Ahmad terjebak dilemma. Dia menghadapi dua persoalan yang sulit dihindari. Satu sisi Ahmad merasa berbahagia bersama istri dan anaknya. Keluarga pedamba Surga. Namun, di sisi lain dalam perjalanan Ahmad menuju kantor. Tiba-tiba ada seorang wanita mengalami kecelakaan, lalu ditolongnya. Tapi, akhirnya wanita itu memaksa untuk dinikahi. Awalnya Ahmad hanya ingin menolong wanita yang sedang mengalami kecelakaan. Akan tetapi, wanita itu memaksa mau dinikahi. Kalau tidak, dia mengancam akan bunuh diri. Ahmad melihat situasi itu, dia tidak tega membiarkan terjadi. Tanpa pikir panjang, terpaksa dia setuju. Sehingga peristiwa itu bakat membuat kemelut dalam rumah tangga Ahmad. Menjadi awal malapetaka rumah tangga Ahmad. Setelah kejadian itu, terjadilah kegoncangan yang hebat dalam rumah tangga Ahmad. Masalah keluarga dapat mempengaruhi pekerjaan di kantornya. Nyaris bisa dipecat dan perusahaan ikut bermasalah. Bagaimana kisah selanjutnya? Bisakah Ahmad menyelamatkan rumah tangganya dari kemelut itu? Pantaskan dikatakan malaikat penolong, karena menyelamatkan wanita yang akan bunuh diri? Pantaskah Surga untuknya?
View MoreHujan deras disertai petir seolah menggetarkan rumah Ahmad. Tangannta gemetar memegang surat itu. Nama yang seharusnya sudah terkubur dalam ingatan Ahmad bertahun-tahun yang lalu. Akan tetapi, nama iru muncul lagi, bak bom akan meledak. Dan akan menjadi ancaman dalam diri Ahmad.
Sulaiha--istri Ahmad duduk terpaku di ujung sofa, sorot matanya tajam penuh tanya dan kecemasan.
"Ahmad... siapa Nurlaela itu?"
Ahmad hanya menunduk. Dadanya terasa sesak. Namun, ia harus menjawab dengan jujur agar perasaan istrinya menjadi tenang.
"Nurlaela... adalah bagian dari masa laluku yang paling sulit," ucapnya lirih.
Ahmad termenung sejenak, ingatannya berkelana mengenang masa lalunya yang kelam. Awal bertemunya Nurlaela.
Beberapa tahun yang lalu, jauh sebelum Ahmad mengenal Sulaiha, sebelum hidupnya berubah lewat pendidikan dan kerja keras. Ada seorang gadis yang pernah hadir dalam hidup Ahmad: bernama Nurlaela.
Ia adalah putri dari seorang saudagar kaya yang tinggal di kota sebelah. Saat itu, Ahmad masih bekerja sebagai buruh kasar di proyek konstruksi. Mereka bertemu dengan tak disengaja. Nurlaela yang sedang ikut ayahnya menginspeksi proyek, dan Ahmad salah satu pekerja yang menolongnya saat ia hampir terjatuh, karena kakinya tersandung di sebuah tumpukan batu.
Pertemuan itu berlanjut, Nurlaela tertarik pada kesederhanaan dan akhlak Ahmad. Sementara Ahmad tersentuh oleh perhatian yang tiba-tiba dari gadis yang tak selevel dengannya.
Mereka saling berkirim kabar, persahabatannya semakin akrab, bahkan sempat berniat menikah secara diam-diam.
Namun, cinta mereka kandas di ujung jalan. Ahmad mendapat penolakan keras dari keluarga Nurlaela. Ia dituduh memperalat Nurlaela, dan pria itu dipaksa menghilang dari hidup sang gadis.
Ahmad memilih pergi. Demi menjaga kehormatan Nurlaela. Akan tetapi, sesuatu yang tak pernah ia tahu. Setelah kepergian Ahmad, Nurlaela justru menghilang dari rumahnya. Kabarnya... ia hamil. Namun, tidak jelas siapa ayah dari bayi itu. Nama Ahmad sempat disebut, meski tak pernah terbukti.
Ahmad tersentak dari lamunannya yang panjang ketika Sulaiha menegurnya.
Dan kini, setelah beberapa tahun kemudian...
Nama itu muncul kembali. Dengan suatu ancaman baru.
Ahmad memberanikan diri membuka isi surat itu. Tangannya gemetar, matanya melotot sambil menyapu tiap baris demi baris dengan penuh kegelisahan.
"Ahmad...
Aku tahu kau sudah bahagia. Aku tidak datang untuk menghancurkanmu. Tapi ada sesuatu yang harus kau tahu. Yang selama ini tidak pernah sempat kuungkapkan.
Aku ingin kita bertemu, sekali saja. Setelah itu, aku akan pergi.
Tolong... demi masa lalu yang pernah kita jalani.
Nurlaela."
Ahmad menatap surat itu dalam-dalam, dengan penuh gelisah. Lalu mengangkat kepalanya. Matanya menerawang jauh ke depan, memandang cakrawala dengan pandangan tak berkedip. Ia tahu, ini bukan sekedar permintaan pertemuan. Akan tetapi, ini adalah perhitungan dengan masa lalu.
Ia memandang anaknya Nadia yang sedang tertidur di buaian.Lalu ia memandang Sulaiha dari kejauhan, ia sedang menyulam baju bayi. Namun, dalam hatinya, Ahmad tahu--satu langkah salah saja... semuanya bisa runtuh.
Malamnya, Ahmad duduk berdua dengan Sulaiha.
"Sul," ucapnya pelan. "Kalau kamu tahu masa laluku kelam, apakah kamu masih tetap bersamaku?"
Sulaiha menatap suaminya dalam, dengan perasaan terharu, sembari meremas lembut jari-jari Ahmad.
"Mas, setiap orang punya masa lalu. Akan tetapi, yang penting, dia tidak lari darinya. Selama kamu jujur, aku tak akan pergi," jawabnya lembut.
"Baik, Besok... Aku akan temui Nurlaela," ucap Ahmad.
***
Keesokan harinya. Pagi itu, saat langit belum sepenuhnya cerah. Ahmad mengendarai mobil perusahaan menuju lokasi proyek. Namun, di tikungan sempit, sebuah mobil melaju tak terkendali ke arahnya.
"BRAK!"
Mobil itu menghantam pohon di pinggir jalan. Ahmad menghentikan laju mobilnya dan segera berlari ke arah kecelakaan. Seorang perempuan muda pingsan di balik kemudi, darah mengucur dari pelipisnya.
Tanpa pikir panjang, Ahmad membawanya je rumah sakit. Tak ada identitas, tak ada keluarga yang bisa dihubungi. Dan sang dokter, karena keterbatasan prosedur, ia menuntut agar ada seorang yang bertanggung jawab.
"Maaf, Pak Ahmad. Jika tak ada yang menjamin pasien ini, kami tak bisa teruskan tindakan lanjutan," tegas sang dokter.
Awalnya, Ahmad sempat ragu. Wajah Nadia terlintas di benaknya, suara lembut Sulaiha bergema di telinga. Tapi nurani sebagai manusia tak bisa ia abaikan.
"Aku... aku bersedia jadi penjaminnya," ucap Ahmad, dengan berat.
Dan kalimat itulah yang menjadi awal segalanya.
Saat si perempuan itu siuman, ia menangis histeris. Ia adalah--Nurlaela, dengan perutnya yang membesar. "Aku ingin mati saja..." bisik Nurlaela dengan tatapan kosong.
Akan tetapi, tiba-tiba Nurlaela melarikan diri ke atap rumah sakit. Ia berdiri di pinggir atap, rambutnya terurai diterpa angin malam. Ahmad yang mengetahui kabar itu, segera ia berlari ke atas.
"Nurlaela! Jangan lakukan itu! Hidupmu masih berharga!"
"Kenapa kamu peduli?" teriak Nurlaela. "Setelah kamu meninggalkanku aku menderita. Kalau kamu tak ingin aku mati... nikahi aku. Setidaknya agar anakku punya nama ayah!"
Ahmad membeku seketika, seolah duniabya ikut membeku.
Pikirannya seperti badai. Ahmad ingin menolak, ingin pergi, tapi Nurlaela mulai menjulurkan kakinya ke bawah, hal itu menghantam sisi kemanusiaannya.
"Baik..." gumamnya lirih. "Tapi ini hanya sementara. Untuk menyelamatkanmu. Hanya nikah siri."
Malam itu, di ruang rawat nginap rumah sakit, hanya suster dan dokter sebagai saksi, Ahmad menikahi Nurlaela.
Dan saat ijab qabul terucap, tanpa ia sadari... dunia lamanya retak dalam diam.
***
Sementara di rumah, Sulaiha menyiapkan perayaan ulang tahun kelima Nadia. Kerabat berdatangan. Lilin menyala di atas kue, siap ditiup.
Namun, saat Nadia hendak meniup lilin, kue ulang tahun itu jatuh dari meja--hancur berantakan. Semua terdiam.
"Ini... pertanda buruk," gumam Bu Aminah. Tapi Sulaiha menepisnya.
Ahmad tak juga datang. Ponselnya tak aktif.
Tak ada kabar. Tak ada pesan.
Sementara itu, Ahmad masih di rumah sakit. Handphone-nya tertinggal di mobil.
Keesokan harinya, saat Ahmad pulang. Wajahnya letih dan kaku. Ketika Sulaiha menanyakan alasannya tidak datang ke pesta ulang tahun Nadia, ia hanya diam. Pandangannya kosong. Bibirnya tak mampu membentuk kata.
"Mas... kamu kenapa?" desak Sulaiha. "Tolong, katakan yang sejujurnya."
Tapi Ahmad hanya duduk mematung.
Sulaiha mulai mencium ada yang tidak beres.
Apakah masalah ini dapat terungkap?
Ataukah hanya menjadi awal runtuhnya sebuah rumah tangga?
***
***
Langit sore itu mendung. Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang menusuk hidung. Ahmad melangkah pelan menuju sebuah cafe kecil di sudut kota, tempat yang disebut Indah dalam pesannya. Ia melangkah berat, seolah kakinya terikat rantai masa lalu.Tak lama Ahmad tiba di depan café itu. Ia memarkir mobilnya lalu melangkah akan masuk. Saat pintu cafe terbuka, Ahmad berdiri sejenak di ambang pintu, pandangannya langsung tertuju pada sosok perempuan di pojok ruangan. Indah, ia duduk sendiri, kepalanya tertutup jilbab berwarna biru tua. Tatapannya tajam, tapi dalam, seakan menyimpan ribuan rahasia yang akan terbongkar.Saat Ahmad melihatnya, sepertinya tenggorokannya tercekat. Bibirnya nyaris tak mampu menyebutkan namanya.“Indah…”Perempuan itu seketika menoleh. Senyum tipis terukir, tapi justru membuat dada Ahmad semakin sesak.Indah membuka mulut,“Akhirnya kita bertemu lagi, Mas. Duduklah!”Ahmad duduk berhadapan dengannya. Perasaannya gelisah, berulang kali meremas ja
Malam itu, ketika seorang perempuan misterius datang. Ahmad membuka mulutnya, tapi hanya satu kata yang lolos, terdengar begitu berat, seolah menyingkap rahasia yang selama ini terkubur:“Indah…”Nama itu meluncur lirih. Namun, cukup untuk membuat Nurlaela terperanjat, tubuhnya hampir goyah.Nama itu yang keluar dari bibir Ahmad, mengguncang Nurlaela seperti petir di tengah malam. Sejak malam itu, hidup Ahmad seolah memasuki lorong panjang penuh teka-teki.***Setahun sudah ia menjalani hari-hari sunyi tanpa Sulaiha—bidadari yang telah kembali ke sisi Ilahi. Kekosongan itu masih terasa, meski di rumah ada Nurlaela. Statusnya sebagai istri kedua hanya sebatas nikah siri. Secara hukum negara, hubungan itu rapuh, tak tercatat, seolah bisa runtuh kapan saja, tapi punya pesona mengguncang hati Ahmad.Namun, bagi Ahmad, tak ada satu pun yang mampu menggantikan Sulaiha. Cintanya pada sang bidadari dunia terlalu dalam. Kenangan tentangnya abadi, sementara kehadiran Nurlaela lebih sering mengh
Malam itu Ahmad masih sulit memejamkan mata. Pertemuan tak terduga dengan sosok dari masa lalu seakan membuka kembali pintu kenangan yang telah ia kunci rapat-rapat. Di kamarnya yang sepi, lelaki itu menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Pandangannya berkelana dari sudut ke sudut, hingga akhirnya tertambat pada sebuah foto berbingkai indah di dinding.Di dalam foto itu, Ahmad tidak sendiri. Ada seorang gadis di sampingnya, dengan senyum canggung dan tatapan yang seolah enggan diabadikan kamera. Namun, bagi Ahmad, justru itulah pesona yang membuatnya jatuh cinta.Hatinya bergetar. Luka lama kembali berdarah.“Seandainya kau tahu, betapa aku mencintaimu…” bisiknya lirih, jemarinya menyentuh dinginnya kaca bingkai.Kenangan itu menyeretnya jauh ke masa lalu. Saat awal pertemuan yang sederhana, sekadar sapaan singkat di sebuah kantor. Gadis berkacamata tebal itu menunduk malu ketika Ahmad memujinya. “Ternyata di gedung ini ada makhluk cantik,” katanya waktu itu, tulus, tanpa basa-basi.Reaks
Sejak kepergian Sulaiha, rumah itu tak lagi ramai. Sunyi terasa menekan, dinding-dinding seolah ikut meratap, dan setiap sudut masih menyimpan jejak kenangan yang membuat dada Ahmad sesak. Namun, di tengah kabut duka yang menyelimuti, ada satu jiwa mungil yang kini rapuh—dan sekaligus menjadi alasan Ahmad untuk tetap berdiri: Nadia, putri kecilnya.Gadis itu berusaha tegar, meski hatinya hancur. Tangannya sering gemetar, keringat dingin membasahi telapak, dan matanya sembab karena air mata yang tak pernah benar-benar kering. Ada haru, takut, dan kehilangan yang bercampur aduk dalam dirinya. Nadia kini berada di ambang masa depan—sebentar lagi ia akan tamat SMP. Namun, justru di titik inilah ia kehilangan sosok penyemangat hidupnya, sang bunda yang selama ini menjadi cahaya dalam kegelapan.Sejak ibunya tiada, Nadia kerap termenung sendirian. Nafsu makannya hilang, semangat belajarnya redup, bahkan sudah sepekan ia tak menginjakkan kaki ke sekolah. Kamar yang dulu riuh dengan tawa kec
“Dunia Ahmad Runtuh! Kehilangan Bidadari yang Dicintainya…”Lelaki itu bagaikan kaca rapuh, sewaktu-waktu bisa pecah berkeping-keping ketika terbentur musibah. Itulah Ahmad—seorang suami yang kini hatinya hancur setelah ditinggal pergi oleh belahan jiwanya.Sejak kepergian Sulaiha—sang bidadari dunianya, Ahmad hidup bagai jasad tanpa ruh. Duduk termenung sendiri, tubuhnya semakin kurus, wajahnya pucat, dan sorot matanya kosong. Nafsu makan hilang, gairah hidup lenyap. Sulaiha—cahaya yang selalu menyinari langkahnya. Kini benar-benar pergi, tak akan pernah kembali lagi.Di depan jasad istrinya, Ahmad berusaha tegar. Namun, tangis yang berusaha ia tahan akhirnya pecah juga. Air matanya tumpah, membasahi wajah yang biasanya gagah. Berlembar-lembar tisu habis, hanya untuk menyeka derasnya duka saat itu.Ketika ibunya dulu meninggal tertabrak truk, ia hanya termangu tanpa setetes air mata. Tapi kali ini… Ahmad tak mampu lagi berpura-pura kuat. Kepergian Sulaiha benar-benar merobek seluruh
Rumah tangga Ahmad dan Sulaiha telah lama berjalan dalam ketenteraman. Nadia, buah hati mereka, tumbuh menjadi remaja yang manis dan cerdas. Kini ia duduk di kelas tiga SMP, sebentar lagi akan melangkah ke jenjang SMA. Cita-citanya jelas—ia ingin menjadi dokter, terinspirasi oleh para tenaga medis yang dulu merawatnya saat ia jatuh sakit.Ekonomi keluarga ini pun berkecukupan. Ahmad menjabat sebagai kepala bagian di PT. Bumi Mandiri Residence—posisi setara manajer. Hidup mereka tak pernah kekurangan; akhir pekan diisi belanja di mal besar, barang-barang mewah masuk keranjang tanpa pikir panjang. Makan di restoran mahal menjadi rutinitas bulanan. Namun, di balik gemerlap itu, tanpa mereka sadari, pola hidup tersebut pelan-pelan mengundang penyakit—tekanan darah, kolesterol, hingga gula darah yang mengintai dalam diam.***Suatu hari, kantor Ahmad libur. Ia mengajak Sulaiha, Nadia, dan Mbok Jumini berlibur ke luar kota. Mereka pulang menjelang magrib. Begitu masuk rumah, Sulaiha langsun
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments