Sesuai dengan perintah Gilang, Kasih pun mendatangi alamat yang pria itu kirimkan.
Wanita itu mengerutkan keningnya ketika yang ia datangi ternyata sebuah klub malam. Sekali lagi Kasih memandangi ponselnya, memastikan bahwa dia tidak salah alamat."Benar kok, apa dia ada di sana? Tapi kenapa harus menyuruhku datang ke sini?" gumam wanita itu.Karena Kasih masih ragu, wanita itu pun akhirnya memutuskan untuk menghubungi Gilang."Halo, Gilang. Aku sudah berada di tempat alamat yang kamu kirim. Kamu ada di mana?" tanya Kasih to the poin."Kau sudah datang? Masuk saja, aku ada di dalam.""Kenapa kamu tidak keluar saja?" tanya Kasih kesal."Tidak bisa, aku ditahan oleh seorang wanita. Bisakah kamu cepat datang ke sini?" pinta Gilang.Kasih mendesis lirih, kalau dia tidak membutuhkan banyak uang, tak mungkin dia mau menuruti perintah pria itu.Kasih masuk ke dalam klub itu, matanya mengedar pada segala arah, dan pada akhirnya pandangannya terhenti pada satu titik yang menurutnya mengganggu konsentrasinya.Kasih masih ingat bagaimana rupa wajah Gilang, dan kali ini dia kembali melihat pria itu, yang saat ini sedang dicumbu oleh seorang wanita yang Kasih tidak tahu itu siapa.Bahkan Gilang pun sama sekali tidak menolak cumbuan-cumbuan yang diberikan pada wanita itu."Kurang ajar! Apa maksudnya dia menyuruhku datang ke sini? Apa hanya untuk menyaksikan keerotisan mereka?" gerutu wanita itu.Karena Kasih geli sendiri melihat pemandangan menjijikkan itu, pada akhirnya dia memutar tubuhnya, berniat ingin pergi. Namun, baru saja dia maju selangkah, tiba-tiba dia mendengar suara dari ponselnya."Mau ke mana? Bukankah aku menyuruhmu untuk membantuku?"Kasih tersentak ketika ponselnya masih dia taruh di telinga, rupanya sedari tadi dia tidak mematikan sambungan telepon itu. Dia pun langsung mematikan sambungan telepon itu secara sepihak.Kasih kembali menatap pria itu. Tatapan mereka akhirnya bertemu, Kasih melihat bagaimana Gilang menatapnya dengan sendu."Sepertinya ada yang aneh dengan dia."Kasih mendekati Gilang. Berdeham keras agar wanita yang saat ini tengah berada di pangkuan Gilang menoleh ke arahnya.Sesuai dugaan, ternyata wanita itu langsung menatapnya, dengan tatapan emosi."Bisa tidak, nggak usah ganggu kesenangan kami?" tanya wanita itu ketus.Kasih diam, dia tidak tahu harus menjawab apa, maka yang bisa dia lakukan hanya memandang ke arah Gilang, wanita itu mengerutkan keningnya ketika Gilang memberikan kode padanya.Awalnya Kasih tak paham, tapi semakin lama akhirnya dia mengerti apa yang Gilang maksud."Ekhem, apa yang kamu lakukan pada kekasihku?" tanya Kasih sambil menatap wanita itu dengan tajam."Kekasih? Oh, oke. Kamu kekasihnya?" tanya wanita itu seraya bangkit dari pangkuan Gilang."Ya, lancang sekali kamu bermesraan dengan kekasihku!""Aku hanya meminjamnya sebentar, karena sedari tadi aku lihat dia selalu sendirian," sahut wanita itu tanpa beban.Kasih mengerjapkan matanya, dia kembali melirik ke arah Gilang. Kasih memekik tertahan karena pria itu membawa tubuhnya ke dalam pangkuannya.Kasih menelan salivanya dengan susah payah ketika hembusan napas pria itu menyentuh area lehernya."Se-sekarang aku sudah ada di sini. Jadi, kamu boleh pergi," kata Kasih gugup."Baiklah." Wanita itu mendekati Kasih, lalu berbisik pelan. "Kekasihmu sangat tampan, kalau kamu sudah tidak membutuhkannya lagi, kamu bisa memberikannya padaku," kata wanita itu seraya mengusap wajah Gilang dengan pelan, membuat Gilang menggeram tertahan.Setelah wanita itu pergi, Kasih akhirnya bisa bernapas lega. Dia ingin berdiri namun ditahan oleh Gilang."Apa yang kamu lakukan?" tanya Kasih."Bukankah kamu menyetujui perjanjian itu," bisik Gilang."Y-ya, tapi kenapa harus sedekat ini?""Kamu harus terbiasa akan hal itu, karena ini hanya bagian awal saja. Belum tahap permainan yang sesungguhnya," ujar pria itu menyeringai. "Sekarang bawa aku pergi dari sini," titah pria itu."Ada apa denganmu?" tanya Kasih bingung, karena melihat gelagat Gilang yang tampak aneh."Entahlah, sepertinya wanita murahan itu telah memberikanku sesuatu."Kasih tidak menjawab ucapan Gilang lagi, wanita itu hanya menurut saja apa yang Gilang perintahkan.Kasih dengan susah payah membawa tubuh Gilang keluar dari klub itu, dan beruntungnya tepat di depan pintu itu, ada sebuah taksi yang tengah berhenti, Kasih pun langsung membawa Gilang ke mobil tersebut."Pak, jalan ya," pinta Kasih."Mau ke alamat mana, Mbak?" tanya supir taksi itu."Ke--""Hotel Lavender," sela Gilang cepat.Mata Kasih membulat. "Hotel?!" tanya Kasih dengan suara tinggi."Kenapa kamu cemas seperti itu? Bukankah kamu sudah setuju dengan--"Ucapan Gilang terputus karena Kasih langsung membekap mulut pria itu."Iya, iya. Aku setuju. Tapi ... apakah harus malam ini?"Gilang tak menjawab, dia hanya menyeringai lebar, seperti tengah merencanakan sesuatu.Melihat Gilang diam saja, membuat Kasih semakin gelisah."Emm ... wanita tadi, dia siapamu?" tanya Kasih, mengalihkan pembicaraan, juga untuk meredam rasa gugupnya."Bukan siapa-siapa," jawab Gilang cuek."Tapi, tadi kalian terlihat begitu dekat, bahkan kamu sangat menikmati-- ehem, ya ... intinya seperti itu," jawab Kasih sambil mengusap tengkuknya secara perlahan."Hal seperti itu sangat lumrah dalam dunia klub malam. Jadi jangan heran.""Lalu, kenapa kamu tidak--""Apa? Kamu berpikir jika aku suka jajan sembarangan, begitu?""Aku nggak ngomong kayak gitu, tapi kenapa kamu nggak mencoba saja, kalau dilihat-lihat kalian--""Aku tipe pria yang setia terhadap pasangan, dan kali ini aku akan mencobanya denganmu."Kasih bungkam seketika, mencoba mencerna apa yang baru saja Gilang katakan.'Setia? Jadi, dia sebenarnya sudah punya pasangan?' Batin wanita itu bertanya-tanya."K-kamu sudah memiliki kekasih?" tanya Kasih, memberanikan diri untuk bertanya."Ingat peraturan. Diperjanjian sudah tertulis kalau di antara kita tidak boleh mencampuri pribadi masing-masing.""Tapi, bagaimana dengan perasaan kekasihmu seandainya dia tahu kalau kita akan--""Dia tidak akan tahu kalau tidak ada yang memberi tahu. Sudahlah, aku tidak ingin membahas hal yang lain, malam ini aku ingin habiskan malam yang panjang denganmu, persiapkan saja dirimu." Gilang mencondongkan tubuhnya di dekat Kasih. "Puaskan aku malam ini," bisik pria itu, membuat bulu kuduk Kasih merinding.Wanita itu langsung membuang pandangannya keluar jendela. Mulutnya terus saja komat-kamit, sepertinya Kasih tengah berdoa agar Gilang mengurungkan niatnya.Tapi, harapan Kasih sirna karena saat ini taksi tersebut sudah berada di sebuah bangunan yang bertuliskan 'Lavender Hotel'. Lagi-lagi Kasih hanya bisa menelan salivanya dengan kasar."Maaf, Mas, Mbak. Sudah sampai sesuai yang diminta," tegur supir tersebut."Ah, i-iya. Kami akan segera turun," sahut Kasih cepat.Kasih melongo ketika melihat Gilang keluar dari mobil itu dengan santai."Tunggu, bukankah tadi ketika jalan kamu tampak sempoyongan? Terus kenapa sekarang sudah normal?" tanya Kasih dengan mata menyipit."Udah nggak sabar buat unboxing kamu, cepatlah keluar!" sentak pria itu."Gilang, aku ... sepertinya aku tidak bisa. Bagaimana kalau lain kali aja?""Oke, nggak masalah. Uangnya juga lain kali kalau gitu," sahut pria itu, lalu melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Kasih yang masih terdiam di mobil itu dengan cemas.Sebelum Kasih keluar dari mobil itu, tak lupa dia membayar taksi tersebut, setelah itu dia mengejar Gilang yang saat ini sudah berada di depan resepsionis."Gilang, aku mau," ujar Kasih mantap.Gilang melirik Kasih sejenak, kemudian tersenyum menyeringai."Pilihan yang bagus, honey," kata pria itu sambil menggandeng tangan Kasih menuju kamar hotel yang ingin dituju.Sesampainya di dalam kamar tersebut, mereka berdua tampak memandang satu sama lain. Gilang sepertinya tengah menilik penampilan Kasih dari atas sampai bawah, membuat Kasih yang ditatap seperti itu merasa risih."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya wanita itu ketus.Gilang menjawab dengan gelengan kepala saja sambil tersenyum tipis."Sesuai dugaan, kamu adalah wanita yang baik-baik, itulah yang aku cari.""Maksud kamu?" tanya Kasih tak paham.Gilang menghela napas. "Sebenarnya wanita itu banyak, nggak cuma satu, yang cantik banyak, yang seksi juga banyak, apalagi yang aduhai. Hanya saja, berurusan dengan wanita seperti itu sangat menjengkelkan. Sudah dikasih uang, mereka pasti nantinya akan meminta lebih, dan aku yakin kamu tidak akan seperti itu."Kasih terus saja diam, karena dia masih tidak paham dengan apa yang Gilang maksud. Tanpa sadar dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada usai Gilang berkata seperti itu. Gilang yang melihatnya hanya mampu tertawa."Kamu juga cantik, k
"Iya, Sayang. Aku nggak macam-macam kok di sini, kamu tenang aja, ya. Cintaku tetap untuk kamu," ucap Gilang dengan senyum tipis."Janji, ya?" tanya wanita itu dari ujung sana dengan suara manja."Iya, Sayang. Aku janji, kamu kapan pulang? Aku udah kangen nih.""Masih lama, kemarin aku janji sama kamu cuma sebulan kan? Kayaknya diundur deh. Manager aku bilang kalau aku di sini selama tiga bulan. Kamu nggak marah, kan?"Gilang tersenyum kecut, pria itu menyugar rambutnya dengan kasar. Sudah dia duga kalau ujung-ujungnya akan berakhir seperti ini."Ya ... mau gimana lagi, nasib punya pasangan model, ya harus seperti ini," jawab Gilang pada akhirnya."Tapi kamu nggak apa-apa, kan?" tanya wanita itu sekali lagi."Nggak apa-apa, santai aja.""Beneran? Kok kamu tumben banget sih jawab kayak gitu. Biasanya juga selalu merengek nyuruh aku balik. Atau yang lebih parahnya malah nyuruh aku pensiun jadi model.""Berkali-kali aku nyuruh juga nggak bakalan kamu turutin, kan?" tanya Gilang sarkas. "
Kasih tersenyum lebar ketika melihat ibunya sudah sadar, senyumannya makin mengembang ketika netranya bertemu pandang pada ibunya yang saat ini tengah tersenyum padanya."Kasih," panggil wanita paruh baya itu."Ibu, akhirnya aku kembali melihat senyumanmu, aku sangat merindukannya," ucap Kasih sambil mendekap erat tubuh wanita itu, sesekali terdengar Isak lirih dari Kasih."Ibu sudah tidak apa-apa, Nak. Terima kasih karena sudah mau memperjuangkan Ibu."Kasih menggeleng, dia sama sekali tidak setuju dengan ucapan ibunya."Sudah sepantasnya aku sebagai anak harus mengurus Ibu, kenapa Ibu malah bicara seperti itu?" tanya Kasih agak ketus.Ditanya seperti itu wanita paruh baya itu hanya tertawa pelan. Namun tak lama kemudian dahinya berkerut, lalu menelisik ruangan itu dengan seksama."Ada apa, Bu?" tanya Kasih cemas. "Apa Ibu masih merasakan sakit?" tanyanya lagi.Mutia menggeleng, dia menatap Kasih dengan tajam."Dari mana kamu mendapatkan uang, Nak? Apa mungkin dari Dani? Tapi ... apa
[Sampai jam segini kamu belum datang? Apa kamu ingin bermain-main denganku, Kasih?]Kasih menelan salivanya dengan susah payah ketika mendapat pesan dari Gilang.Memang dia berniat tidak akan mendatangi pria itu. Alasannya karena hari ini mood dia benar-benar buruk karena ulah suaminya.Beberapa kali Gilang menghubunginya, tapi selalu Kasih abaikan. Dia pikir nanti ketika ditanya oleh Gilang, dia bisa saja mencari alasan.Tapi, isi pesan Gilang kali ini mampu membuat nyalinya menciut. Sepertinya Gilang mengetahui kalau dirinya tengah menghindari pria itu.[Aku sedang tidak enak badan. Lain kali saja aku menemuimu.]Tangan Kasih gemetar ketika mengetik pesan tersebut. Dia sangat berharap jika Gilang akan mengerti. Namun, matanya terbelalak ketika dia mendapat balasan pesan dari Gilang.[Benarkah? Aku sudah berada di depan rumahmu, cepat buka pintunya, jangan banyak alasan!]Kasih langsung beranjak dari tempat tidurnya, dia mendekati jendela untuk melihat apakah benar Gilang berada di d
Kasih masih terdiam ketika Gilang sudah menoleh ke arahnya. Wanita itu menatap Gilang dengan tatapan tak terbaca, begitu pun sebaliknya, Gilang juga menatap Kasih dengan senyum seringainya."Sudah siap?"Kasih menelan salivanya dengan susah payah, dia ingin berkata tidak, tapi tidak bisa, suaranya tercekat.Gilang yang melihat wajah Kasih tampak tegang pun mengerutkan keningnya."Are you oke? Apa kamu beneran tidak enak badan?"Kasih menggeleng, dia berdeham kecil untuk mengubah ekspresi wajahnya, berusaha keras untuk tersenyum, walaupun kaku."Nggak, nggak apa-apa.""Kalau tidak bisa jangan dipaksakan," tegur pria itu."Apa boleh lain kali saja?" tanya wanita itu dengan wajah berbinar. Ucapan Gilang merupakan angin segar untuknya."Sayangnya tidak bisa. Karena aku sudah ngebet banget pengin kawin," sahut Gilang dengan santainya.Senyum Kasih perlahan memudar, dia menatap pria itu dengan malas.'Tau gitu kenapa tadi ngomong seperti itu, kalau hasilnya juga sama aja,' gerutu Kasih dala
"Hai, Sayang. Tumben cepat banget pulangnya," ucap Gilang.Dahi pria itu tampak berkeringat karena terlalu panik. Dia berusaha keras menutupi kegugupannya."Kenapa? Kok kayak nggak suka gitu kalau aku pulang? Terus ngapain kamu ada di kamar tamu?"Gilang mengusap keringatnya, terdiam cukup lama untuk memberi jawaban yang tepat untuk Yura, istrinya."Nggak ada sih, tadi aku kecapean. Mau ke kamar kita rasanya malas, makanya aku istirahat di ruang tamu," kata pria itu beralasan."Masa sih, terus kenapa kamu keringetan begitu?""Itu, AC di dalam kamar mati. Kenapa sih, kok kayak curiga gitu?"Yura menggeleng pelan, dia mengedikkan bahunya. "Nggak apa-apa sih, cuma tanya aja."Tiba-tiba wanita itu mendekat sambil tersenyum nakal. Yura merangkul pundak Gilang."Sayang, aku kangen," ujar wanita itu manja."Iya, sama. Aku juga kangen banget sama kamu."'Sial, kenapa tubuh Kasih masih terbayang jelas di pikiranku,' keluh pria itu dalam hati."Kita main yuk. Terserah deh mau berapa lama. Pokok
Sepanjang ia berjalan, pria itu tak pernah berhenti mengulas senyum. Rasanya beban yang dia rasa di badan telah musnah. Itu semua berkat wanita itu, ya dia adalah Kasih.Gilang menghela napas panjang ketika sudah mencapai di pintu kamarnya. Membuka pintu itu secara perlahan, kemudian kembali menutupnya dengan amat sangat pelan.Dilihatnya sang istri sedang tertidur, pria itu mendekati Yura, mengelus rambutnya dengan pelan.'Maaf, kamu pasti sangat lama menungguku, sampai-sampai ketiduran,' batin pria itu.Kendati demikian, Gilang sama sekali tidak menampilkan raut wajah merasa bersalah karena telah membuat wanitanya menunggu, lebih parahnya lagi, dia sama sekali tidak menyesal karena sudah bercinta dengan wanita lain dalam satu atap yang sama.Pria itu merebahkan tubuhnya di samping Yura, menatap langit-langit kamar sambil tersenyum lebar. Rasa penasarannya pada Kasih telah terbayarkan, dan sesuai dugaannya, jika wanita itu sangat memuaskan."Hah! Leganya," gumam pria itu."Lega kenap
"Seperti biasa, kau selalu memukau."Kasih mengernyit heran. Entah mengapa, dia merasa kalau Gilang akhir-akhir agak lebay. Ya, semenjak mereka sudah melakukan hubungan terlarang, Gilang selalu bertindak berlebihan.Seperti tadi contohnya, tiba-tiba saja pria itu memuji kecantikannya."Untuk apa menyuruhku datang menemuimu?" tanya Kasih to the poin."Santai dong, buru-buru banget. Nggak sabar banget ya pengin ke kamar."Kasih memutar bola matanya malas. Heran dengan pria itu, otaknya selalu saja tidak jauh-jauh dalam urusan ranjang. Sebelumnya Gilang tidak seperti ini.'Cih, ganteng doang. Otak mesum!' umpat Kasih dalam hati.Karena melihat Kasih diam saja, akhirnya pria itu berdeham sejenak. Berniat mengutarakan tujuannya."Jadi, ada yang mau aku omongin sama kamu." Suara Gilang kali ini cukup serius.Kasih mengangguk paham, pertanda dia siap mendengarkan ucapan Gilang."Tentang hubungan kita kedepannya."Kasih masih menatap Gilang dengan sorot mata tajam."Hubungan?" ulang wanita it