Beberapa hari telah berlalu, dan Lin Jiang masih berada dalam keadaan tak sadarkan diri.
Seluruh tubuh Lin Jiang masih berada dalam balutan warna putih, layaknya mumi yang sedang dibungkus.Tanpa Lin Jiang sadari, sudah akan ada yang berubah saat ia sadar, ia akan merasakan perubahan yang tak akan ia duga selama ini.Yang tak Lin Jiang sadari adalah, kabar tentang hancurnya dantian dan bakat yang ia miliki sudah tersebar ke seluruh kota Linjiang.Hal itu memberikan rasa malu pada keluarga Jiang yang sedang membangun kembali kehormatan di kota Linjiang.Pada hari ke tujuh, barulah Lin Jiang membuka matanya, dan rasa sakit seketika itu mendera seluruh tubuhnya."Sakit!" erang Lin Jiang.Tapi, rasa sakit ditubuhnya dia lupakan karena mendengar suara keributan di luar kamar ia sedang terbaring."Keributan apa itu?" tanya Lin Jiang.Dengan menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, Lin Jiang keluar dari dalam kamarnya, dan saat ia membuka pintu kamar, dia melihat ayahnya berlutut pada seorang lelaki yang sangat Lin Jiang kenali."Ayah, ada apa ini?" tanya Lin Jiang.Semua mata menatap ke arah Lin Jiang, dan tatapan mereka adalah tatapan yang menghina dan merendahkan Lin Jiang."Kebetulan kau bangun anak tak berguna!" kata orang yang membuat tuan Jiang berlutut.Dia adalah tuan Qu, dia merupakan salah satu orang yang paling terpandang di kota Linjiang."Ayah mertua, ada apa ini?" tanya Lin Jiang ingin tahu apa yang terjadi.Plakkkk!Jawaban untuk pertanyaan Lin Jiang adalah sebuah tamparan keras ke wajahnya. Tamparan yang bercampur dengan tatapan menghina dan jijik melihat Lin Jiang."Jangan panggil aku ayah mertuamu, mulai hari ini, pertuangan antara dirimu dan putriku, Mai Qu, aku batalkan!" teriak tuan Qu."Kenapa?" tanya Lin Jiang."Karena aku tak layak bersanding dengan orang yang gagal sepertimu!" teriak suara seorang gadis.Suara itu berasal dari mulut seorang gadis cantik berusia sepuluh tahun, namun meskipun gadis itu masih berusia sepuluh tahun, gurat kecantikan sudah terpancar jelas dari wajanya."Adik Mai, ada apa ini?" tanya Lin Jiang yang bingung.Jelas itu sebuah kebingungan yang sangat tak bisa dipahami oleh Lin Jiang. Kebingungan yang inginkan jawaban.Yang ia tahu, ia dan Mai Qu, adalah bocah yang sudah ditunangkan, dan mereka berdua sama-sama menerima pertunangan itu.Namun, saat kabar hancurnya dantian Lin Jiang tersebar, tuan Qu, langsung memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan keluarga Jiang, termasuk memutuskan hubungan pertunangan putrinya, Mai Qu, dengan putra keluarga Jiang, Lin Jiang.Dahulu, tuan Qu sangat bangga saat putrinya bertunangan dengan Lin Jiang, hal itu dikarenakan bakat tinggi yang ada di tubuh Lin Jiang.Tapi kini, semua itu sudah tak ada lagi, Lin Jiang sudah hancur, dan ia kini tak ubahnya hanya sampah yang pantas untuk dibuang."Berikan aku penjelasan!" pinta Lin Jiang."Pinta pada ayahmu!" kata tuan Qu.Setelah itu, dengan meninggalkan penghinaan, dan tanpa ada rasa hormat tuan Qu, bersama putrinya, Mai Qu, meninggallan kediaman keluarga Jiang."Ayah, apa yang telah terjadi?" tanya Lin Jiang."Aku bukan ayahmu!" teriak tuan Jiang dan meninggalkan Lin Jiang di depan pintu kamarnya.Lin Jiang jelas sangat bingung, dan ia sangat inginkan sebuah penjelasan dari segala yang terjadi saat ini."Adik Ning, apa yang telah terjadi?" tanya Lin Jiang pada adiknya, Ning Jiang."Kau membuat masalah pada keluarga Jiang!" ucap Sui Jiang, saudara laki-laki Lin Jiang."Masalah apa?" tanya Lin Jiang.Ning Jiang menceritakan apa yang telah terjadi, dan semua itu sungguh membuat segala harapan Lin Jiang hancur."Tidak mungkin!" kata Lin Jiang yang langsung terduduk lemas di depan pintu kamarnya."Karena kau, keluarga kita jadi bahan olok-olokan di kota ini!" teriak Sui Jiang.Pemuda berusia lima belas tahun itu menarik pakaian Lin Jiang dengan paksa, dan menunjukkan mata yang penuh dengan amarah."Seharusnya kau mati saja, itu lebih baik bagimu!" kata Sui Jiang.Plakkk!Bammmmmmm!!Satu tamparan, dan satu pukulan menghantam perut Lin Jiang.Rasa sakit semakin terasa di tubuh Lin Jiang. Bocah berusia sebelas tahun itu tak mungkin mampu menahan rasa sakit itu."Kak Sui, cukup! Jangan buat kak Lin semakin menderita!" teriak Ning Jiang."Dasar bodoh, kau tak tahu apa-apa! Kau ingin seorang gadis, dan apa kau tak sadar, jika keluarga kita semakin jatuh, maka tidak ada satu pun pemuda yang akan mau padamu!" teriak Sui Jiang."Semua ini tidak ada hubungan dengan Lin Jiang, putraku!" kata satu suara dengan suara yang pelan penuh kasih sayang."Ibu!" ucap Lin Jiang dengan suara yang sendu."Sui Jiang, Ning Jiang, kalian boleh pergi. Ibu yang akan menemani Lin Jiang!" kata perempuan berusia empat puluhan tahun itu."Usir saja dia ibu!" ucap Sui Jiang dan pergi.Lin Jiang yang masih tak bisa terima akan hal itu, hanya bisa terdiam dan tak tahu harus berbuat apa."Jangan dipikirkan!" ucap Wen Jiang, ibu dari Lin Jiang."Sekarang aku hanya seorang sampah ibu!" ucap Lin Jiang."Tidak, kau masih tetap putra terbaik yang pernah ibu miliki!" kata Wen Jiang."Tidak ibu, aku bukan lagi Lin Jiang yang dahulu. Aku sudah jadi sampah. Aku memang hanya akan jadi beban untuk keluarga ini!" ucap Lin Jiang."Jadi kau sudah tahu akan hal itu, sampah?" teriak tuan Jiang, ayah Lin Jiang."Suamiku, jangan buat putra kita semakin terpuruk. Kita harus bantu dia!" kata Wen Jiang, yang terus mencoba menenangkan hati suaminya."Tidak, dia tidak perlu dibantu. Dia hanya akan jadi masalah baru untuk keluarga kita!""Masih banyak alasan untuk putraku tetap hidup suamiku. Jangan buat ia semakin tertekan!""Diam!" teriak tuan Jiang.Dia mengambil sebuah belati dari balik pakaiannya, dan berjalan ke arah Lin Jiang."Apa yang akan kau lakukan?" teriak Wen Jiang dan halangi suaminya."Minggir!" bentak tuan Jiang dan mendorong tubuh istrinya ke samping."Jangan lakukan itu!" jerit Wen Jiang dan menangkap pergelangan kaki suaminya."Sudah aku katakan, diam dan jangan ikut campur!" teriak tuan Jiang.Amarahnya memuncak dikarenakan rasa malu dari penghinaan oleh keluarga Qu, calon besan yang harusnya jadi mertua Lin Jiang.Brukkk!Tuan Jiang lemparkan pisau yang ia ambil ke depan Lin Jiang."Ambil pisau itu, karena kau hanya memiliki dua pilihan!" kata tuan Jiang."Pilihan, apa maksud ayah?" tanya Lin Jiang."Jangan panggil aku ayah. Aku tak memiliki anak sampah seperti dirimu!""Tapi ayah!""Diam, sekarang tentukan sendiri apa yang kau pilih, bunuh diri atau kau tinggalkan rumah ini!" ucap tuan Jiang dan berikan pilihan pada Lin Jiang."Bunuh diri atau pergi?" ucap Lin Jiang dengan mata sendu menatap ke arah ayahnya.Langit yang ada di atas kepalanya rasanya runtuh karena perkataan dari pilihan dari ayahnya sendiri.Pilihan bunuh diri atau pergi, satu pilihan yang sangat sulit diambil oleh bocah seusia Lin Jiang."Sudah cukup!" teriak Wen Jiang dan mengambil pisau dari tangan Lin Jiang, putranya. "Ayo kita masuk ke dalam Lin Jiang!" kata Wen Jiang dan memapah tubuh Lin Jiang yang masih belum pulih untuk masuk ke dalam kamarnya."Aku berikan kau waktu tiga hari. Jika kau tak pergi dari rumahku ini, maka kau akan aku bunuh!" teriak tuan Jiang yang juga tinggalkan ruangan yang ada di depan kamar Lin Jiang. Tubuh Lin Jiang bergetar karena teriakan ayahnya. Perubahan yang tak akan pernah Lin Jiang duga selama ini. "Ibu, kenapa jadi seperti ini?" tanya Lin Jiang.Wen Jiang tersenyum hangat pada putranya. Kasih sayang seorang ibu yang tak akan pudar dari anaknya. "Itu hanya kemarahan sesaat saja, Lin Jiang. Kau jangan pikirkan hal itu. Ayahmu akan selalu sayang padamu!" kata Wen Jiang."Tidak, ayah t
Sui Jiang, kembali ke kediaman keluarga Jiang dengan wajah yang puas, bangga dan tanpa ada sedikitpun rasa bersalah padahal ia sudah melemparkan tubuh adiknya, Lin Jiang ke dalam jurang kematian. Ning Jiang, yang melihat kedatangan Sui Jiang dan hanya sendirian, langsung menemui saudaranya itu. "Dimana kak Lin?" tanya Ning Jiang."Mana aku tahu, kenapa kau tanyakan padaku soal di sampah itu?" kata Sui Jiang."Aku melihat kau bersama dengan ka Lin, katakan saja dimana dia?" tanya Ning Jiang dengan suara keras. "Bukan urusanmu, kau masih kecil, jadi itu bukan urusanmu!" kata Sui Jiang. "Dia masih kakakku!" teriak Ning Jiang."Iya, tapi sekarang ia sudah tak ada lagi. Jangan tanyakan padaku dimana dia!" kata Sui Jiang.Dan saat dia saudara itu berdebat, tuan Jiang datang bersama dengan istrinya, Wen Jiang."Apa kau sudah menyelesaikan tugasmu, Sui?" tanya tuan Jiang. "Sudah ayah, sampah itu tak mungkin lagi kembali ke rumah ini!" kata Sui Jiang."Sampah katamu?" bentak Ning Jiang.
"Hahahha, memakan mu?" kata naga bermata merah pada Lin Jiang."Iya, dari tatapan matamu aku bisa lihat kalau kau sangat inginkan tubuhku!" jawab Lin Jiang."Dasar bodoh, aku yang bangunkan aku. Jika kau tidak datang kemari, aku pasti masih tidur!" "Membangunkan dirimu, apa yang aku lakukan hingga kau bangun?" "Darahmu, darahmu telah mengotori tanah ini, dan itulah yang membuat aku bangun dari tidurku!" kata naga bermata merah itu.Lin Jiang segera ingat kalau sebelumya dia sudah terluka sangat parah karena lukanya yang belum sembuh kembali terbuka karena dihajar oleh kakaknya dan rekan-rekannya.Tapi, Lin Jiang tidak menemukan lagi luka itu, dan malah ia merasakan kalau bukan hanya luka luar saja yang sembuh, namun luka dalam karena ledakan di dalam tubuhnya juga sudah tak ada lagi."Apa yang terjadi padaku?" tanya Lin Jiang."Aku yang menyembuhkan luka dalam dirimu!" "Benarkah itu?""Iya, aku adalah roh naga spritual!" "Tidak mungkin! Ini sungguh diluar dugaan!" kata Lin Jiang.L
Argggggg!Lin Jiang menjerit kepanasan karena hawa panas yang dialirkan oleh kuku tajam naga bermata merah ke dalam tubuhnya. "Hahahah, nikmati saja bocah! Anggap itu ujian pertama untuk menguji tingkat kemampuan yang kau miliki!" kata naga bermata merah itu. Lin Jiang, bocah kecil berusia sebelas tahun itu jatuh ke tanah, dan tubuhnya bergulingan di tanah karena rasa panas yang memenuhi seluruh tubuhnya. Rasa panas itu memenuhi seluruh aliran darah di tubuh Lin Jiang, dan karena itulah ia tak mampu menahan rasa sakit itu. Bammmmmmm!!Untuk membuang rasa panas di tubuhnya, Lin Jiang memukuli semua yang ada di dekatnya. Batu-batu besar, kayu-kayu besar, dan bahkan apa saja yang bisa dia pukul untuk melawan rasa panas di sekujur tubuhnya. Hal itu membuat naga bermata merah itu tersenyum, karena memang itu yang ia harapkan. "Tunjukkan padaku kalau tubuhmu memang kuat!" ucap naga bermata merah itu.Pukulan demi pukulan Lin Jiang ke batu-batu besar, nyatanya membuat tangan kecil boc
Lin Jiang kembali bongkar peti yang berisi kitab-kitab Pusaka, dan menemukan beberapa kitab yang berguna untuknya. Salah satunya adalah kitab toya maut. "Apakah ini kitab yang akan jadi petunjuk untuk gunakan jurus toya setan itu?" tanya Lin Jiang.Lin Jiang membuka lembaran di kitab itu, dan membaca petunjuk-petunjuk yang tertulis di kitab toya maut itu. "Tidak sulit!" ucap Lin Jiang. Toya, sebuah senjata yang paling sederhana bagi pendekar dunia persilatan, dan yang paling mudah digunakan. Tidak hanya pendekar, namun para prajurit juga banyak yang menggunakan Toya sebagai senjata untuk melindungi diri mereka. Toya hanya memiliki tiga gerakan dasar, yaitu menusuk menahan dan memukul, itulah mengapa senjata ini yang paling mudah digunakan. Namun, Toya juga bisa jadi senjata yang sangat kuat jika dibawa ke tingkat yang lebih jauh, Toya merupakan senjata yang tak bisa diremehkan jika berada di tangan yang tepat.Toya jelas berbeda jauh dengan pedang maupun golok, karena dua senjat
Beberapa hari telah berlalu, dan Lin Jiang masih tekun berlatih jurus toya maut yang ia temukan di salah satu peti yang penuh dengan kitab-kitab.Dari beberapa hari itu, telapak tangan Lin Jiang sudah terlihat ada perubahan, yang mana telapak tangan Lin Jiang jadi lebih tebal, dan itu semakin mempertegas kalau Lin Jiang telah terlihat nyata untuk jadi seorang pendekar dengan senjata Toya. Gerakan Lin Jiang juga semakin mantap, meskipun masih belum terbiasa, namun dari setiap tusukan, dan hantaman yang ia lakukan, sudah memperlihatkan hasil yang nyata.Hanya jurus bertahan yang belum Lin Jiang latih, karena menurutnya, bertahan hanya bisa dia lakukan jika mendapatkan lawan yang kuat. "Apa aku masuk saja ke dalam hutan, mungkin aku akan bertemu dengan hewan buas!" kata Lin Jiang yang matanya menatap ke arah hutan yang ada di hadapannya.Keputusan sudah Lin Jiang ambil, dan ia pun masuk ke dalam hutan. Sendirian tanpa ada yang mengawasi dirinya.Saat Lin Jiang berjalan masuk ke dalam h
Pertahanan sudah Lin Jiang perkuat, dan kali ini Lin Jiang memutuskan untuk meninggalkan gua tempat ia jatuh dari dunia tengah. "Dengan berhasilnya aku memegang toya setan ini, maka keberadaan diriku disini akan jauh lebih aman!" kata Lin Jiang yang berjalan untuk masuk ke dalam hutan. Lin Jiang sadar, hutan yang ia datangi saat ini bukan hutan sembarangan, tidak hanya hewan buas, namun Lin Jiang sudah merasakan aura siluman saat ia pertama kali memasuki hutan itu. Kewaspadaan yang tinggi, Lin Jiang tingkatkan, apalagi dia merasakan kalau dirinya sudah awasi saat ia pertama kali masuk ke dalam hutan yang belum pernah ia datangi itu."Apakah aku sungguh berada di alam roh?" gumam Lin Jiang. Bocah berusia sebelas tahun itu tak terlalu yakin, karena yang ia tahu, alam roh merupakan alam akhir bagi manusia, bukan alam untuk berpetualang lagi.Gresekkkk!Telinga tajam Lin Jiang mendengar suara berisik di sebelah kiri, dan Lin Jiang langsung pegang erat toya setan, karena ia yakin itu b
Lin Jiang memegang erat toya setan yang sudah berhasil ia pergunakan. Wajah Lin Jiang cukup tegang saat tahu tingkatan dari siluman monyet itu berada di atas tingkatan yang ia miliki.Dunia persilatan yang penuh dengan lika-liku, dimana para pendekar berkuasa atas dunia itu. Yang kuat, dia yang jadi raja, dan yang lemah, dia akan jadi budak. Itulah hukum nyata bagi dunia persilatan.Di dunia persilatan, dibagi atas tiga bahagian golongan yang nyata, yaitu, golongan putih, hitam dan netral. Selain itu, di dunia persilatan juga ada tingkatan kependekaran yang menempatkan posisi seorang pendekar. Tingkatkan yang paling rendah, yaitu pendekar pemula. Yang mana ini juga dibagi atas tiga, yaitu, pendekar pemula, pendekat biasa, dan pendekar pemula biasa. Di atas pendekar pemula, adalah pendelar menengah, dan selanjutnya pendekar tinggi. Tiga bahagian kependekaran itu, hanya untuk mereka yang berada di tahap awal-awal dari seorang pendekar. Mereka hanya akan jadi pendekar biasa, jika pu