Share

Bab 8| Rencana dan Perhitungan

"Kalau begitu ... tidak salah lagi, orang yang kau maksud itu Jovian Arsenio Heide kebetulan dia juga pemilik Rumah Sakit ini." 

Alessa membelalakkan kedua matanya. Lidahnya bahkan terasa kelu untuk menanggapi Mina. Kedua tangannya mengepal keras hingga memutih. Nama itu bukan nama yang asing untuk dikenal melainkan nama orang yang memiliki harta dan kekuasaan saat ini. Ternyata orang yang hendak Alessa berikan perhitungan merupakan orang yang berkuasa.

"Boleh juga," ucap Alessa sembari tersenyum kecil.

"Apa kau barusan berbicara sesuatu?" tanya Dokter Mina yang heran. 

Alessa segera menggeleng. "Sepertinya dia orang yang berkuasa ya? pasti punya segalanya dibandingkan aku yang orang biasa saja bahkan miskin," ucap Alessa tersenyum remeh.

Dokter Mina menggeleng. Dia tak setuju dengan ucapan Alessa yang terlalu merendahkan dirinya. "Kamu punya potensi bahkan jika Jovian mengenalmu bisa saja dia jatuh cinta padamu," sahut Dokter Mina.

Alessa tersipu malu. Tak dipungkiri memang jika sosok Jovian memang tampan namun sayang karena sudah terlanjur benci Alessa segera menepisnya. "Tidak sepadan dengan apa yang sudah Ia lakukan padaku," elak Alessa.

Dokter Mina menghela napas. "Kalau begitu, bekerjalah dengan rajin, masalah Jovian bisa nanti dibicarakan baik-baik," saran Dokter Mina.

"Terima kasih Dok atas semuanya, jika urusan Pria itu biar jadi urusanku saja tapi aku mohon padamu Dok jangan beritahukan masalah ini pada siapapun sekali itu Tuan Jovian sendiri," ujar Alessa.

Dokter Mina mengangguk. "Kalau begitu, aku pergi ke Poli lagi ya, kapan-kapan kita makan siang bareng." Dokter Mina berucap sembari beranjak pergi meninggalkan Alessa.

Alessa pulang dari shift kerjanya saat hari sudah menjelang petang. Seharusnya lebih cepat tapi Alessa tak tega membiarkan rekan-rekan kerjanya yang kelabakan menerima pasien operan baru. Alessa segera pulang dengan berjalan kaki menuju halte. Ketika keluar dari lobi Rumah Sakit Heide. Ia tak sengaja berpas-pasan dengan Jovian yang baru keluar dari lift yang lain.

Alessa buru-buru bersembunyi dibalik dinding yang bersebelahan dengan sebuah pilar dan vas bunga. Alessa berdiri lumayan dekat dengan Jovian yang sedang berdiri menerima panggilan dari ponsel genggamnya. Alessa diam-diam menguping pembicaraan Jovian. 

"Ya, besok pagi meeting," ucap Jovian yang tegas. 

Usai menerima panggilan dari ponsel genggamnya. Jovian yang saat itu mengenakan kemeja putih polos dengan celana cokelat pun beranjak pergi meninggalkan Rumah Sakit. Pria itu tidak mengetahui keberadaan Alessa yang bersembunyi untuk mengupingnya.

"Tunggu saja kamu, Jovian Arsenio Heide," gumam Alessa. Ia memerhatikan punggu lebar Jovian yang semakin menjauhinya. 

Alessa kala itu langsung pulang ke rumahnya. Rumah keluarga Anshar yang sudah seperti keluarga baginya. Alessa pulang ketika hari sudah petang. Ia berpas-pasan dengan Eidar yang baru sampai di halaman pekarangan rumah.

Pria itu membuka helm yang Ia kenakan. Eidar tersenyum lembut pada Alessa. "Hari ini kamu gak perlu masak ya, aku beli ayam bakar," ucap Eidar sembari menunjukkan kantung berisi makanan itu.

"Iya, aku akan menyiapkan nasi dan piringnya," sahut Alessa tersenyum kecil. 

Ketika Alessa sedang mempersiapkan makan malam sosok Pria tua yang sudah berambut putih itu baru saja tiba. Robert memang sudah tua tapi tubuhnya masih bugar kadangkala Alessa penasaran dengan pekerjaannya pada Wanita itu. Robert memang seorang pelayan keluarga Heide tapi Alessa merasa pekerjaan Robert bukan hanya sekedar pelayan.

"Alessa, senang melihatmu," ucap Robert.

"Paman, selamat datang," sahut Alessa. 

"Wah, Ayah, kebetulan aku beli ayam bakar, ayo makan bersama," ajak Eidar yang sudah mengganti baju batiknya dengan kaos putih oblog. Eidar mengenakan celana trainning hitam. Eidar duduk lebih dulu sembari memotong ayam bakar yang kemudian Ia letakkan dipiringnya Alessa. "Kakak Perawat harus banyak makan biar kuat," kekeh Eidar.

Alessa tersenyum kecil. Eidar yang ramah dan hangat itu selalu berhasil membuat Alessa terhibur. "Terima kasih Pak Dosen," sahut Alessa. 

Robert merasa senang melihat anak semata wayangnya itu tampak akrab dengan Alessa. Ia membawa Alessa ke rumah ini karena merasa berdosa pada gadis polos seperti Alessa sembari Robert terus melindungi keberadaan Alessa dari Julia tuannya. "Semoga akan tetap seperti ini," gumam Robert. Ia memerhatikan kedekatan Alessa dan Eidar. 

Keesokan paginya Alessa berangkat bekerja lebih awal. Ia mengenakan riasan tipis di wajahnya bahkan menggunakan parfume. Alessa sebenarnya sudah cantik tanpa riasan tapi ketika memakai riasan dia jauh jadi lebih cantik. 

Rambut hitam panjang bergelombangnya diikat ekor kuda. Alessa hari ini menggenakan scrub atau pakaian setelan medis berwarna biru terang. Alessa melihat dirinya dari pantulan cermin kemudian menyapu jemarinya pada ujung bibir merah merekahnya. Ia membenahi sisa pewarna bibir yang sedikit keluar itu. 

Alessa mengenakan riasan bukan tanpan alasan. Ini termasuk ke dalam salah satu rencananya. Ia terus mengingat kode dari mobil milik Jovian dan bentuk mobilnya saat Alessa tiba di Heide Hospital. Alessa yang saat itu baru tiba di depan pintu masuk Heide Hospital kebetulan melihat Jovian yang baru keluar dari mobilnya. 

Ketika memasuki lift. Alessa melihat seseorang menahan pintu liftnya. Ia bertemu dengan Dokter Mina yang sama-sama memasuki lift yang sama dengannya.

"Wah, hari ini kamu cantik dan lebih percaya diri," puji Dokter Mina.

"Setidaknya tidak seperti orang baru bangun tidur atau pucat," canda Alessa. 

Dokter Mina mengangguk setuju. "By the way, kamu bakalan sering ketemu dengan Jovian karena katanya kemarin dia sudah diperbolehkan pulang," ucap Dokter Mina.

"Aku baik-baik aja kok, lagipula ini Rumah Sakit punya dia." Alessa tertawa hambar. 

"Kalau begitu aku duluan ya, lain kali makan siang bareng kalau ada waktu." Dokter Mina berucap sambil keluar dari lift.

Alessa melambaikan tangannya karena Ia harus menuju lantai empat tempat unit dia bekerja tapi sebuah tangan menahan pintu lift. Alessa membelalakkan kedua mata cokelat karamelnya saat menatap kedua iris biru terang milik Jovian. Kedua mata berlainan warna itu saling menubruk satu. Alessa yang duluan menundukkan kepalanya. 

"Selamat pagi, Tuan," ucap Alessa seraya menggeser posisi berdirinya ke pojok lift. 

"Pagi," sahut Jovian dengan nada dinginnya.

Pria itu berdiri disebelah Alessa. Ia melirik Alessa yang masih menundukkan kepalanya itu. Jovian sebenarnya menyadari jika hari ini Alessa berbeda dari kemarin. Alessa menggunakan riasan yang membuat Jovian terus meliriknya. Jovian bahkan memejamkan kedua kelopak matanya sejenak untuk menghirup aroma kamelia yang manis dari Alessa. 

Lift berbunyi kemudian Alessa lebih dulu keluar dari lift tanpa memerdulikan Jovian yang masih berdiri dengan tatapan tajamnya pada Alessa. "Aku bisa gila jika lama-lama disebelahnya," gumam Alessa. Alessa menghela napas karena lega usai berpisah dengan Jovian. 

Ia pun mulai bekerja seperti biasanya. Alessa yang cekatan dan ramah mudah menanggapi pasien yang dia rawat. Alessa lebih fokus bekerja berbeda dari kemarin karena memikirkan Jovian. Alessa kali ini memiliki rencananya sendiri. 

Ketika jam shiftnya selesai. Alessa sengaja pulang melewati jalan ke basement parkiran. Ia melihat mobil yang Jovian kendarai baru saja melesat keluar. Alessa memejamkan kedua kelopak matanya kemudian berdiri di pinggiran jalan.

Bruk! 

Mobil yang Jovian kendarai membuat Alessa terjatuh karena menyenggol tubuh mungilnya itu. Alessa jatuh tersungkur sehingga kedua lucutnya mengalami luka lecet. Alessa berusaha beranjak berdiri sambil membersihkan ujung pakaiannya yang menempel pasir.

"Kau sudah gila berjalan di dekat mobil orang lain!" suara teriakan Jovian terdengar menggema ke seluruh area basement. Ia baru saja keluar dari mobilnya sembari menghampiri Alessa.

Semula Alessa selalu menundukkan kepalanya atau bahkan menjauhkan kontak mata dari Jovian. "Oh jadi, semua ini juga salahku ya," ledek Alessa. Wanita bermata cokelat karamel itu menatap langsung kedua mata Jovian dengan tatapan menantangnya.

Jovian sempat terperangah sejenak. "Kau tahu bukan jika ini jalur keluar mobil?" tanya Jovian.

"Tidak tahu tuh, jadi jalan ini saja tidak boleh aku lewati ya," 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status