Beranda / Rumah Tangga / Pantaskah Surga Untuknya? / Bab 2-- Rumah Tangga Tergoncang

Share

Bab 2-- Rumah Tangga Tergoncang

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-03 12:28:34

Waktu demi waktu berlalu. Ahmad sering keluar rumah tanpa alasan yang jelas. Ia terlihat gelisah. Bahkan saat menjawab telpon pun selalu sembunyi-sembunyi.

Dan pada suatu malam, seorang ART di rumah melihat Ahmad menerima telepon dengan sikap mencurigakan. Ia mengadu pada ART pria. Kabar itu kemudian sampai ke telinga Pak Iskandar dan Bu Aminah.

Sehingga kecurigaan berubah menjadi penyelidikan.

Sulaiha diam-diam meminta bantuan dua sahabatnya--Gita dan Sofiah. Mereka menggandeng Rudi dan Randi, dua sahabat Ahmad.

***

Hingga suatu siang, saat Ahmad menerima telepon dari Nurlaela yang panik karena bayinya demam tinggi, ia akan pergi ke rumah sakit.

Tapi Rudi dan Randi mengikuti dari belakang.

Ketika Ahmad hendak mengantar Nurlaela dan bayinya ke rumah sakit, Rudi dan Randi sudah berdiri di gerbang.

"Ahmad!"

BRAK!

Sebuah tinju mendarat di wajah Ahmad.

"Apa maksud semua ini?" bentak Rudi.

Ahmad berdarah. Tapi ia tetap tenang. Lelah.

Dan akhirnya, ia mengaku segalanya.

"Aku terjebak... Aku hanya ingin menolong. Tapi ia memaksa... mengancam ingin bunuh diri. Aku... menikahinya. Hanya nikah siri."

Rudi dan Randi menatapnya kecewa. Namun, mereka tetap mendorong Ahmad pulang.

"Ayo. Kau harus hadapi istrimu."

***

Ahmad kembali ke rumah. Wajahnya lebam. Bibirnya pecah.

"Mas! Ya Allah, kenapa ini?" tanya Sulaiha panik.

Ahmad hanya menunduk. Perlahan...

Ia mulai bercerita. Tentang kecelakaan. Tentang Nurlaela, Tentang pernikahan itu.

Sulaiha menangis. Tapi ia tetap merawat luka di wajah suaminya. Ia mencoba tegar.

Namun, tidak dengan Bu Aminah. Ia meledak.

"Kurang ajar! Aku harus menemui perempuan murahan itu!"

Hari berikutnya, diam-diam Bu Aminah mengajak Sulaiha mengikuti Ahmad. Merela melihat rumah Nurlaela.

Begitu Ahmad pergi, mereka menghampiri rumah itu.

PLAK!

Tamparan bertubi-tubi mendarat di pipi Nurlaela.

"Kau perempuan jalanan! Kenapa kau tega menikahi suami orang?"

Nurlarla menangis,

"Aku tidak punya pilihan... aku hanya ingin anakku punya ayah."

Sulaiha memeluk ibunya, menahan tangannya.

"Cukup, Bu... jangan pakai kekerasan."

Tapi hati mereka sudah koyak.

Dan rumah tangga yang indah itu, kini seperti rumah kaca yang mulai retak

Tinggal menunggu waktu untuk pecah

***

Suasana rumah terasa mencekam saat Ahmad melamgkah masuk. Di ruang tengah, Pak Iskandar sudah menunggunya. Matanya tajam, rahangnya mengeras. Tanpa sepatah kata pun, tangannya melayang.

PLAK!

Tamparan keras membuat kepala Ahmad menoleh. Pipinya memerah.

"Kurang ajar kau!" suara Pak Iskandar bergetar menahan amarah. "Kau hancurkan rumah tanggamu! Anak dan istrimu kau bikin menderita!"

Ahmad menunduk. Dadanya sesak. Tak lama, Sulaiha muncul bersama Bu Aminah. Wajah Sulaiha pucat. Matanya sembab. Tapi Bu Aminah tak menahan diri.

"Kau laki-laki tak tahu diri!" bentak Bu Aminah. "Kau sudah punya istri dan anak, masih menikah lagi. Perempuan yang sudah mengandung anak orang pula! Cepat ceraikan dia! Kau mau buat kami malu?"

Ahmad hanya menggigit bibir. Suaranya parau.

"Maafkan aku... semua ini di luar rencanaku. Aku hanya berniat menolong... dia mengancam akan bunuh diri... aku terjebak... aku tak bisa berbuat lain."

Sulaiha akhirnya tak sanggup menahan air matanya. Bahunya tergkncang.

"Mas... aku kurang apa? Apa yang membuatmu tega menghancurkan semua ini? Pernikahan kita, kebahagiaan Nadia?"

Ahmad ingin mendekat, tapi Sulaiha menolak.

"Jangan sentuh aku!"

Pak Iskandar menunjuk tajam ke arah Ahmad.

"Kalau kau lelaki sejati--selesaikan! Ceraikan perempuan itu. Kalau tidak, anggap saja istri dan anakmu sudah tak ada untukmu!"

Tanpa menunggu jawaban. Pak Iskandar meraih lengan Sulaiha dan menggiringnya keluar. Bu Aminah ikut mendorong koper yang telah dikemas. Nadia menoleh, matanya bingung, menatap ayahnya yang berdiri lunglai.

"Abi..." gumam Nadia lirih.

Tapi pintu sudah tertutup.

Suara mobil Mercedes hitam meraung pelan di jalanan malam, membawa istri dan anak Ahmad menjauh darinya.

Ahmad terduduk di ruang tamu yang sunyi. Tangannya gemetar, menutup wajahnya.

Air matanya jatuh. Lalu bangkit, masuk kamar. Menghamparkan sajadah.

"Allahu Akbar..."

Suaranya lirih. Sajadahnya basah oleh air mata.

"Ya Allah... aku lemah. Aku bodoh. Aku hancurkan rumah tanggaku. Ampuni aku... tunjukkan jalanku."

Akan tetapi, doanya terganggu oleh suara telepon yang berdering nyaring. Berkali-kali.

"Kriiiiing... Kriiiiing..."

Di layar terpampang nama Nurlaela.

Ahmad menatap hampa. Enggan mengangkat. Tapi dering itu seperti suara hantu yang memaksa. Akhirnya ia menggeser tombol hijau.

"Mas! Tolong aku! Akbar sakit parah! Aku di rumah sakit sekarang!" suara Nurlaela panik.

Ahmad terdiam. Suaranya berat.

"Aku... aku tak bisa membantu. Aku sudah kehilangan istri dan anakku. Semuanya hancur."

"Mas! Kau tega? Katanya kau sayang Akbar! Tolong Mas... aku mohon."

Ahmad hanya menutup matanya. Menggertakkan gigi.

Tanpa berkata lagi, ia menekan tombol merah.

"Tuut...Tuut..." Telepon terputus.

Di seberang sana, Nurlaela berteriak marah dan.menangis, menghentakkan kakinya di lantai rumah sakit.

Ahmad meletakkan pknselnya di nakas. Lalu berjalan ke luar rumah. Angin malam menerpa wajahnya yang basah air mata. Langkahnya lunglai.

Bagaimana aku bisa memperbaiki semua ini?

Ia mencoba menelepon nomor Sulaiha. Tak aktif.

Nomor Bu Aminah, juga tak aktif.

Akhirnya ia menekan nomor rumah.

"Halo!" terdengar suara Pak Iskandar yang garang.

"Assalamu'alaikum, Pak. Aku mohon bicara Sulaiha."

"Untuk apa lagi kau menelepon, laki-laki brensek? Tak usah kau cari mereka! Kau sudah kehilangan mereka! Paham?"

"Tuut... Tuut... " Telepon terputus.

Ahmad memejamksn mata. Air matanya kembali tumpah. Ia tertunduk di teras rumah. Menangis dalam sunyi.

***

Keesokan harinya, Ahmad ditelepon oleh Rudi. Suaranya cemas.

"Ahmad, masalah besar! Pak Iskandar menarik sahamnya dari perusahaan. Kita semua kena imbasnya. Jabatanmu terancam. Aku dan Randi juga terancam."

Ahmad menunduk. Matanya basah.

"Maafkan aku... semua ini salahku."

"Kau harus bicara Pak Iskandar! Rayu dia! Jangan sampai semua hancur!"

Dengan berat hati, Ahmad menemui Pak Iskandar di kantornya. Ia berdiri gemetar di depan meja.

"Assalamu'alaikum, Pak."

Pak Iskandar menatalnya dingin.

"Wa'alakkum salam. Cepat! Apa maumu?"

Ahmad menelan ludah.

"Pak, maafkan saya. Tolong kembalikan sahamnya. Jabatan saya terancam. Rudi dan Randi juga."

Pak Iskandar mendengus sinis.

"Jabatan? Saham? Hahaha... kau lucu! Kau khianati istrimu. Kau hancurkan hati anakmu. Lalu sekarang kau minta kebijakan?"

"Pak, saya terjebak. Saya menolong perempuan teraniaya. Demi Allah, saya tak berniat selingkuh."

Pak Iskandar menatap tajam.

"Kalau kau lelaki, ceraikan dia! Kau tak akan lihat anak dan istrimu lagi jika masih keras kepala. Pergi!"

Ahmad hanya menunduk. Mengusap air matanya.

"Assalamu'alaikum... " suaranya parau

Ia melangkah keluar dengan pundak lunglai.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pantaskah Surga Untuknya?   Bab 24 -- Gadis Kecil Menanjak Remaja

    Langkah Ahmad dan Nurlaela masih terhenti di depan café itu. Anak kecil yang berlari masuk sambil memanggil ibunya, kini berdiri manja di pelukan Indah. Senyum Indah mengembang, meski matanya sempat menatap tajam ke arah Ahmad. Ada sesuatu yang berat menggantung di udara—pertanyaan yang tak terucap, kebenaran yang seakan siap pecah kapan saja.Namun, sebelum Ahmad melontarkan pertanyaan, Indah menunduk, lalu meraih tangan mungil itu dan menggandengnya pergi. Tak ada penjelasan. Hanya meninggalkan bayang-bayang yang terus menghantui pikiran Ahmad dan Nurlaela.***Tak lama Ahmad dan Nurlaela akan pulang ke rumah. Ahmad meraih tangan Nurlaela,“Yuk, kita pulang.” Nurlaela pun menurut, tanpa kata-kata ia hanya mengikuti Ahmad melangkah ke mobilnya.Beberapa menit kemudian, mereka tiba di rumahnya. Mereka disambut oleh gadis kecil, imut-imut dan mungil itu. Gadis mungil yang tumbuh seperti dongeng indah layaknya Cinderella. Akan tetapi, dunia yang dimilikinya jauh berbeda. Sejak Sulaiha—

  • Pantaskah Surga Untuknya?   Bab 23 -- Pertemuan yang Mengguncang

    Langit sore itu mendung. Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang menusuk hidung. Ahmad melangkah pelan menuju sebuah cafe kecil di sudut kota, tempat yang disebut Indah dalam pesannya. Ia melangkah berat, seolah kakinya terikat rantai masa lalu.Tak lama Ahmad tiba di depan café itu. Ia memarkir mobilnya lalu melangkah akan masuk. Saat pintu cafe terbuka, Ahmad berdiri sejenak di ambang pintu, pandangannya langsung tertuju pada sosok perempuan di pojok ruangan. Indah, ia duduk sendiri, kepalanya tertutup jilbab berwarna biru tua. Tatapannya tajam, tapi dalam, seakan menyimpan ribuan rahasia yang akan terbongkar.Saat Ahmad melihatnya, sepertinya tenggorokannya tercekat. Bibirnya nyaris tak mampu menyebutkan namanya.“Indah…”Perempuan itu seketika menoleh. Senyum tipis terukir, tapi justru membuat dada Ahmad semakin sesak.Indah membuka mulut,“Akhirnya kita bertemu lagi, Mas. Duduklah!”Ahmad duduk berhadapan dengannya. Perasaannya gelisah, berulang kali meremas ja

  • Pantaskah Surga Untuknya?   Bab 22 -- Pesona Perempuan Kedua

    Malam itu, ketika seorang perempuan misterius datang. Ahmad membuka mulutnya, tapi hanya satu kata yang lolos, terdengar begitu berat, seolah menyingkap rahasia yang selama ini terkubur:“Indah…”Nama itu meluncur lirih. Namun, cukup untuk membuat Nurlaela terperanjat, tubuhnya hampir goyah.Nama itu yang keluar dari bibir Ahmad, mengguncang Nurlaela seperti petir di tengah malam. Sejak malam itu, hidup Ahmad seolah memasuki lorong panjang penuh teka-teki.***Setahun sudah ia menjalani hari-hari sunyi tanpa Sulaiha—bidadari yang telah kembali ke sisi Ilahi. Kekosongan itu masih terasa, meski di rumah ada Nurlaela. Statusnya sebagai istri kedua hanya sebatas nikah siri. Secara hukum negara, hubungan itu rapuh, tak tercatat, seolah bisa runtuh kapan saja, tapi punya pesona mengguncang hati Ahmad.Namun, bagi Ahmad, tak ada satu pun yang mampu menggantikan Sulaiha. Cintanya pada sang bidadari dunia terlalu dalam. Kenangan tentangnya abadi, sementara kehadiran Nurlaela lebih sering mengh

  • Pantaskah Surga Untuknya?   Bab 21 -- Kenangan yang Tak Pernah Pergi

    Malam itu Ahmad masih sulit memejamkan mata. Pertemuan tak terduga dengan sosok dari masa lalu seakan membuka kembali pintu kenangan yang telah ia kunci rapat-rapat. Di kamarnya yang sepi, lelaki itu menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Pandangannya berkelana dari sudut ke sudut, hingga akhirnya tertambat pada sebuah foto berbingkai indah di dinding.Di dalam foto itu, Ahmad tidak sendiri. Ada seorang gadis di sampingnya, dengan senyum canggung dan tatapan yang seolah enggan diabadikan kamera. Namun, bagi Ahmad, justru itulah pesona yang membuatnya jatuh cinta.Hatinya bergetar. Luka lama kembali berdarah.“Seandainya kau tahu, betapa aku mencintaimu…” bisiknya lirih, jemarinya menyentuh dinginnya kaca bingkai.Kenangan itu menyeretnya jauh ke masa lalu. Saat awal pertemuan yang sederhana, sekadar sapaan singkat di sebuah kantor. Gadis berkacamata tebal itu menunduk malu ketika Ahmad memujinya. “Ternyata di gedung ini ada makhluk cantik,” katanya waktu itu, tulus, tanpa basa-basi.Reaks

  • Pantaskah Surga Untuknya?   Bab 20 -- Gadis Kecil, Penyemangat Hidup

    Sejak kepergian Sulaiha, rumah itu tak lagi ramai. Sunyi terasa menekan, dinding-dinding seolah ikut meratap, dan setiap sudut masih menyimpan jejak kenangan yang membuat dada Ahmad sesak. Namun, di tengah kabut duka yang menyelimuti, ada satu jiwa mungil yang kini rapuh—dan sekaligus menjadi alasan Ahmad untuk tetap berdiri: Nadia, putri kecilnya.Gadis itu berusaha tegar, meski hatinya hancur. Tangannya sering gemetar, keringat dingin membasahi telapak, dan matanya sembab karena air mata yang tak pernah benar-benar kering. Ada haru, takut, dan kehilangan yang bercampur aduk dalam dirinya. Nadia kini berada di ambang masa depan—sebentar lagi ia akan tamat SMP. Namun, justru di titik inilah ia kehilangan sosok penyemangat hidupnya, sang bunda yang selama ini menjadi cahaya dalam kegelapan.Sejak ibunya tiada, Nadia kerap termenung sendirian. Nafsu makannya hilang, semangat belajarnya redup, bahkan sudah sepekan ia tak menginjakkan kaki ke sekolah. Kamar yang dulu riuh dengan tawa kec

  • Pantaskah Surga Untuknya?   Bab 19 -- Bidadariku yang Hilang

    “Dunia Ahmad Runtuh! Kehilangan Bidadari yang Dicintainya…”Lelaki itu bagaikan kaca rapuh, sewaktu-waktu bisa pecah berkeping-keping ketika terbentur musibah. Itulah Ahmad—seorang suami yang kini hatinya hancur setelah ditinggal pergi oleh belahan jiwanya.Sejak kepergian Sulaiha—sang bidadari dunianya, Ahmad hidup bagai jasad tanpa ruh. Duduk termenung sendiri, tubuhnya semakin kurus, wajahnya pucat, dan sorot matanya kosong. Nafsu makan hilang, gairah hidup lenyap. Sulaiha—cahaya yang selalu menyinari langkahnya. Kini benar-benar pergi, tak akan pernah kembali lagi.Di depan jasad istrinya, Ahmad berusaha tegar. Namun, tangis yang berusaha ia tahan akhirnya pecah juga. Air matanya tumpah, membasahi wajah yang biasanya gagah. Berlembar-lembar tisu habis, hanya untuk menyeka derasnya duka saat itu.Ketika ibunya dulu meninggal tertabrak truk, ia hanya termangu tanpa setetes air mata. Tapi kali ini… Ahmad tak mampu lagi berpura-pura kuat. Kepergian Sulaiha benar-benar merobek seluruh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status