessica erat-erat.

***

Sementara itu, di Rusia, kota Moskow. Tepatnya di mansion mewah dan luas, serta dikelilingi dengan pagar-pagar tinggi nan menjulang. Terlihat lah pria berwajah bengis dan bermata elang melangkah cepat ke dalam satu ruangan, diikuti seorang pria berambut blonde di belakangnya.

Wajah pria berambut blonde itu terlihat kusut dengan kantung mata menghitam di bawah matanya. Sorot matanya memancarkan ketakutan pula. Dengan tubuh sedikit bergetar, dia sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat rumah dalam keadaan sepi, hanya beberapa asisten rumah yang lalu lalang di sekitar, tengah menjalankan tugasnya, dan beberapa bodyguard berdiri di sudut-sudut ruangan.

"Duduklah, anggap saja ini rumahmu," titahnya setelah sampai di ruangan bernuansa gelap, di mana semua dinding berwarna hitam. Ada banyak patung aneh terlihat dan lukisan-lukisan aneh terpajang di dinding.

Lelaki berambut blonde itu mengangguk samar. Namun, kakinya tak kunjung dia gerakkan. "Tidak usah Tuan, aku berdiri saja."

Lelaki bermata hijau menyeringai sejenak, perlahan menjatuhkan diri di sofa sambil mengarahkan mata elangnya pada pria berambut blonde.

"Kau yakin? Apa kau tidak lelah? Kau kan baru saja datang. Sudah, duduklah, hari ini suasana hatiku sedang baik, apa kau menolak perintahku?" Setiap kata-kata yang dikeluarkan terdengar tajam, hingga menusuk indera pendengaran pria berambut blonde sekarang.

Tidak hanya itu, atmosfer di sekitar pun mendadak mencekam hingga membuat seluruh tubuh pria berambut blonde mulai bergetar hebat. Padahal lelaki bermata hijau itu memandang dengan mimik muka datar sejak tadi. Pria tersebut memiliki aura yang sangat menakutkan.

Dengan susah payah, pria berambut blonde menarik napas lalu berkata,"Baik Tuan, terima kasih atas tawarannya."

Dia mulai menggerakkan tubuh hendak menjatuhkan diri di sofa. Akan tetapi, perkataan sosok di hadapannya ini membuat gerakan anggota tubuhnya seketika terhenti.

"Aku tidak ada bilang duduk di sofa, duduk lah di lantai!" titahnya tiba-tiba.

Lelaki berambut blonde itu tampak serba salah. Mau tak mau duduk di lantai sambil meneguk ludah dengan susah payah.

"Jadi dia sudah mati, 'kan?" Lelaki bermata hijau tiba-tiba bertanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yulie Syaifudin
gara2 Jessica, aku ikutan nangiss
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   62. Sadarkan Diri

    Setelah berkata demikian, pupil Moon kian melebar. Dia baru sadar perkataannya tadi membuat air mata Jessica semakin tumpah. Saat ini, tangis Jessica terdengar pecah. Dia memukul-mukul badan mamanya. Moon pun berusaha menangis pukulan anaknya itu."Huuaa, Mama jahat! Itu Papa Jessica!" seru Jessica dengan air mata membasahi kedua pipinya. Melihat adiknya menangis, Jason hanya dapat terdiam. Memandangi adiknya dengan tatapan nanar. Tangisan Jessica membuat dadanya terasa sesak pula. Berbeda dengan Moon menarik napas berat dan berkata,"Jessica, mengertilah Nak, dia memang bukan Papamu, sekarang ayo kita pergi dan lupakan Uncle Michael ya.""Nggak mau! Itu Papa Jessica! Jessica kangen sama Papa!" seru Jessica, kemudian menoleh ke arah pintu. Bocah perempuan itu hendak kabur dan mencari Michael keluar. Namun, pergerakannya kalah cepat, Moon berhasil menangkap pergelangan tangannya.Dengan sekuat tenaga Jessica memberontak. Akan tetapi, berakhir sia-sia. Tenaganya tak sebanding dengan

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   61. Tak Mau Mengusik

    Melihat pemandangan di depan, dengan sigap Moon mengalihkan pandangan ke samping. Sampai saat ini Moon tidak bisa menghilangkan perasaannya terhadap Michael. Namun, dia tahu diri, lelaki yang dia cintai telah memiliki istri dan anak. Dia tak mau menjadi orang ketiga di hubungan Michael dan Clara. Masih berdiri di situ, melalui ekor matanya, Moon dapat melihat Michael mengendurkan pelukan. Pasangan suami istri itu saling bersitatap satu sama lain. Moon memutuskan perlahan-lahan memundurkan langkah kaki, hendak keluar dari ruangan. Berlama-lama di sini membuat dada Moon bergemuruh kuat. "Clara bukankah sudah kukatakan untuk menunggu di dalam mobil?" tanya Michael. Tak menyadari bila Moon telah berhasil keluar dari mansion, dia mengendap-endap di antara kepulan asap, melewati kumpulan manusia di sekitar yang sudah menjadi mayat. Kembali ke dalam, Clara tak langsung menjawab, perhatiannya malah tertuju pada luka tembakan di perut Michael. Terlihat darah masih mengalir pelan dari permu

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   60. Menolong

    Mata Moon langsung melebar kala melihat Michael tertembak. Dia pun segera melontarkan timah panas pada David dan Maximus secara bergantian, sambil berdiri di depan Michael saat ini. Julian tak tinggal diam. Dia yang semula terduduk lemas di lantai, berdiri dengan cepat sambil ikut menembak dan menghampiri Michael yang tengah memegang perutnya sekarang. "Moon, kenapa kau ada di sini? Kau bisa menembak?" tanya Michael tanpa mengalihkan pandangannya pada Moon. Kedatangan Moon, membuat Michael sangat terkejut tadi. Sebelum menjawab, Moon mendengus kasar sejenak. Dia tak berniat menghentikan tembakan ke sisi Maximus dan David yang sekarang tampak kewalahan karena diserang dari segala arah, bukan hanya dia yang menembak, Julian dan anak buah Michael ikut menembak ke arah mereka. "Aku ingin membantumu Michael. Ya, aku bisa menembak, dulu saat aku menjadi model, pernah mengikuti klub tembak, sudahlah jangan kau pikirkan, sebaiknya kau keluar sekarang, aku akan membunuh Maximus!"

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   59. Penyerangan Balik

    Begitu mendengar suara yang tidak asing di atas, rahang Maximus langsung mengetat. Dia mengabaikan asap putih akibat ledakan tadi yang mulai masuk ke ruangan perlahan-lahan sekarang. Para anak buah Maximus lantas memandang satu sama lain, bersiap-siap untuk mendengarkan perintah dari Maximus. "Anak kurang ajar! Berani-beraninya dia!" umpat David mengepalkan tangan erat-erat. Maximus lantas mendengus kasar. "Kalian cepat berpencar, bunuh semua anak buah Michael, aku akan naik ke atas sekarang!" perintah Maximus sambil melirik David sekilas. Mereka pun berjalan ke salah satu sudut pintu rahasia ke sisi kanan. Diikuti Maximus dan David melangkah ke pintu rahasia yang lainnya. Sementara itu, di antara puing-puing rumah akibat ledakan bom tadi, Michael sedang berpencar ke seluruh ruangan, mencari keberadaan Maximus. Julian dan anak buah Michael yang lainnya pun melakukan hal yang sama. "Tetap waspada, aku yakin pria itu sedang bersembunyi,"kata Michael sambil menatap ke arah Julian.

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   58. Berita

    "Kau yakin di sana aman?" balas Michael mencoba mengikuti saran dari Clara. "Sangat aman, Michael. Kau tenang saja, di sana lebih aman, daripada di sini." Clara tiba-tiba mengalihkan mata ke arah Moon sekilas. "Rasanya sangat aneh bila ada seorang wanita tinggal bersamamu Michael."Michael enggan menanggapi, memilih memusatkan perhatian pada Moon. Berbeda dengan Moon, perkataan Clara terasa seperti sebuah sindirian halus baginya. Menurut Moon, itu hal yang wajar, yang dilakukan oleh Clara. Ia rasanya tak mau meminta pertolongan pada pasangan suami istri ini. Namun, posisinya sekarang tidak baik. Terlebih, nyawa kedua anaknya dalam bahaya besar. "Bagaimana Moon? Kau mau tinggal di sana bersama si kembar?" tanya Michael seketika. Moon tersenyum getir. "Boleh, yang penting Jessica dan Jason aman.""Baiklah keputusan sudah dibuat, Julian siapkan semua keperluan Moon dan si kembar, jangan sampai orang tahu keberadaan mereka," kata Michael kembali. Julian mengangguk. Tak berselang lama

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   57. Panas

    Moon mematung di tempat ketika tiba-tiba dari pintu lain muncul sosok yang amat dia kenali, Omar, adik tirinya. Dulu, ketika tinggal bersama Omar dikenal suka membuat ulah dan kerap kali menganggunya. Kini, pria berperawakan tinggi dan besar itu berjalan cepat ke arah si kembar sambil menodongkan pistol."Hai Moon, sudah lama tidak berjumpa, kau semakin cantik saja," kata Omar dengan seringai tajam membentang di wajah. Melihat hal itu, napas Moon mendadak tercekat. Kedua anak kembarnya dalam bahaya besar sekarang. "Lepaskan anak-anakku Omar! Apa maumu hah?!" teriak Moon, mencoba menggerakkan kaki. "Eits, jangan bergerak, jika kau maju selangkah lagi aku tidak akan segan-segan membunuh keponakanku yang lucu ini," ucap Omar. Setelah itu cepat-cepat menutup mulut Jessica dan Jason dengan lakban.Beberapa hari sebelumnya, Omar diperintahkan kedua orang tuanya untuk menculik Moon. Dia akan mendapatkan uang yang sangat banyak bila berhasil membawa Moon. Omar hampir saja putus asa karen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status