Share

9

Author: Mae_jer
last update Last Updated: 2023-05-15 20:51:42

Mata Austin dan Ainsley saling beradu. Tidak ada yang mau kalah diantara keduanya. Sementara Deisy yang berada diantara mereka berdeham pelan. Ia tidak suka diabaikan seperti ini.

Ainsley yang pertama memutuskan kontak matanya dengan lelaki yang duduk dengan gaya angkuhnya didepan mereka itu. Ia memberengut kesal karena tidak bisa tahan dengan tatapan mata Austin. Lihat saja sekarang, Austin tampaknya senang sekali dengan kemenangannya.

"Cih," gadis itu berdecih membuang muka tak mau menatap Austin. Lelaki itu menyeringai kemudian mengubah ekspresinya menjadi serius lagi. Ia kini menatap Deisy dan Ainsley bergantian.

"Jelaskan, kenapa kau ingin kakakmu menggantikanmu menikah denganku?" suara itu terdengar rendah dan tegas.

Ainsley kembali mengangkat wajahnya menatap kedepan. Ekspresinya tampak bingung. Ia melirik Deisy sebentar. Kapan dirinya bilang mau Deisy menggantikannya menikah dengan lelaki menyebalkan itu?

Sial. Pasti kakak tirinya itu yang mengajukan dirinya sendiri. Deisy kan tidak pernah mau kalah darinya. Ainsley merasa kesal. Walau ia mati-matian tidak mau menikah dengan Austin, bukan berarti ia ingin mencari orang lain menggantikannya menikahi pria itu. Ia cukup tahu seperti apa sifat Austin setelah beberapa waktu ini terus terlibat dengan lelaki itu. Deisy, sih kakak tiri yang menyebalkan itu hanya menambah masalah saja padanya.

Ainsley mendengus keras ketika melihat Deisy yang menatapnya dengan sinis. Wanita itu bahkan begitu percaya diri mengeluarkan semua kebohongan dari mulutnya tersebut. Tidak ada rasa malu sama sekali.

"Ainsley, sudah kubilang aku tidak berani mengikuti rencana gilamu ini. Bagaimana bisa kau ingin aku menggantikanmu menikah,"

Ainsley mencebik. Akting saja terus.

Tapi sebenarnya rencana licik Deisy  yang sama sekali tidak terpikir olehnya itu mungkin saja bisa membantunya. Karena sudah seperti ini, sekalian saja ia membenarkan perkataan Deisy, mungkin Austin akan setuju menukar pengantinnya. Gadis itu menatap Austin,

"Benar, kau sendiri tahu kan aku tidak pernah mau menikah denganmu? Lebih baik kau menikah saja dengan Deisy. Lagipula kalian berdua sangat cocok. Sama-sama menyebalkan," kalimat terakhir Ainsley ia ucapkan dalam hati. Ia sama sekali tidak menyadari perubahan di raut wajah Austin. Lelaki itu tampak marah. Berani sekali gadis itu mengaturnya.

"Aku tidak akan pernah menikah dengan siapapun selain dirimu Ainsley," kata pria itu penuh tekanan.

Deisy yang berdiri disebelah Ainsley merasa tertohok. Ia malu sekali dengan perkataan pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu. Sebenarnya apa sih bagusnya Ainsley sampai pria sekelas Austin yang punya segalanya dan sulit sekali didekati banyak kaum hawa itu mau menikahinya. Setahunya mereka belum lama saling kenal.

Ainsley tertawa keras.

"Dan aku tidak mau menikah denganmu!" balasnya tak mau kalah. Austin berdiri dari kursi dan mendekati Ainsley. Tidak peduli ada orang lain di dalam ruangan itu, ia hanya perlu membuat Ainsley tahu bahwa gadis itu adalah miliknya. Sekeras apapun Ainsley menolak, ia akan tetap membuatnya menjadi istrinya.

"Jangan terlalu bertingkah sayang, aku bisa saja melakukan hal gila padamu sekarang juga di sini, didepan saudari tirimu," bisik lelaki itu serak. Nada penuh ancaman itu membuat Ainsley menutup mulutnya. Ia tahu ancaman Austin selalu tidak main-main. Terakhir kali pria itu memberinya tanda kepemilikan didepan sekretarisnya sendiri, dalam ruangan kerjanya ini tentu saja.

"Kau boleh keluar," ucap Austin kemudian. Karena posisinya ketika mengatakan kalimat tersebut membelakangi kedua perempuan itu, Ainsley mengira yang di suruh keluar adalah dirinya dan cepat-cepat berbalik pergi.

"Bukan kau Ainsley," suara Austin lagi-lagi menghentikan langkah Ainsley. Gadis itu menghembuskan nafas kasar, lalu memilih duduk di sofa tanpa menatap pria itu sedetik pun.

Pandangan Austin berpindah ke Deisy. Wanita itu tetap setia berdiri meski tahu dialah yang di maksud oleh Austin.

"Aku tidak akan membuat perhitungan denganmu karena kau adalah kakak tunanganku. Yang jelas, tidak ada perempuan lain yang ingin aku nikahi selain adikmu. Keluarlah," kata Austin tegas. Tak ada senyuman sama sekali di wajahnya. Deisy tersenyum kikuk.

"Ah ya, sa ... Saya hanya melaporkan saja karena saya tidak enak pada anda," ucapnya gugup. Ia berusaha menutupi rasa malunya didepan Austin. Deisy ingin agar terlihat baik didepan lelaki itu. Apalagi sekarang statusnya adalah karyawan di perusahaan milik lelaki itu.

"K. .. kalau begitu saya keluar dulu," tambahnya lagi. Austin mengangguk cuek. Matanya sesekali mencuri-curi pandang ke Ainsley yang kini duduk santai di sofa miliknya.

Sebelum mencapai pintu keluar, mata Deisy menatap sengit ke Ainsley. Apalagi melihat ekspresi kemenangan adik tirinya itu. Lihat saja nanti di rumah, ia tidak akan membiarkan Ainsley hidup tenang.

"Sepertinya kau dan kakak tirimu tidak dekat, tapi aku akui keberaniannya berbohong dengan memakai namamu," pandangan Ainsley berpindah ke Austin yang entah kapan telah duduk di sebelahnya. Gadis itu berpikir sebentar, kemudian membulatkan matanya setelah mengerti apa maksud ucapan pria itu.

"Kau jelas tahu bukan aku yang merencanakan ide itu tapi masih berakting di depanku?" Seru Ainsley tidak terima. Ia merasa kesal. Waktunya yang berharga malah terbuang sia-sia. Padahal hari ini dia ada wawancara kerja.

"Kau harus tahu kalau aku tipe yang senang bermain-main dengan milikku," balas Austin santai. Ainsley makin tidak senang mendengar perkataan lelaki itu. Mainan? Pria itu menganggapnya sebagai mainan? Huh!

"Aku tidak sudi jadi milikmu. Sebaiknya kau cari saja wanita yang rela memberi diri mereka untukmu. Bukannya banyak? Mereka pasti bisa memuaskanmu," Ainsley menatap lelaki disebelahnya itu dengan berani. Ia bisa melihat seringaian diwajah tampan Austin.

"Kau pikir aku akan mati-matian menikahimu kalau sudah menemukan wanita yang bisa membuatku puas?" gumam Austin didepan wajah Ainsley. Karena jarak mereka terlalu dekat, Ainsley mundur namun sih Austin sialan ini malah terus mencondongkan badannya kedepan hingga membuatnya merasa sedikit gugup.

Walau ia tidak suka pada pria itu, Ainsley tidak bisa menampik wajah tampan itu kalau lama-lama ia lihat bisa membuatnya terlena juga. Tidak, tidak. Ia harus cepat-cepat pergi dari sini. Tapi bagaimana ia pergi kalau Austin terus mengukungnya begini?

"A ...Austin," tanpa sadar tangannya terangkat menyentuh dada bidang Austin. Meski bermaksud mendorong pria itu menjauh darinya, ia malah membuat pria itu semakin ingin menggodanya.

"Kenapa, hm?" gumam Austin di telinga Ainsley. Tak lupa memberikan kecupan ringan di daun telinganya. Semakin hari Austin makin berani. Ia bahkan sudah tidak tahan lagi bagaimana rasanya berhubungan  yang lebih jauh lagi dengan gadis itu, namun ia tidak mau dirinya makin terlihat buruk di mata Ainsley jika memaksa gadis itu tanpa ikatan pernikahan, karena itu ia mati-matian menahan gairahnya tiap kali gadis itu berada didekatnya.

"Aku harus pergi," ujar Ainsley dengan ekspresi serius.

"Ke kampus?" Austin bertanya.

"Mm." Ainsley mengiyakan. Tidak penting juga mengatakan yang sebenarnya pada pria itu.

"Ya sudah. Kau bisa pergi sekarang. Ingat, kau tidak pernah bisa kabur dariku. Kau mengerti kan?" Ainsley memutar bola matanya malas. Tahunya mengancam saja.

"Aku sudah tahu," balasnya ketus. Austin lalu berdiri balik ke meja kerjanya setelah mendaratkan ciuman ringan di bibir gadis itu. Ainsley yang kaget hanya bisa pasrah. Ia tidak bisa melaporkan tindakan semena-mena Austin, karena status mereka sangat jelas di atas surat perjanjian yang di bacanya seminggu yang lalu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pasangan Romantis   44

    "Dia kenapa?"Narrel berjalan cepat pada Austin yang masuk ke dalam Villa dengan menggendong Ainsley. Pria itu menatap penampilan keduanya yang basah dan kotor dengan lumpur."Jatuh di air," sahut Austin terus melanjutkan langkah menuju kamar. Narrel hanya termangu melihat mereka sampai keduanya menghilang dari hadapannya.Ada-ada saja. Pikir Narrel. Apa yang mereka lakukan sampai jatuh ke dalam air. Jangan bilang kalau mereka berdebat lagi. Lelaki itu menggeleng tidak habis pikir."Tuan Austin dan istrinya kenapa?"pandangan Narrel berpindah pada Iren yang sudah berdiri di belakangnya. Entah muncul darimana. Bukannya wanita itu tadi ada di taman belakang, lagi sibuk menyiapkan perayaan ulang tahun kecil-kecilan untuk pacarnya bersama yang lain."Jatuh di air katanya," sahut Narrel."Persiapan buat nanti malam sudah selesai?" tanya pria itu. Iren menggeleng."Hampir," jawabnya."Anda istirahat dulu saja, tua

  • Pasangan Romantis   43

    Entah sudah berapa lama mereka di atas perahu. Ainsley mulai merasa panas tak karuan. Ia mengelap kening dengan saputangan milik Austin. "Aku bisa mendayung ke tepi sungai yang teduh. Kau mau?" tawar Austin. Ainsley mengangguk. Ia memang merasa kepanasan karena berada langsung di bawah matahari. Angin yang bertiup tadi mulai berkurang jadi tidak mampu menghadang matahari terik untuknya. "Apa yang kau suka ketika naik perahu?" tanya Austin sambil mengangkat dayung dari air dan membiarkan mereka meluncur ke bawah bayang-bayang teduh. "Aku tak tahu, hanya suka saja." sahut Ainsley mengangkat bahu. Tangannya menelusuri permukaan air dan melirik Austin lagi. "Kau tidak kepanasan dengan setelanmu itu?" tanyanya. Austin melirik sebentar penampilannya yang memakai kemeja panjang biru dan menatap Ainsley. "Bukannya kau yang menyiapkan pakaian ini untukku?" katanya dengan senyum menggoda.

  • Pasangan Romantis   42

    Narrel mengetuk pintu kamar Austin dan Ainsley. Ia tidak tahu keduanya sedang berbuat apa didalam sana. Kalau pun mereka sedang melakukan sesuatu yang berbau-bau dewasa Narrel akan tetap mengetuk. Meski ia tidak yakin mereka sedang melakukan apa yang dia pikirkan itu di siang hari begini.Ketika pintu terbuka, yang pertama kali dilihat Narrel adalah Ainsley. Ia menatap kedalam kamar tapi tidak melihat Austin."Kemana Austin?" tanyanya."Lagi mandi." jawab Ainsley."Kau perlu sesuatu?" gadis itu balik bertanya. Narrel tersenyum tipis."Aku hanya ingin bilang kalau kalian bersedia aku ingin mengajak kalian naik perahu." ucap pria itu.Ainsley tampak tertarik. Sudah lama dia tidak naik perahu."Baiklah. Aku akan bilang ke Austin nanti." katanya kemudian. Setelah itu Narrel berbalik pergi dan Ainsley kembali mengunci pintu."Siapa?"Ainsley berbalik menatap Austin yang kini berdiri hanya dengan handuk yang

  • Pasangan Romantis   41

    Ainsley turun dari mobil. Mereka sudah sampai. Perjalanan yang mereka tempuh dari Jakarta sampai Bogor kira-kira dua jam setengah. Hanya Austin dan Ainsley berdua dalam mobil. Austin yang menyetir pastinya.Austin sengaja menyetir sendiri hari ini karena seperti yang di katakan oleh Narrel kemarin kalau kemungkinan mereka akan menginap. Pria itu tidak mau merepotkan sopirnya. Ia juga ingin berdua saja di mobil dengan Ainsley.Ketika mereka sampai di Vila, Narrel, Iren dan yang lain belum terlihat sama sekali. Kelihatannya mereka memang belum ada. Meski begitu, penjaga Vila sudah mengenal Austin jadi mudah saja bagi keduanya masuk ke dalam.Ainsley memandang ke sekeliling. Vila itu berada di tempat yang cukup terpencil dekat hutan. Berada di sini suasananya beneran terasa super sunyi.Ainsley pernah datang ke tempat seperti ini sebelumnya tapi tidak semewah tempat milik Narrel ini. Hanya suasananya yang mirip. Kalau malam hari kalau hanya sendirian, yang akan menemanimu hanyalah suara

  • Pasangan Romantis   40

    Setelah selesai makan siang bersama dan berbincang-bincang sambil membicarakan bisnis, Austin kembali ke kantor.Pria itu masuk ke ruang kerjanya dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ia merasa sangat lelah. Bagaimana tidak lelah, habis rapat di kantor, ia makan dengan kakek Fu, menemani lelaki tua itu ngobrol. Belum lagi pria itu tambah bad mood karena melihat istrinya makan siang dengan pria lain selain dirinya."Kenapa lagi denganmu?"Suara itu sontak membuat Austin yang hampir ketiduran membuka matanya. Narrel sudah duduk di depannya. Austin menatap sekretarisnya itu yg tanpa bersemangat."Kau tahu, menyukai wanita hanya akan membuatmu merasa lelah." ucap Narrel lagi seolah tahu apa yang ada di pikiran Austin.Ia memang mengakui Ainsley yang bisa membuat sahabatnya itu menyukainya tanpa usaha keras seperti yang di lakukan wanita-wanita yang lain. Tapi kalau ia jadi Austin, ia tidak akan bersikeras mendapatkan gadis itu. Apalagi menikahinya. Belum tentu juga kan Ainsley gadis yang bai

  • Pasangan Romantis   39

    Mereka masuk ke restoran kecil yang sudah sering mereka datangi dulu, waktu keduanya masih sering bersama. Sebelum Alfa bertunangan.Mereka baru saja duduk di meja kosong ketika Ainsley mendengar ponselnya berbunyi. Ia menataplayar ponselnya. Austin yang menelpon. Kenapa pria itu menelpon?"Halo?""Kau di mana?""Tempat makan.""Dengan siapa?"Dalam kebingungan Ainsley menatap ponselnya, lalu menempelkannyakembali di telinga. Kenapa denganLaki-laki itu? Nada suaranya terdengar dingin tidak seperti tadi pagi. Dasar labil."Teman," jawab Ainsley berusaha menetralkan intonasinya. Ia tidak mau Alfa melihatnya berdebat dengan sih penelpon yang adalah suaminya sendiri itu.di ujung sana Austin mendengus kesal."Ada ada menelponku?" tanya Ainsley lagi. Sepi sebentar, lalu suara itu berkata dengan nada datar,"Hanya ingin bertanya saja," setelah berkata begitu telpon langsung terputus. Austin menutupnya sepihak. Tanpa pamit dan bilang-bilang dulu. Ainsley yang kesal sontak mematikan ponse

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status