Share

Bab 15

Membantunya?

Delis langsung menyeka air mata di pipinya, berbalik dan dengan marah berteriak pada pria di tangga,

“Membantunya harus memeluknya dengan begitu erat, sampai harus menciumnya?”

“Jelas-jelas kamu menyukainya. Kalau kamu mengakui suka pada wanita cantik, tak ada yang mengatakanmu brengsek, karena itu memang sifat alamiah seorang pria.”

“Kamu suka padanya. Kalau tidak, kamu juga nggak akan membawanya pulang. Ini adalah rumah pernikahan kita, rumah yang kamu beli untukku. Apa kamu merasa sangat seru melakukan hal-hal itu dengan wanita lain di rumah pernikahan kita?”

“Delis.”

Kelven dengan keras memotongnya, “Sepertinya kamu nggak belajar dari pengalaman. Kalau kamu suka membuat keributan tanpa alasan, kamu bisa pergi saja. Setelah pergi, jangan mencoba kembali lagi.”

Kelven benar-benar marah, emosinya terasa sangat kuat.

Tadi karena Herli hampir jatuh, jadi dia hanya membantu menopangnya.

Kenapa bisa berubah menjadi berciuman seperti yang Delis katakan?

Menyimpan wanita yang begitu tidak patuh hanya akan menambah beban di hatinya.

Delis sangat sedih, dadanya sangat sesak.

Dia hampir merasa tak dapat bernapas, merasa hancur dan ditinggalkan oleh seluruh dunia.

Delis menarik napas dengan kuat, menatap pria yang berdiri tegak di depannya dengan mata penuh air mata dan penuh kekecewaan dia berkata,

“Iya, aku pergi. Lagipula kamu sudah nggak butuh anak, apalagi aku hanya menjadi alat pengganggu kalian. Aku akan memberikan ruang untuk kalian berdua. Aku pergi!”

Air mata mengaburkan pandangannya, tetapi tidak bisa menghalangi keputusan hatinya untuk pergi.

Delis berbalik dan berlari keluar dari halaman, menghilang dari pandangan Kelven.

Kelven mengangkat tangannya, seolah ingin menghentikannya, tetapi karena keangkuhannya, akhirnya dirinya tidak mengalah.

Kelven sangat kesal, dengan pukulan yang keras, Kelven memukul dinding di sebelahnya.

Beberapa saat kemudian, Kelven kembali melihat ke arah Delis menghilang, lalu mengambil ponselnya dan menelepon asistennya.

Asisten langsung menjawab, “Pak Kelven.”

“Pergi cari Delis, berikan sejumlah uang padanya. Jaga dia dengan baik.”

“Baik.”

Usai matikan telepon, Kelven kembali ke ruang tamu.

Herli duduk di atas sofa, mendengar jelas pertengkaran keras mereka.

Dengan bangga, dia menajamkan sudut bibirnya, tatapan matanya sangat angkuh.

Seorang mahasiswa yang belum berpengalaman dalam urusan cinta berusaha merebut pria darinya, usianya masih terlalu muda untuk itu.

Kelven duduk di samping Herli dan bertanya dengan serius, “Harus tinggal di sini?”

Kelven juga tahu bahwa rumah ini adalah rumah pernikahan yang dibelinya untuk Delis. Memang tidak pantas untuk membiarkan wanita lain tinggal di sini.

Herli malah menangis dan bertanya, “Kelven, apakah ini menyulitkanmu?”

“Aku kembali ke sini hanya ingin hidup dengan Delis dengan damai. Kalau kamu merasa aku nggak seharusnya tinggal di sini, aku akan pergi.”

Herli berpura-pura meraba-raba untuk berdiri, sengaja menabrak meja di depannya saat berjalan.

Melihat Herli hampir terjatuh lagi karena menabrak meja, Kelven dengan cepat menahannya dan membantunya duduk kembali. “Sudahlah, di mana pun saja saja. Tinggal saja di sini.”

“Kelven, kamu benar-benar menyukai Delis? Menyukainya sampai kamu nggak rela berpisah dengannya dan bercerai dengannya?”

Kelven tidak menjawab.

Kelven tidak menyangkal bahwa Delis memang menduduki tempat yang sangat penting dalam hatinya.

Namun, sifat Delis yang kekanak-kanakan membuatnya merasa sangat lelah.

Kelven membungkuk, dengan lengan bertumpu di atas lututnya, menundukkan kepala dengan frustasi. Tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan dua wanita ini.

Herli menangis dan berkata dengan penuh pengertian,

“Kelven, semua ini salahku. Kalau bukan karena aku kehilangan hak untuk menjadi ibu, nggak ada yang mau denganku, aku juga nggak akan datang mencarimu dan menghancurkan pernikahan kalian.”

“Semua salahku. Kalau saja waktu itu aku nggak sengaja menabrak mobilmu, kamu juga nggak akan … “

“Cukup Herli, semuanya salahku. Aku sudah bilang akan bertanggung jawab padamu, aku pasti akan melakukannya,” ujar Kelven.

Seketika Kelven seperti sudah memutuskannya. Kelven mengeluarkan surat perjanjian perceraian yang sudah dia siapkan dari laci dan dengan suara serius dia berkata,

“Aku akan segera bercerai dengannya.”

Jika pada akhirnya harus bercerai, lebih baik diselesaikan lebih awal.

Jika ditunda seperti ini, tidak akan baik bagi siapapun.

Melihat Kelven mengeluarkan surat perjanjian perceraian, jelas Herli kaget dan bahagia.

Sepertinya tidak perlu menunggu dua tahun.

Mungkin saja beberapa hari kemudian, dia sudah menjadi Nyonya Rosli.

Delis berjalan tanpa arah di jalanan, air matanya telah kering dan hatinya juga sudah mati rasa.

Dalam keheningan, dia teringat pertama kali bertemu dengan Kelven.

Saat itu, dirinya baru berumur lima tahun.

Setelah dijual ke penyelundupan manusia beberapa kali, akhirnya dia berhasil melarikan diri.

Namun, dirinya ketahuan dan mereka langsung mengejarnya. Sementara dirinya berlari secepat mungkin untuk melarikan diri.

Delis sungguh tak bisa lari lagi. Dia melihat sebuah mobil sedan hitam berhenti di pinggir jalan. Delis memukul kaca mobil dan berteriak, “Paman, tolong aku paman, tolong aku.”

Tak disangka, setelah jendela mobil diturunkan, di dalamnya duduk seorang pemuda yang rapi dan berkelas.

Saat itu Kelven baru berumur 15 tahun, tetapi tingginya sudah mencapai 180cm. Wajahnya cenderung dewasa, jadi Delis memanggilnya paman.

Saat itu, Delis masih belum punya nama, orang-orang memanggilnya bocah.

Setelah ditolong oleh Kelven, Kelven memberi dia nama Delis, Delis Rosli.

Sejak saat itu, Delis memiliki nama. Ada cahaya yang menerangi perjalanan hidupnya.

Meskipun dia tumbuh besar di panti asuhan, dia lebih beruntung dibandingkan anak yatim piatu lainnya. Kelven tidak hanya menyelamatkannya, memberinya pakaian baru, tetapi juga memberi dukungan finansial untuk pendidikannya.

Pada usia lima belas tahun, dirinya jatuh cinta pada Kelven.

Setengah tahun yang lalu, sebagai tanda terima kasih atas bantuan besar Kelven selama bertahun-tahun, Delis secara khusus mengajaknya makan.

Saat sedang makan, Kelven menerima telepon dari keluarganya yang mendesaknya untuk menghadiri kencan buta. Melihat betapa kesulitannya Kelven, Delis dengan sukarela berkata,

“Kelven, kalau nggak ada orang yang kamu suka, bagaimana kalau kita pura-pura menikah untuk mengatasi tekanan dari keluargamu?”

“Tenang saja, aku hanya mau membantumu, kalau … “

Pria berpakaian rapi duduk di hadapannya, menatapnya dan tanpa ragu bertanya, “Kamu yakin?”

Saat itu, Delis terkejut sejenak, kemudian dengan cepat mengangguk. “Iya, aku yakin.”

“Kalau begitu kita bertemu di kantor urusan sipil besok.”

Saat itu, Delis pikir dirinya salah dengar. Hingga hari berikutnya, ketika dia dan Kelven berjalan keluar dari kantor urusal sipil dengan memegang surat nikah, barulah dirinya tersadar.

Dirinya benar-benar menikah dengan pria yang dia cintai.

Mimpinya terealisasikan.

Namun, mimpi itu hancur begitu cepat.

Delis menghentikan langkahnya, mendongak melihat langit di malam hari. Dia merasa bahwa dunianya saat ini seperti langit yang gelap. Dia tenggelam dalam kegelapan, sulit untuk melihat cahaya.

Malam itu, Delis menginap di sebuah hotel.

Pak Mudi melihat Delis tak mengalami kesulitan, jadi dia memutuskan untuk tidak mengganggunya.

Keesokan harinya, Delis bangun dari kasur yang besar di hotel. Setelah selesai mandi, dia menerima telepon dari Kelven.

Melihat kata Kelven di layar ponsel, hati Delis menusuk seperti jarum.

Delis tahu jelas sifatnya sendiri. Meskipun marah dan bertengkar pada Kelven, dirinya tetap sangat mencintainya.

Delis berpikir, jika Kelven merayu dan memintanya pulang, maka dirinya akan kembali.

Delis tidak mau wanita itu merampas apa yang seharusnya menjadi miliknya.

Delis menjawab teleponnya dengan penuh keberanian.

Di telepon, terdengar suara pria yang dingin, “Kamu di mana?”

Dengan mata berkaca-kaca, Delis berkedip lalu menjawab dengan lembut, “Di hotel.”

“Kamu mau pulang untuk tanda tangan atau aku mengirimkan perjanjian ini untukmu?”

Mendengar itu, hati Delis berdegup kencang. “Perjanjian apa?”

“Perjanjian perceraian, kita bercerai saja!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status