Lesha masih memandangi dua manusia yang duduk di depannya dengan tatapan aneh. Tapi malah dua orang itu menatap Lesha dengan mata tajam dan tak perduli.
Mata Lesha memindai melihat sekitar ternyata memang semua meja sudah penuh, jadi Lesha memaklumi dua orang itu yang tiba-tiba saja duduk di hadapannya, lalu melanjutkan makan siangnya yang lezat itu.2 gelas Bir kemudian tersaji di meja yang sama dengan Lesha. Anehnya 2 orang yang ada di depan Lesha itu makan dengan tertib tanpa bertukar kata.Mereka makan dengan beringas dan dalam sekejap makanan itu habis tak bersisa.'Hebat....' Lesha ingin bertepuk tangan. Melihat sorotan mata kekaguman, Laki-laki yang tak bertudung itu berdeham, "Ehem..." Lesha yang sadar karena sudah berlaku tidak sopan dengan melihat orang itu pun tersenyum. Dia ingin berkata maaf karena sudah tidak sopan, tapi orang itu sepertinya tak terlalu mempermasalahkannya jadi Lesha melanjutkan makannya yang sudah hampir habis.Senyuman Lesha yang dilemparkan tadi itu tak mendapatkan balasan. Tanpa di duga laki-laki yang tadi berdeham itu memberikan bir yang dia pesan lagi kepada Lesha. Dia tidak berbicara hanya menyodorkan gelas yang penuh dengan bir.Lesha yang kaget lalu lekas menolak bir itu, laki-laki yang bertudung yang sedari tadi tak memperhatikannya, setelah tahu Lesha melambaikan tangannya dan berkata tidak membuat laki-laki bertudung yang ada disamping laki-laki besar itu menatap Lesha yang tatapan tajam. Matanya berwarna emas menyala, sungguh sangat indah juga tajam di waktu yang bersamaan. Lesah menelan ludahnya, lalu menerima bir yang ditawarkan ya dan berkata "Terimakasih."Dia akhirnya meminum bir itu dengan terpaksa dan meminumnya sampai habis. 'Sialan,' kata Lesha. Dia tidak boleh mabuk karena harus kembali ke Duchy sore ini atau kepala pelayannya akan menemukannya.Toleransi alkohol Lesha sangat rendah, jadi meskipun itu hanya segelas bir dengan kandungan alkohol yang rendah, kepalanya sudah pusing. Lesha tahu betul dirinya seperti apa, jadi Dia ingin sekali membuat dirinya cepat sadar dan tak terpengaruh oleh minuman segelas bir tersebut. Deru nafasnya sudah kasar, 'Sialan!' umpatnya dalam hati. Dia menyesal, harusnya tadi dia menolak tawaran minuman tersebut.Dibelakang mejanya, seorang laki-laki datang dengan wajah sumringah. Dia lalu duduk bersama dengan temannya yang sudah duduk di meja belakang Lesha."Kenapa wajahmu terlihat sangat bahagia," kata temannya yang sudah sedari tadi duduk."Yah... aku habis memenangkan permainan," kata orang yang baru datang tersebut. Dia lalu memperlihatkan koi emas dalam sebuah kantong."Sialan... Dewi keberuntungan ada di dirimu!" kata temannya memuji."Tenang...tenang... makan kali ini aku yang tanggung!""Itu baru teman..." Kata yang lainnya yang juga duduk semeja dengannya."Tapi apa kau akan terus mendatangi meja judi?" Tanya temannya lagi."Yah... sekali berjudi pasti akan membuat ketagihan, apalagi kalau pernah merasakan kemenangan," Dia memberikan penjelasan, kenapa dia sering pergi ke kasino untuk berjudi."Kau tahu, hari ini ada petinggi yang datang, dia bodoh karena selalu kalah. Jadi banyak pemain mendapatkan keuntungan karena kehadirannya," yang lain menyimak dengan seksama termasuk dengan Lesha.'Kasino? Judi?' seketika membuat Lesha tertarik. Dia juga ingin mendatangi tempat yang seperti itu. Yah menjadi nakal dan menjadi pembangkang secara diam diam sudah sering dia lakoni.Dua laki-laki yang ada di depannya itu masih diam seribu bahasa. Bahkan setelah dia ditawari bir pun mereka masih diam, 'Aneh sekali!'Lesha lantas bergegas membayar makanannya. Dia juga berbaik hati untuk membayarkan makanan dua orang yang tadi ada di mejanya. Lesha terkesan karena kebaikan salah satu orang itu yang menawarkan segelas bir. Bukan kebaikan yang umum memang, tapi yah di Ibukota yang jarang ada keramahan seperti di daerahnya membuatnya sedikit terkesan.Kepalanya masih pusing, tapi dia tetap bertekad untuk pergi ke kasino.Perempuan polos yang terkungkung dalam batok tembok kastil yang mewah dan megah baru saja mendengar cerita menarik. Rasa penasaran dan rasa ingin bersenang-seneng bergejolak dalam dirinya.Dia bertanya pada beberapa orang, dimana letak kasino itu, tapi tanggapan orang sedikit aneh. Mereka memandangnya dengan tatapan kesal dan seolah jijik. Memang tempat apa sih kasino itu, pikirnya dalam hati.Bangunan kasino yang dia datangi tampak megah, disana juga ramai dan bau alkohol menyeruak di hidungnya. Banyak wanita berpakaian vulgar dan bergantungan di leher laki-laki. Itu pemandangan yang cukup berkesan bagi Lesha. 'Semacam prostitusikah?' pikir Lesha. Tapi begitu dia masuk lebih dalam, banyak meja meja dengan beberapa orang duduk di depan meja tersebut. Di setiap meja terdapat permainan dan diatas meja itu juga tumpukan koin menggunung. Lesha yang tampak linglung pun didatangi oleh seorang perempuan. Perempuan itu langsung melingkarkan lengannya ke pundak Lesha, "Apa ada yang bisa saya bantu Tuan?" wanita itu berkata sambil berisik ke telinga Lesha, hal itu membuatnya ngeri dan bergidik geli. 'Apa-apaan orang ini?' Lesha menolak dengan keras dan berkata, "Tidak terimakasih."Rubia dan Isabella cukup kaget setelah tahu pelabuhan hari ini begitu ketat. Pemeriksaan dilakukan dan prajurit Kerajaan Mormon terlihat lebih banyak. "Tuan Putri..." Bisik Rubia, "Ada yang tidak beres." Isabella mengangguk setuju. "Pasti sedang terjadi sesuatu!" Balas Isabella. Kali ini Rubia yang mengangguk. "Kita harus bagaimana?" "Bagaimana lagi..." Pertama mereka akan menjual kuda mereka. Tidak dibutuhkan kuda mahal seperti ini. Uangnya bisa digunakan untuk keperluan lain juga, mengingat mereka telah kehabisan bekal uang juga. Kemudian setelah sampai di Negara lain, mereka bisa membeli kuda yang lebih murah. Masalahnya adalah, sulit menemukan pembeli dengan kondisi keadaan terburu-buru. Yang ada malah, mereka tidak akan mendapatkan harga yang bagus. Sulit bagi Isabella untuk melepas Max, kudanya. Tapi mau bagaimana lagi, keadaan mendesak. "Tuan Putri pasti berada disini." Wakil kapten menyakinkan Kaptennya. Metty juga setuju akan hal itu. Mereka juga melakukan
Setelah selesai membereskan semua preman itu, Felix kembali menghampiri dua wanita itu. "Terimakasih Tuan, saya berhutang budi pada anda." "Perjalanan seringkali menghadapi marabahaya, tidak dibekali ilmu beladiri, maka harus pandai menilai situasi. Perbuatan kalian di kedai tadi sangat berbahaya. Kedepannya akan banyak bahaya juga. Harap berhati-hati." Isabella tersentuh dengan kata-katanya. "Perbuatan baik dan perkataan baik mudah di ingat. Terimakasih banyak." Isabella kemudian menyerahkan jepit rambut kesayangan nya. "Nona itu..." Rubia hendak protes tapi langsung ditangkis perkataan nya. "Tidak apa-apa, ini hanya sebuah jepit. Kalau dia memang ditakdirkan jadi milikku. Maka dia akan kembali lagi nanti." "Hanya menawarkan bantuan. Tidak menerima imbalan." Kata Felix. Dia sudah kaya, tidak lagi membutuhkan harta. "Harap diterima Tuan. Ini adalah ucapan terimakasih ku." Karena tidak enak menolak. Akhirnya Felix menerima saja. "Terimakasih kalau begitu." Dan mereka pun
Detak jantung Isabella telah berpacu sedemikian rupa. Jarak mereka berpisah hanya beberapa waktu, tidak mungkin dia sudah bisa pergi sangat jauh. "Kumohon... Tuan... dimana anda?" Isabella bergumam was-was sambil terus menarik tali kekang kudanya untuk terus melaju. Para pengejar itu juga menggunakan kuda. Tapi kuda mereka tidak sebanding dengan kuda milik Isabella dan Rubia. Kuda kerjaan itu sudah terlatih untuk ke Medan perang dan Kerajaan Romton dikenal sebagai pengendali kuda. Seperti sebuah keberuntungan, Isabella melihat ke arah depan, lelaki itu memacu kudanya dengan sangat kencang. Seperti sedang dikejar dan terburu-buru. Felix yang mengendarai kuda kudanya kini hanya bisa tersenyum. Dia jelas bisa mendengar suara banyak kuda yang berlari dibelakang nya. Kalau tidak salah menebak pasti dua Nona itu yang dikejar. "Rasakan sendiri!" Felix menambah kecepatan kudanya. "Sialan!" Umpat Isabella, dia melihat dengan jelas bahwa Tuan pengelana itu menambah kecepatan kudanya.
Mungkin Isabella dan Rubia beruntung, karena dibantu oleh seorang lelaki gagah dan kekar, membuat pemilik penginapan tidak berkutik. Selesai merebut barang barang itu, Rubia dan Isabella langsung mau pergi. Dia tidak tahu bahwa kehidupan di masyarakat bisa begitu licik. Cuih ... Rubia ingin sekali meludahi penginapan tersebut. Kasur keras dan makanan tidak enak. Belum lagi tipu muslihat mereka. Beruntung mereka hidup di Kerajaan Mormon. Coba saja mereka hidup di Romton. Habis sudah mereka digorok olehnya. Rubia, meski sebagai perempuan dia belajar juga bertempur. Sebagai pelayan pribadi Tuan Putri, kalau mengahadapi bahaya, dia juga harus bisa menyelamatkan Tuan Putri. Kuda mereka juga sudah selesai beristirahat, kini saatnya mereka melanjutkan perjalanan. Rubia merasa aneh. "Nona... kenapa lelaki itu membuntuti kita?" Isabella menengok ke belakang. Benar juga perkataan Rubia. Isabella mengentikan kudanya dan langsung menghampiri lelaki yang tadi membantunya. "Berpura-pura
Karena tempat itu adalah satu satunya penginapan di kota tersebut, Rubia dan Isabella terpaksa harus menginap disana. Awalnya Isabella tidak masalah kalau harus dipanggil Nona. Tapi demi keamanan, sepertinya mereka berdua sepakat untuk menyamar menjadi seorang laki laki. Isa dan Rub, nama samar yang seperti laki laki. Ditempat asing, para pengelana selalu menjadi sasaran empuk di peras. Tak jarang mereka dirampok, dibegal dan lain sebagainya. Kalau mereka masih mempertahankan identitas mereka sebagai perempuan, mungkin bukan hanya perampokan tapi juga pemerkosaan. Keamanan harus jadi yang utama saat ini. Ketika hendak pergi ke kamar penginapan dilantai dua, Isabella yang fokus melihat lantai kayu yang berderit setiap mereka lewat tak sengaja menabrak seseorang. "Aduh..." Katanya pelan. Orang itu adalah seorang laki laki dengan tinggi 190 cm, bahunya lebar dan badannya sangat keras. Mungkin sering berlatih otot. "Anda tidak apa apa?" Tanya orang tersebut. Meski ini salah Isab
Setelah mendengar berita di kedai dia makan, Felix tidak terlalu memikirkan nya. Yah, dia sendiri sudah berpikiran bahwa pernikahan nya memang bukan karena cinta. Jadi selebihnya hanya sebuah penyesuaian saja. Sebagai Putri Kerajaan yang mungkin saja dia dimanja, setidaknya dia tidak akan mempermalukan dirinya kan. Para bangsawan itu seperti itu. Mereka pandai memakai topeng untuk menutupi kedok brengseknya. Masih di Kerajaan Mormon, Felix melanjutkan perjalanan nya kembali. Jujur saja, wanita di negeri Mormon itu cantik cantik. Makanya banyak dari mereka yang dinikahi oleh para petinggi kerajaan-kerajaan lain. Itu membuat Kerajaan ini aman dari serangan dan ancaman. Pondasi aliansi mereka kokoh. Para wanita disini memang diajari trik manipulasi dan mengontrol laki laki. Sungguh menyeramkan. Berbeda dengan kerajaan Romton. Dimana wanita kadang hanya sebagai budak nafsu belaka. Menuju senja dia mampir disebuah kedai di kota kecil. Perjalanannya masih akan memakan sehari semalam lag