Burung-burung mulai berkicau dengan indah, ditemani juga dengan beberapa ayam jago yang sedang berkokok dengan nada yang begitu nyaring di telinga. Tak lupa juga semburat sinar fajar yang hangat sedang menerpa dedaunan dengan beberapa gumpalan air yang berada tepat di atas permukaanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, tapi gadis itu masih saja belum bangun dari tidurnya. Seorang wanita bertubuh sedikit gempal masuk ke kamar dan menghampiri gadis itu sambil mengoceh tak jelas, hingga ia mengeluarkan suara bentakan keras.
"Bangun Aluna! Udah pagi! Kerjaannya molor terus! Katanya mau sekolah? Eh..dari pada sekolah mending cari duit aja sana! Kamu itu beban keluarga! Tau nggak?!" dengan suara yang sangat tinggi seperti sedang mengikuti Kontes Nyanyian Lagu Seriosa, tanpa pikir panjang satu ember air ia tumpahkan ke badan gadis itu. Hingga sang gadis itu menggigil dibuatnya.
"Iya..iya..Mah" masih dengan kondisi yang menggigil, gadis itu menjawab dengan lembut sambil tersenyum manis ke arahnya.
Mama nya acuh tak acuh mendengar jawaban dari anaknya itu, sambil pergi dengan hati yang sedikit dongkol. Menutup pintu dengan lihainya hingga menimbulkan dentuman seperti bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika di kota Nagasaki dan Hiroshima, Jepang.
Aluna. Dia adalah gadis yang kini sedang terbaring menggigil di atas kasur kecil berukuran 1 x 2 meter. Ia hanya bisa pasrah saat Mama nya mengguyurkan air kepada dirinya. Menurut Aluna, ia sudah terbiasa dengan hal ini.
Aku sebenarnya tau kalau mama itu adalah orang yang sangat baik. Namun, sejak kepergian ayah 3 tahun yang lalu ke hadapan Sang Pencipta, membuat Mama menjadi depresi berat dan harus masuk Rumah Sakit Jiwa.
Sebelum psikis Mama benar - benar terganggu, Mama terlebih dulu di tempatkan di ruang rehabilitasi khusus di Rumah Sakit Umum.
Hampir 2 tahun Mama di rawat di Rumah Sakit Umum. Namun depresi Mama juga tak kunjung sembuh, hanya psikisnya saja yang kini sudah mulai membaik. Dokter yang menangani Mama pun menyarankan lagi agar Mama ku di rawat di Rumah Sakit Jiwa saja dengan alasan kendala biaya.
Memang waktu itu ada satu orang yang berbaik hati membiayai tagihan rumah sakit Mama selama setahun. Mama juga mendapatkan biaya tambahan dari hasil donasi yang di kumpulkan oleh orang baik itu sebelum berhenti membiayai Mama. Tapi, uang yang di hasilkan hanya bertahan sampai setengah tahun saja. Sisanya di biayai oleh adik laki - laki Mama.
Dalam keadaan serumit apapun itu, aku tak akan pernah membiarkan hal ini terjadi kepada Mama. Aku meminta kepada dokter yang merawat Mama agar tidak memasuk Mama ke tempat yang mengerikan itu.
Dokter pun mengizinkanku untuk merawat Mama di rumah dengan beberapa syarat yang harus aku penuhi. Syarat pertama aku harus menjaga mama dengan ketat.
Kedua, dokter memintaku untuk tepat waktu dalam memberikan obat dari rumah sakit secara rutin dan teratur.
Dan yang terakhir dokter itu juga memintaku untuk mengadopsi seorang anak laki-laki yang masih berumur 4-6 tahun, untuk menjadikannya sebagai anak angkat sekaligus pengalih perhatian dan pengobatan untuk depresi mama.
'Kenapa harus anak laki-laki yang harus aku adopsi?' pertanyaan itu terus terngiang-ngiang dalam otak ku. Aku juga ingin bertanya secara langsung, namun aku takut dokter itu akan marah kepadaku. Biarlah... Tak usah ditanyakan saja, toh juga anak laki-laki atau perempuan sama saja menurutku.
Aish!!! Kenapa aku selalu mengingat setiap kejadian kelam yang Mama alami karena kepergian Ayah? Aku sebenarnya tak ingin mengingatnya, namun hal itu langsung terbesit begitu saja di kepala ku. Tiba - tiba jam di dekat kasur ku berbunyi dan...
"Eh..Hah? Udh telat! Kebanyakan ngelamun sih gue!" aku tak menyadari kalau jam sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi. Aku pun bergegas melakukan ritual mandi. Setelah mandi dan mengenakan seragam sekolah plus dengan sepatu berwarna putih. Aku pun tak lupa memakai tas berwarna hitam favorit ku.
Aku langsung menuruni anak tangga menuju ke lantai bawah. Dengan semangat '45 aku berlari kocar - kacir mecium tangan Mama. Mama yang sedari tadi melihatku dengan tatapan aneh mengatakan beberapa kalimat pembuka, namun aku langsung pergi begitu saja. Waktu itu aku sedang fokus agar tidak terlambat sekolah. Jadi, aku tak mendengar apa yang Mama katakan? Heheh.
'Maafkan anakmu ini emak (╥﹏╥). Anakmu hanya menginginkan agar mimpinya tidak terlambat sekolah terwujudkan. Jika ia terlambat lagi kali ini, mungkin ia sudah di jadikan siluman rengginang oleh para guru di sekolah' kata ku dalam hati seraya tertawa kecil di dalam bus yang sedang ku tumpangi.
****Badan Aluna mulai lengket karena dari kemarin belum sempat mandi sama sekali, dirinya hanya pergi ke toilet hanya untuk mencuci muka dan buang air kecil saja di sana. Sekarang ia merasakan kalau ada sebuah kain yang basah tengah menempel di tangannya.Aluna membuka mata abu - abu nya, matanya menatap lekat orang itu. "Oh.. suster. Kamu benar - benar mengagetkanku," ia pun mengucek matanya yang tak sakit.Ternyata dia baru bangun dari lamuannya tadi, sambil melamun dan menutup mata itulah kebiasaan Aluna."Maaf yah kak Luna,""Sus! kapan perban di wajah saya ini bakalan di buka?! dan kapan saya sembuh! " panggilan Kenzo sukses membuat suster itu pun akhirnya menoleh."Nih bocah sewot awat sih! Gue tonjok Lo!" jawab Aluna menimpalinya.Suster itu hanya terkekeh melihat kelakuan mereka berdua. "Nanti setelah kak Aluna yah. Banyakin istirahat dan minum obat secara teratur aja Kak Ken, jangan lupa jaga pola mak
Sebelum mengusapnya, ia terlebih dahulu memindahakan kursinya. Dari yang awalnya berada di sebelah kanan sekarang berada di sebelah kirinya Aluna.Ia memang sengaja memindahakan kursi itu agar Kenzo melihat dia dan juga Aluna sedang melakukan adegan romantis ini."Ngapain juga lo pindah sih Den?" tanya Aluna."Eh! Di bibir lo ada apa tuh Lun?" tanpa menjawab pertanyaan darinya, ia dengan cepat langsung mengusap sisa bubur itu.Kenzo yang sedang makan dengan lahapnya perlahan melirik mereka berdua. Terlihat aura kebahagiaan yang Aluna pancarkan dari wajahnya.Padahal ekspresi itu adalah ekspresi yang diinginkan Kenzo selama ini, namun malah di renggut duluan oleh si Raden."Ekhem! Ekhem! Ekheeeeumm! Aduh, aduh, kayaknya udah mulai kena korona nih! Gatel banget nih tenggorokannya," ucapnya pada dirinya sendiri dengan suara yang keras sembari mengelus - elus lehernya dengan tangan."Kayaknya lo harus masuk ruang i
Ketika mencari kursi, dia baru menyadari kalau ada orang asing yang ikut tinggal di ruangan ini bersama dengan Aluna.Ia pun menarik kursi yang sudah ditemukannya dan duduk di sebelah kanan Aluna. Ia ingin agar Aluna tak terlalu takut dengan orang yang berada di sampingnya itu.Menurutnya, orang itu terlihat jahat karena memakai perban di wajahnya.Ia juga berdalih bahwa orang itu memiliki niat yang tak baik kepada Aluna.Sungguh dia adalah pria yang sangat baik bukan?Baru saja ia ingin menanyakan sesuatu kepada Aluna, tapi suster terlalu cepat datang ke ruangan itu.Suster itu membawa dorongan berbahan alumunium beberapa tingkat, yang berisi makanan, minuman dan beberapa snack di tiap tingkatnya.Suster itu kaget karena melihat ada orang lain di ruangan itu selain Aluna dan Kenzo.Dengan cepat ia menyuruh orang itu untuk pergi, namun orang itu mengatakan kalau dia adalah kakak dari keluarga pasien yang
"Butuh waktu berapa lama agar Kenzo bisa secepatnya mati sus?"Kenzo dengan cepat menyautinya. "Heh! Maksudnya lo apaan ngomong kayak gitu hah! Lo ngedoain gue cepet ya!""Siapa yang bilang? Kuping lo budeg atau gimana sih? Kayaknya harus dikerokin dulu tuh kupingnya biar bersih! Orang gue bilang 'butuh waktu berapa lama biar lo cepat pulih kok!' Klo nggak percaya tanya aja sama. susternya!""Ya kan sus?"Aluna mengedipkan satu matanya pada si suster agar mau membatunya terlepas dari omelan Kenzo. Si suster hanya mengangguk pelan."Iyah. Bener kok kak Ken. Tadi kak Aluna emang bilang begitu,"Mendengar jawaban dari si suster Kenzo langsung terdiam untuk berpikir.'"Apa bener gue udah mulai budeg? Masa iya gue budeg? Ahh... enggak lah. Nggak mungkin!" Kenzo menggeleng - gelengkan kepalanya."Suster pasti bo'ong kan? Saya nggak budeg loh sus! Saya sering dateng ke rumah sakit satu minggu sekali buat ngecek kesehatan telinga
Raden mulai membuka kotak P3K di tangannya. Dia mencari minyak urut atau semacamnya dan mulai mengoleskannya pada kaki mungilnya Bella."Den!" panggil Bella."Iya kenapa?" balas Raden dengan singkat sambil memijat kaki orang yang memanggilnya."Lo udah tau, klo Aluna masuk rumah sakit?" tanya Bella dengan sedikit keraguan."Aluna masuk rumah sakit? Yang bener? Kapan masuknya? Kenapa bisa masuk rumah sakit? Dia di rawat di rumah sakit mana sekarang Bell! Kok dia nggak bilang sama gue!"Bertubi - tubi pertanyaan Raden lontarkan tanpa jeda, yang membuat Bella bingung harus menjawab yang mana dulu pertanyaannya."Tenang Den... Gue juga belum bisa kasih kepastian ke elo, karena gue juga baru denger itu semua dari pembicaraan temen pas gue mau ke kelas tadi."Mereka bilang, klo Aluna masuk rumah sakit karena kecelakaan," jelasnya dengan tenang tanpa tergesa - gesa."Pantesan dari kemarin gue teleponin dia, tap
Gadis itu hanya mengeluarkan suara seperti raungan singa, namun tak di gubris sama sekali olehnya.Suara seperti apa lagi yang harus ia keluarkan?"Aha!" sambung gadis itu, ia seperti menemukan ide cemerlang dalam otaknya.Wadah makanan khas rumah sakit dan obat yang berada di dekat dirinya langsung ia lemparkan ke lantai, yang membuat suara seperti gesekan antara perabotan rumah tangga."Krinting - krinting... brak! brak!"Senyumnya dengan hati yang sangat gembira.Sedangkan orang yang berada tak jauh dari sampingnya itu pun langsung terbangun karena kaget saat mendengarnya.Ia dengan cepat membuka mata benjodnya, melihat ke kanan dan ke kiri. Dan dia menemukan seorang gadis itu yang tak jauh darinya."ALUNAAA! ngapain loh kayak gitu sih? kayak nggak ada kerjaan lain aja!" jerit pria itu dengan suara yang agak serak."Emang klo gue nggak ada kerjaan kenapa? Gue juga udah dari tadi ngebangun