Share

Bab 3

Author: Gunung Api
Dengan rasa kecewa yang masih terpendam, Delis memeluk leher pria itu dan menciumnya dengan penuh gairah.

Kelven adalah pria normal, bagaimana dia bisa menahan rayuan yang begitu menggoda dari seorang wanita cantik seperti itu.

Kelven memeluknya dengan erat, meresponnya dengan ciuman yang penuh gairah.

Sambil mengambil surat perjanjian perceraian dari atas meja dan melemparkannya ke dalam laci. Kelven kemudian menggendong tubuh kecil Delis. Sambil menciumnya, sambil berjalan ke lantai atas.

Delis terlalu kecil dan kurus, sehingga saat digendong oleh pria itu, dia terasa begitu ringan.

Ketika diletakkan di tempat tidur, barulah Delis menyadari bahwa dirinya tak seharusnya melakukan ini.

Ada bayi di dalam kandungannya, bagaimana kalau keguguran?

Melihat Kelven membungkuk mendekat, Delis segera mengangkat tangannya dan menahan dada Kelven.

Saat ini, Kelven tak peduli dengan penolakan Delis, tetap bersikeras untuk menciumnya.

Delis tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia tidak bisa membiarkan Kelven terus melanjutkannya, jadi dia langsung berkata,

“Kelven, jangan begitu, aku nggak enak badan. Hari ini sampai di sini saja ya?”

“Sudah terlambat.”

Suara pria itu rendah, saat hendak melanjutkan langkah selanjutnya, Delis cepat-cepat mendorongnya dan duduk bersimpuh di ujung tempat tidur.

Kelven melihat gerakan Delis dengan bingung.

“Apa maksudnya?”

Jelas-jelas dia yang memulai, mengapa sekarang malah menolak?

Delis menjawab dengan gagap, “Aku … aku datang bulan.”

Kelven terdiam sejenak, seolah-olah sedang mengingat tanggal datang bulan Delis.

Sepertinya memang benar-benar beberapa hari ini.

Tiba-tiba, Kelven merasa sedikit kecewa. Dengan ekspresi tak senang, dia berkata, “Lain kali kalau datang bulan, jangan perlakukan aku seperti itu.”

Kelven merasa situasinya menjadi sangat canggung.

Turun dari tempat tidur, Kelven langsung melangkah ke kamar mandi.

Delis merasa lega melihat kepergian Kelven. Untung saja, tadi hampir saja dia kehilangan kendali dirinya.

Kelven tidak menolak untuk dekat dengan dirinya, apakah ini berarti masih ada kesempatan untuk kembali?

Memikirkan ini, Delis segera bangun dan pergi ke ruang ganti untuk mengganti baju tidur.

Delis juga sekalian mengambilkan satu set baju dan meletakkannya di depan pintu kamar mandi. Dia berkata pada pria di dalam, “Kelven, baju tidurnya aku letakkan di sini ya.”

“Hm.”

Delis duduk di atas tempat tidur menunggu pria di dalam kamar mandi.

Setelah sekitar sepuluh menit, Kelven baru keluar dari kamar mandi dengan mengenakan baju tidur satin berwarna abu-abu, terlihat sangat anggun.

Delis memaksa dirinya untuk tidak memikirkan hal-hal sebelumnya. Dia berdiri di tepi tempat tidur, membuka kedua tangannya sambil berkata dengan manja, “Peluk~”

Kelven tidak menolak. Dia mendekati Delis, memeluk pinggang kecilnya. Ekspresi wajah Kelven menjadi lebih lembut dan nada bicaranya juga menjadi lembut.

“Sudah nggak marah, ‘kan?”

Delis menggelengkan kepalanya dan bersandar di bahunya, tanpa berbicara.

Kelven meraba-raba pantat kecil Delis dan berkata, “Delis, kamu kurusan ya? Kenapa begitu ringan?”

“Karena kamu yang membuatku marah, makanya kurusan,” keluhnya sambil mengerucutkan bibir kecilnya.

Kelven mengenyitkan keningnya dan menyipitkan matanya memandang Delis.

“Wah, kalau begitu aku berdosa sekali ya. Lapar nggak? Mau aku turun minta Bibi Siti buatkan makanan untukmu?”

Delis mengangguk, masih ada sedikit tidak puas dalam hatinya.

Pria itu menepuk punggungnya, saat menggendongnya untuk turun ke bawah, tiba-tiba ponsel yang diletakkan di meja samping tempat tidur berdering.

Kelven menggendong Delis berbalik dan kembali ke tempat tidur untuk mengambil ponsel, lalu melihatnya sebentar.

Delis juga melihat tampilan panggilan di layar ponsel, bertuliskan Herli Pohan.

Detik berikutnya, Delis melihat Kelven langsung menghalangi di depannya. Satu tangan memeluknya, sementara tangan yang lain menjawab panggilan itu.

Karena Delis tengah bersandar di bahu Kelven, dia bisa mendengar dengan jelas suara wanita yang meminta tolong dari ponsel.

“Kelven, kakiku nggak sengaja keseleo, hanya aku sendirian di rumah. Bisakah kamu datang membantuku?”

Kelven tak menolak. “Iya, aku segera datang.”

Usai menutup telepon, Kelven langsung meletakkan wanita dalam pelukannya di tempat tidur.

Tiba-tiba Delis sangat marah, memeluknya dan dengan marah bertanya, “Siapa dia? Wanita yang mau kamu nikahi?”

“Hm.” Kelven tak membantah.

Mendengar itu, Delis merasa dadanya begitu sesak.

Delis berusaha menahan amarah dalam hatinya dan bertanya padanya, “Harus pergi?”

“Hm.”

“Bagaimana kalau aku melarangmu pergi?”

Kelven merasa tak berdaya. “Delis, jangan ribut.”

“Apa aku sedang ribut? Kamu adalah suamiku, suami Delis. Sekarang kamu malah mau pergi menemani wanita lain tanpa rasa bersalah?”

Delis ingin melihat apakah Kelven berani keluar dari rumah ini.

Jangan menganggap dirinya mudah untuk dipermainkan hanya karena dirinya masih muda.

Kelven mengatupkan bibirnya dengan erat, wajah tampannya terlihat sangat muram.

“Delis, siapa yang memberimu keberanian untuk bicara seperti ini padaku?”

Melihat ekspresi Kelven yang begitu garang, Delis merasa cemas dan takut.

Namun, dirinya juga tak puas.

“Pokoknya, aku nggak izinkan kamu pergi. Kalau kamu berani pergi, aku akan membuatmu menyesal.”

Tampaknya Kelven tak ingin banyak bicara. Dia bersikeras mengganti pakaiannya dan pergi.

Melihat Kelven sedang mengganti pakaian, Delis menyadari bahwa Kelven akan pergi.

Tiba-tiba, Delis merasa panik dan tak tahu harus bagaimana. Delis merendahkan diri dan memohon, “Kelven, jangan pergi, jangan tinggalkan aku. Aku bisa melahirkan anak untukmu.”

Kelven sudah selesai mengganti pakaiannya dan berdiri di depan gadis itu dengan sikap yang angkuh dan dingin.

“Delis, orang yang mau aku nikahi sudah kembali. Posisi Nyonya Rosli adalah miliknya dan kamu harus mengembalikannya padanya.”

Delis seperti mendapat pukulan keras di kepala, kepalanya terasa berdengung.

Terutama hatinya yang berdenyut-denyut, sangat menyakitkan.

Delis duduk di sana, menatap pria di depannya dengan tak berdaya. “Kamu sangat mencintainya? Dibandingkan denganku, dia lebih penting bagimu?”

“Kita harus cerai,” ujar Kelven tanpa menjawab pertanyaan.

“Kenapa?”

Delis tidak mengerti mengapa pria ini bisa begitu tak berperasaan.

Apakah kehidupan pernikahan mereka yang penuh kasih sayang selama enam bulan benar-benar hanya pura-pura?

Apakah semua keindahan yang pernah Kelven berikan padanya hanyalah pura-pura?

Delis tidak percaya, air mata tiba-tiba mengisi sudut matanya, dia dengan sangat rendah mencoba untuk memohon lagi,

“Bagaimana kalau aku mengandung anakmu, kamu masih akan bercerai denganku dan menikahinya? Tak peduli apa yang aku lakukan, kamu akan meninggalkanku?”

Kelven tidak tahan melihat mata Delis yang penuh dengan air mata.

Kelven menghindari tatapannya dengan wajah tanpa ekspresi. Suara rendahnya terdengar,

“Aku akan menikahinya, tapi aku juga nggak akan meninggalkanmu. Kalau kamu ada kesulitan kedepannya, aku masih akan membantumu.”

“Aku nggak butuh~”

Dengan suara yang penuh tangisan, Delis berteriak,

“Kalau mau hidup bahagia bersama-sama, jangan berkhianat satu sama lain. Kalau nggak, hidup masing-masing, menjadi orang asing, seolah nggak pernah bertemu.”

“Pilih aku atau dia.”

Kelven kehilangan kesabaran.

Dengan dingin, Kelven berkata, “Suka hatimu.”

Kelven membanting pintu dan pergi.

Melihat kepergian Kelven, Delis berteriak histeris, “Kelven, Kelven, kembalilah.”

Namun, tak peduli bagaimana dia berteriak, pria itu tetap pergi.

Delis duduk lemas di atas tempat tidur, rasa sakit di dadanya seperti darah yang menetes.

Mengapa semua ini bisa terjadi?

Padahal sekarang dirinya adalah istri sahnya dan mereka sudah diakui secara hukum.

Mengapa Kelven harus meninggalkannya dan menemui orang lain?

Bahkan jika Kelven berencana untuk menikahi wanita itu dan tidak bisa memberikan sedikitpun martabat pada dirinya, tetapi mereka bahkan belum bercerai saat ini.

Terbaring di atas tempat tidur, Delis merasa seolah-olah dia jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam, semua ketakutan dan bahaya mendatang padanya seakan-akan mengerumuninya.

Delis sangat ketakutan.

Sepanjang malam, dia gemetar dan terdiam di ujung tempat tidur, pikirannya kosong.

Esok paginya, dengan semangat yang lesu, Delis turun ke lantai bawah, kembali ke kampus sendirian dengan perasaan yang campur aduk.

Hari ini adalah hari senin dan ada beberapa kelas yang harus dihadiri.

Meskipun pernikahannya tak bahagia, pendidikannya tak boleh terbengkalai.

Setelah bersusah payah bertahan hingga semua kelas selesai di sore hari. Delis menunduk melihat ponsel di tangannya, tetapi tidak ada pesan sama sekali dari pria itu.

Seorang temannya berbisik di telinganya, “Delis, ayo pergi ke kantin makan.”

Delis berdiri dan pergi bersama temannya.

Saat Delis berjalan setengah jalan, seorang gadis berlari mendekat dan berdiri di depannya, bertanya, “Kamu Delis ya?”

Delis mengangguk. “Ada apa?”

“Ada orang yang mencarimu di depan gerbang kampus, menyuruhmu cepat pergi ke sana.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
amymende
paling malas cerita begini, sudah dbodohi tambah bodoh, banyak bngt cerita keq gini, dri awal sdh bikin maless baca lanjutanx
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Paman, Silakan Tanda Tangani Surat Cerainya   Bab 906

    Menerima ucapan selamat dari adiknya, Peter dan Angel juga mengangkat gelas mereka.“Adikku, selamat menempuh hidup baru.”Angel juga mengucapkan, “Delis, selamat menempuh hidup baru.”“Eh, aku juga.”Kelven yang merasa diabaikan juga mengangkat gelasnya dan berkata, “Kalau begitu, mari kita semua bersulang untuk kehidupan baru kita. Semoga cinta kita selalu abadi.”Keempat orang itu saling tersenyum dan bersiap untuk minum bersama.Namun tiba-tiba, gelas Delis diambil oleh Kelven dan diletakkan di samping.Delis memandangnya dengan bingung.Kelven menggantinya dengan segelas jus dan menyodorkannya ke hadapan Delis, sambil mengelus kepalanya dan berkata, “Kamu nggak cocok minum alkohol, minum jus saja.”Mereka punya rencana besar malam ini.Delis memang tidak kuat minum alkohol. Setiap kali meminum sedikit saja, dia bisa mabuk hingga lupa diri.Di malam yang indah seperti ini, Kelven tidak ingin Delis mabuk.“Iya, Delis nggak boleh minum alkohol, minum jus saja.”Ujar Peter, lalu menol

  • Paman, Silakan Tanda Tangani Surat Cerainya   Bab 905

    Sepasang mata hitam menatap wanita kecil di sampingnya dengan kesal.“Kamu nggak bisa berbicara dengan sopan?”Delis tertawa kecil sambil berjalan ke depan, tidak mau berdebat dengan pria tua itu.Bagaimanapun, hari ini adalah hari yang special, dirinya harus tampil maksimal.Meski tidak begitu mempersiapkan diri.Namun, karena kakaknya sudah memesan ruang makan di hotel bintang enam, dirinya tidak mungkin datang dengan pakaian santai.Mungkin saja kak Angel berpakaian lebih cantik daripada dirinya.Kelven mengikuti langkah Dleis, lalu mereka masuk ke dalam lift.Di dalam lift yang sempit, pria tua itu terus memandangi wanita kecil di sampingnya.Melihat betapa muda dan cantiknya dia, lagi-lagi Kelven tidak bisa menahan diri untuk mendekat, merangkul pinggang kecilnya yang ramping dan mencium rambutnya yang harum dengan penuh hasrat.“Delis, kamu jujur padamu, kamu nggak merasa aku sudah tua, ‘kan?”Ehem, konon pria berusia empat puluhan sangat liar, dirinya masih belum berusia empat p

  • Paman, Silakan Tanda Tangani Surat Cerainya   Bab 904

    Saat sedang menyetir, pria itu tetap menggenggam tangan wanita di sebelahnya dengan erat. Seolah-olah jika dirinya melepaskan genggamannya, istrinya akan terbang keluar dari jendela mobil.Angel mencoba menarik tangannya, tetapi tidak berhasil karena pria itu menggenggamnya terlalu erat.Angel mengingatkan, “Kamu melanggar aturan lalu lintas, lepaskan tanganku.”“Nggak mau, paling juga hanya kena tilang saja. Aku begitu susah payah, baru berhasil menikahimu. Kalau aku nggak menggenggam tanganmu, bagaimana kalau kamu melarikan diri?”Peter menatap lurus ke depan dan menyetir dengan serius, tetapi sudut bibirnya menyiratkan senyuman bahagia yang tak bisa disembunyikan.Angel memandangnya. Dari sudut pandangnya, Peter terlihat dengan hidung yang mancung, bibir yang tipis dan paras wajah yang tegas.Terlihat seperti seseorang yang begitu sempurna.Bagaimana bisa dirinya dipertemukan dengan orang seperti ini.Apa yang membuat dirinya layak menjadi istri pria ini?Hingga saat ini, Angel masi

  • Paman, Silakan Tanda Tangani Surat Cerainya   Bab 903

    Namun mereka malah bermesraan di depan umum.Sungguh keterlaluan.Benar-benar memalukan.Angel setuju denga napa yang Delis katakan.Dua pria ini memang benar-benar tidak tahu malu.Tidak peduli dengan mereka, Angel dan Delis dengan menggendong Lesi, keluar lebih dulu dari kantor urusan sipil.Sementara itu, Kelven dan Peter yang masing-masing memegang dua surat nikah di tangan mereka, berjalan mendekat dan berjabat tangan, saling mengucapkan selamat.“Selamat, akhirnya kamu berhasil menikahi wanita yang kamu cintai.”Albert sungguh malang.Saat ini, dia mungkin sedang meringkuk di pojokan sambil menangis.Peter tertawa kecil dan menjawab, “Selamat juga untukmu, akhirnya berhasil menjebak adikku lagi.”Kelven tidak senang mendengar itu dan membalas, “Menjebak apa? Delis sukarela menikah denganku. Kamu bisa melihatnya sendiri, apakah aku memaksanya?”“Iya, dia sukarela,” jawab Peter.Eter tidak ingin berdebat dengannya dan berjalan keluar dari kantor urusan sipil.Kelven mengikutinya, l

  • Paman, Silakan Tanda Tangani Surat Cerainya   Bab 902

    Saat menerima surat nikah, Peter begitu bersemangat hingga langsung memegang wajah kecil Angel dan menciumnya di depan para petugas.Angel merasa sangat canggung dan segera mendorongnya.“Hei, bisa nggak kamu sedikit lebih tenang.”Namun, bagaimana mungkin Peter bisa tenang. Dia malah berdiri dan menggendong Angel, lalu berputar di tempat dua kali, sambil berseru gembira,“Akhirnya kamu jadi istriku, aku akhirnya berhasil menikahimu … “Peter sepenuhnya larut dalam kebahagiaannya.Tidak peduli sama sekali dengan pandangan para petugas di sekitarnya.Saat ini, dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.Sementara itu, Angel yang diputar hingga kepalanya pusing, sekilas melihat dua wajah yang familiar.Angel segera menepuk Peter, memberi isyarat agar Peter menurunkannya.Peter terpaksa menurunkan Angel. Saat dia hendak mencium wajahnya lagi, Angel berkata, “Lihat ke belakang, siapa itu?”Peter menoleh.Ketika melihat Delis dan Kelven yang sedang menertawakannya, dia merasa

  • Paman, Silakan Tanda Tangani Surat Cerainya   Bab 901

    “Iya, aku sudah memikirkannya dengan matang. Bagaimana kalau hari ini?”Kelven tidak bisa menahan kegembiraannya, dia memeluk Delis dan menciumnya dengan keras. Kemudian berdiri dan menggendong anaknya.“Ayo, kita pergi ke kantor urusan sipil sekarang.”Lagipula, dokumen diri mereka selalu dibawa ke mana-mana.Delis tersenyum dan bertanya padanya, “Kamu nggak menyelesaikan pekerjaanmu dulu?”“Pekerjaanku nggak sepenting Delis.”“Baiklah.”Delis mengambil dokumen diri dari tasnya di atas meja dan bertanya pada Kelven, “Di mana punyamu?”“Di dalam mobil.”Jadi, mereka hanya berada di kantor kurang lebih satu jam dan buru-buru mengendarai mobil menuju kantor urusan sipil.Tak disangka.Saat mobil mereka berhenti di depan kantor urusan sipil, mereka melihat dua sosok yang familiar sedang menaiki tangga menuju gedung itu.Delis langsung berkata, “Kebetulan sekali! Kak Peter dan kak Angel juga datang mengurus surat pernikahan hari ini?”Kelven tersenyum dan menjawab, “Sepertinya hari ini mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status