Share

Bab 4: Puas Menyiksa Batinku?

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-17 15:34:14

Sementara Rosalyn telah menghilang dari pandangannya, Dewa justru kini sedang dirundung perasaan aneh.

Pria itu langsung mengajak sang kekasih meninggalkan kafe tersebut.

"Ayo pulang, Vinsensia. Kamu harus beristirahat."

Vinsensia mengangguk pelan. "Kamu tidak ingin menemui istrimu dulu?" Gadis itu menyeringai tipis, karena upayanya sebentar lagi membuahkan hasil.

Namun, Dewa hanya terdiam, memasang wajah dingin dengan tatapan menghujam ke arah Rosalyn menghilang.

“Biasanya sikap perempuan berubah karena memiliki pria idaman lain.” Wajah Vinsensia tampak seperti berpikir, tetapi kemudian berubah menjadi sedikit berempati. “Aku pikir, Rosalyn bisa menjadi istri yang baik.”

Dewa menggeram sembari mengepalkan tangan. Kalimat yang diutarakan Vinsensia saat ini sungguh cocok dengan perubahan istrinya yang drastis kemarin.

Melihat ekspresi marah Dewa, Vinsensia semakin menjadi-jadi merendahkan Rosalyn. “Seandainya itu benar, citramu bisa rusak andai kata media mengetahuinya. Menurutku, sebaiknya kamu—“

"Apakah keadaanmu sudah membaik?" potong Dewa dengan suara lembut, tetapi penuh penekanan. "Jika iya, aku harus kembali bekerja."

Vinsensia langsung membungkam mulutnya dengan rapat. Kemudian ia kembali menggamit lengan kekar Dewa, dan bersandar dengan manja. 

“Baiklah, tapi ... badanku lemas lagi. Bisakah bantu aku jalan?" rintih Vinsensia seraya menunjukkan ekspresi tidak berdaya. “Setelah operasi besar empat tahun lalu, tubuhku mudah lelah dan hormonku juga tidak stabil.” 

Sambil jalan menuju parkiran, Vinsensia mengeluh. 

"Aku paham." Dewa menepuk-nepuk tangan Vinsensia yang melingkar di lengannya. "Jangan lupa minum obatnya secara teratur," lanjutnya penuh perhatian.

Gadis itu tersenyum tipis. “Beruntungnya, kamu merawatku dengan baik. Terima kasih Dewa.”

Raut wajah Dewa yang semula dingin, kini berangsur hangat. Terlebih, saat Vinsensia kembali mengungkit perubahan dirinya sebelum dan setelah tragedi di masa lalu.

Sebelum menutup pintu mobil Vinsensia, Dewa kembali berujar lembut, "Aku akan menemuimu di hotel. Hati-hati di jalan."

Tepat saat itu, kerumunan orang berlalu lalang. Disusul setelahnya, sebuah ambulance yang menyalakan sirine.

Bisik-bisik kerumunan orang yang mulai bubar itu samar-samar terdengar Dewa.

"Kasihan sekali wanita tadi. Semoga tidak ada hal buruk padanya."

Tubuh Dewa langsung mematung. Pikirannya tiba-tiba tertuju pada sang istri, Rosalyn.

Namun, mengingat sepak terjang sang istri yang tidak pernah mengeluhkan sakit, langkah Dewa kembali terayun.

"Itu pasti bukan Rosalyn. Wanita kekanakan itu pasti akan bilang kalau sedang sakit."

**

“Dokter … bagaimana hasilnya?” 

Rosalyn yang tadi pingsan baru saja siuman. Kini, wanita itu sedang menjalani prosedur pemeriksaan kesehatan. 

Dokter tersenyum sembari memberikan hasil tes laboratorium. 

Tangan Rosalyn gemetaran memegang selembar kertas putih. Ia menelan ludah yang begitu lengket. Manik almond wanita itu berubah berkaca-kaca setelah membaca hasilnya.

“Aku … positif hamil?” ucap Rosalyn, bibirnya bergetar hebat.

Dahulu, ia memang menantikan momen ini. Mengandung buah hatinya bersama sang suami, berharap sang jabang bayi bisa menjadi perekat hubungan mereka. 

Sayang, kabar bahagia itu datang di waktu yang salah. Di saat Rosalyn justru sudah begitu lelah, dan ingin bercerai dari Dewa.

Menurut dokter, janin dan kandungannya sehat. Ia hanya perlu menghabiskan cairan infus sebelum pulang.  

"Apa ada nomor keluarga Anda yang bisa dihubungi?" Dokter yang memeriksa Rosalyn bertanya. "Atau mungkin, suami Anda?"

“Jangan!" Reflek, Rosalyn berteriak. Namun, sebelum menimbulkan kecurigaan, ia buru-buru menambahkan, "Suamiku … sedang banyak pekerjaan. A-aku bisa sendiri.”

Setelah dua jam berlalu, Rosalyn diizinkan pulang. Ia bergegas menyelesaikan administrasi dan membayar tagihan itu secara tunai. 

Dengan sebuah taksi, Rosalyn meninggalkan rumah sakit. Ia memeriksa ponselnya, tapi tidak ada satu pun pesan singkat atau panggilan tak terjawab dari suaminya. 

Bertepatan dengan itu, sebuah telepon dari nomor tak dikenal masuk. Khawatir telepon penting menyangkut sang ayah, ia pun mengangkatnya.

Suara tak asing langsung terdengar setelahnya. "Rosalyn aku ingin bertemu denganmu. Kita bertemu sekarang di hotel! Aku kirim alamatnya."

"Vinsensia?" gumamnya, sebab setelah itu panggilan telah kembali ditutup oleh wanita itu.

Tidak lama, sebuah pesan masuk.

Rosalyn menatap lokasi yang dikirimkan oleh Vinsensia. Ia langsung meminta sopir taksi mengantarnya ke hotel. 

Dan, di sinilah ia ... Duduk berhadapan dengan Vinsensia, kekasih suaminya di dalam kamar hotel.

Sebagai seorang istri, meski sudah tahu suaminya punya wanita lain, tetap saja hatinya merasakan sakit ketika ia akhirnya berhadapan dengan duri pernikahannya itu.

Terlebih, samar-samar Rosalyn dapat mencium aroma parfum milik suaminya di sepenjuru kamar ini.

‘Apa Dewa tidur di sini? Dia tidur bersama Vinsensia?’ batin Rosalyn. 

Namun kemudian, ia buru-buru membuang pikirannya. Terserah saja Dewa mau apa, ia sudah memutuskan untuk tidak peduli lagi pada suaminya.

“Kita sama-sama perempuan.” Setelah terdiam beberapa saat, Vinsensia lebih dulu membuka suara. Ia menuangkan secangkir teh untuk Rosalyn dan berujar, “Kamu masih memiliki masa depan. Sedangkan aku, tidak ada lelaki lain yang mau menerimaku seperti Dewa.”

Rosalyn terkekeh mendengar ucapan Vinsensia. “Kamu mau membuat kesepatakan denganku?”

Vinsensia tersenyum. "Asalkan kamu mau meninggalkan Dewa." Ia kemudian mengulurkan tangannya ke arah Rosalyn. "Kamu lihat cincin ini? Dia memberikannya tepat di hari ulang tahunku. Dewa bilang ingin hidup bersamaku, meskipun … aku tidak bisa memberikannya anak.”

Perasaan Rosalyn sangat nyeri mendengar penuturan itu. Namun, ia berusaha tersenyum dan tidak terpancing emosi. 

“Benarkah? Lalu kenapa bukan kamu saja yang meminta dia meninggalkanku?” jawab Rosalyn dengan tegas, membalik permintaan Vinsensia. “Oh, apa kamu ragu dia bersedia melepaskan ku?”

Vinsensia terbelalak sembari mengepalkan tangan. Wajahnya yang semula masih tenang, kini berubah tegang, “Apa maksudmu?!”

Rosalyn tersenyum manis. Dengan santai, ia berucap sembari menggerakkan kepalanya, “Menurutmu apa artinya pernikahan kami selama empat tahun ini?”

Dalam hati, Rosalyn tersenyum melihat napas wanita di hadapannya memburu. Tatapan Vinsensa padanya pun kini berubah menjadi tatapan kemarahan.

"Kamu terlalu percaya diri!" ungkap Vinsensia, nada bicaranya mulai meninggi. “Aku datang ke kota ini karena Dewa yang meminta! Dia menunggu kesehatan ibunya pulih. Setelah itu dia akan menceraikanmu lalu menikah denganku.”

Rosalyn seketika teringat penolakan Dewa atas permintaan cerainya. 'Jadi, dia menolak menceraikanku karena kesehatan ibunya?' batin Rosalyn, tertawa getir pada kebrengsekan suaminya sendiri.

Tidak tahan lagi berada satu ruangan dengan wanita yang mungkin juga telah berbagi peluh dengan suaminya, Rosalyn bangkit.

“Kalau begitu silakan menunggu.” 

Setelahnya, ia beranjak keluar ditemani teriakan Vinsensia yang masih terdengar olehnya.

 “Aku pastikan kamu ditendang dari samping Dewa! Ingat itu, Rosalyn!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 266: Terima Kasih

    “Bagaimana kondisi Lily, Kak?” tanya Rosalyn sesampainya di rumah sakit.“Air ketubannya pecah. Dia kesakitan.” Kevin tampak gelisah, pria itu masih mengenakan piama dan menutupi tubuh dengan selimut.Rosalyn menuntun Kevin supaya duduk di bangku logam depan ruang bersalin. “Kita berdoa saja semoga Lily dan bayinya selamat.”Ketiga orang itu menanti dengan gelisah. Setelah hampir setengah jam berjalan, seorang dokter menghampiri Kevin dan menjelaskan, “Bayi Nyonya Lily sebentar lagi lahir, jika suaminya ingin melihat proses persalinan, kami persilakan.”Kevin menggeleng. Justru ia mendorong Rosalyn supaya menemani Lily di dalam sana. Sebagai wanita yang pernah melahirkan, ia mencebik melihat dua pria duduk gelisah di kursi. Ia pun mendampingi Lily di ruang bersalin.Rosalyn segera menggenggam tangan iparnya. Lily sedang kesakitan setelah pembukaan jalan lahir melebar sempurna.“Semangat Lily, kamu pasti bisa,” bisik Rosalyn diangguki iparnya.Dengan bimbingan dokter spesialis kandungan

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 265 : Gagal!

    “Kenapa, Bro?” sapa Fabian sambil menyodorkan sekaleng minuman. “Orang bilang ini bagus dan tahan lama,” kata pria itu.Dewa memelotot dan menyambar kaleng, lalu membuangnya ke tempat sampah.“Tidak butuh!” sentak Dewa dengan tatapan menghunus tajam.Fabian menepuk bahu temannya dan berujar, “Jangan marah-marah, kamu bisa darah tinggi!”Dewa mendengkus kasar, baginya kalimat Fabian bukan menenangkan melainkan sebuah ejekan. Pria itu menepis kasar tangan temannya, lalu berjalan mencari Rosalyn ke dalam mansion.Pagi ini, keluarga kecil itu sengaja mengunjungi Mansion Arnold. Tentu saja, karena Tuan Jack dan Feli menitipkan beberapa hadiah untuk Lily dan calon bayinya.Akan tetapi, kening Dewa mengerut dalam ketika melihat Rosalyn berjalan sendirian tanpa keempat anak mereka.“Di mana Brahma, Arimbi, Devendra dan Daneswara?” tanya Dewa dengan tatapan menyelidik.Mendengar pertanyaan itu tentunya Rosalyn mengulum senyum. Ah, ia memang sengaja menyiapkan kejutan istimewa ini untuk suami p

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 264: Iri

    “Halo, Sayang … Papa datang. Janeta sudah mandi, ya? Harum banget.” Kevin menggendong putri kecilnya yang menyambut di balik pintu. Pria itu menciumi puncak kepala Janeta dan mengayun tubuhnya, membuat putri kecil tertawa riang. Namun, di ujung lorong, seorang wanita sedang cemberut menatap ke arah Kevin.“Terima ka—” Ucapan Kevin menggantung karena wanita itu melengos saja ke dapur tanpa mengelurkan sepatah kata.Kevin menurunkan tubuh Janeta dan membiarkannya bermain, lalu ia menyusul pujaan hati yang entah kenapa memasang wajah ketus.“Kamu kenapa?” tanya Kevin.“Menurutmu, kenapa?” ketusnya.“Aku tidak tahu, Lily. Ayo, bilang,” ucap Kevin lagi.Lily menatap tajam ke arah Kevin dan berujar, “Aku bosan seharian di rumah. Aku ini biasa kerja, bukan diam di rumah. Apalagi … ka-mu lebih memperhatikan Janeta dibanding aku.” Pascadinyatakan hamil, Lily diberhentikan oleh Dewa. Wanita itu pun ikut tinggal di Milan. Dia tidak lagi sibuk mengurusi peternakan, karena Dewa berhasil mencari

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 263: Kangen Dipeluk

    “Astaga apa-apaan mereka ini?!” geram Fabian. Ia menatap layar ponsel yang tidak berhenti berpendar sedari tadi. Itu bukan masalah pekerjaan kantor, tetapi … masalah rumah tangga, terutama ranjang. Demi kelangsungan masa depannya. Meskipun sudah mengetahui isinya, tetap saja Kevin mengintip melalui pop up. Dia terbelalak ketika satu pesan kembali masuk dari adik ipar. [Tutorial posisi hubungan intim untuk memiliki keturunan secepatnya.] “Dia pikir aku pria polos? Aku ini lebih berpengalaman darinya!” Kevin melempar telepon genggam ke atas sofa, lantas berdiri sambil memandangi foto pernikahan di atas meja. Lagi, Kevin tetap membaca pesan adik iparnya. Sebagai seorang pria berpengalaman, tentu saja posisi itu tidak asing lagi. Ia pun mereguk saliva, pikirannya berfantasi liar membayangkan Lily. Gairah pria itu tersulut. Hanya saja, ia bingung menyalurkannya, sebab Lily tidak ada di sini. Pasangan itu menjalani hubungan jarak jauh. Terpaksa Kevin bertahan sampai Dewa menemukan p

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 262: Ikat Saja

    “Kevin … anakku apa kabar? Ibu selalu menunggumu setiap hari, Nak. Kenapa baru datang sekarang?” berondong Mathilda dari balik partisi kaca tebal.Wanita paruh baya itu menempelkan tangannya pada penghalang, lalu menggerakkan jemari—seolah membelai pipi putra tunggalnya.“Aku datang ke sini ada perlu. Kuharap Ibu menerimanya,” kata Kevin dengan intonasi dingin dan ekspresi datar.Mathilda mengangguk dan menyahut penuh kasih, “Pasti, Nak. Ibu menerima apa pun yang terbaik untukmu.”Kulit keriput Mathilda tertarik ke atas, ia tersenyum merekah sambil meneteskan bulir bening.Lebih dari semenit keduanya terdiam saling memandangi. Entah apa yang dipikirkan kedua orang itu. Hanya saja Mathila tidak menjauhkan tangannya dari kaca tebal. Kevin pun bisa melihat tangan ibunya berkeringat.“Aku sudah menikah.”Sorot mata Mathilda berbinar. “Benarkah? Siapa gadis beruntung itu? B

  • Patah Hati Membuat Tuan Presdir Jadi Hampa   Bab 261: Perhelatan Cinta

    “I-ini masih siang,” gugup Lily. Perempuan itu mengedarkan pandangan ke penjuru kamar. Ada ranjang besar yang disiapkan khusus pengantin baru, sofa panjang serta meja kaca dan cermin besar menggantung di depannya. Sekilas, ini kamar hotel pada umumnya. Namun, Lily dibuat asing dengan status baru ini.Sejak masuk kamar, Kevin memeluk erat tubuh sang istri dari belakang. Pria itu menggesek puncak hidungnya pada tengkuk harum. “Memangnya kenapa kalau siang? Bukahkah itu bagus, kita bisa menikmati siang dan malam di hari yang sama?” Lily mereguk saliva. Walaupun bukan pengalaman pertama berhubungan intim, tetapi … ini pertama kali bersama pria berstatus sebagai suami.“Tapi—”Ucapan Lily tertahan karena Kevin memutar tubuh wanita itu dengan cepat. “Tidak ada tapi. Kamu milikku sekarang dan selamanya.” Lily hendak menunduk, tetapi Kevin mencegahnya. Pria itu menahan dagu sang istri, lalu meraup bibir tipis yang ia rinduka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status