Alya membenamkan wajahnya di bantal saat teringat beberapa saat yang lalu ketika tangan hangat Benny menjabat tangannya. Sosok pria jantan tapi begitu menghargai wanita. Sikap lembutnya membuat Alya berdebar-debar.
Dari perkenalan tadi, dia tahu kalau Benny adalah arsitek yang ditugaskan untuk menangani proyek apartemen baru di daerah Bintaro. Alasannya menginap di sini karena domisilinya di luar kota, sehingga Andrew menawarkannya untuk menginap di Mansion, sekaligus mereka bisa leluasa membahas tentang perencanaan proyek maupun design.
Alya menggeleng-gelengkan kepala saat di benaknya terbersit wajah Benny. Bisa dibilang dia adalah perpaduan sempurna antara gagahnya Andrew dengan kelembutan Bernando. Pria yang menurutnya sangat ideal.
“Tidak, aku tidak boleh terbayang dengan pria itu. Aku kan sudah bersuami. Harusnya aku menjaga kesetiaam hanya untuk suamiku.” Alya meneguhkan hatinya sendiri. Meskipun sangat mustahil kalau pria seberingas And
Kaki jenjang Alya melangkah masuk ke dalam ruang kerja itu. Begitu sudah sangat dekat, terlihat Andrew yang semula berkutat dengan laptopnya, menyandarkan tubuh besarnya di kursi putar, dengan kepala mendongak ke Alya, seakan bersiap menyambut sentuhan Alya, padahal kenyatannya tidak seperti itu. Sekilas Alya melirik ke arah kursi kosong di seberang Andrew. Kemana Benny? Batinnya bertanya-tanya. Ah, kenapa Alya bisa kecarian dengan sosok pria itu? “Tolong, buatkan kopi hitam tanpa gula untuk saya, saya mau begadang malam ini,” perintah Andrew dengan suara lembut. Padahal jantungnya berdebar-debar sedari tadi karena berpiki Andrew memerintah dengan membentak. ‘Ternyata suara bassnya kalau lembut begini terdengar seksi,’ refleks dia membatin. Duh, kenapa pria ini begitu memusingkan hatinya. Terkadang dia bisa membuat Alya benci setengah mati, tapi di momen tertentu tanpa pria itu sadari, Alya terbawa perasaan setengah mati. Terlebih saat dia melih
“Apa-apaan sih kamu! Lepaskan!” Alya sengaja meninggikan suaranya, dia yakin kalau para pelayan belum tidur akan mendengar suaranya.Tepat dugaannya, Benny langsung melepaskannya. Sekilas Alya menoleh ke belakang, melihat pria itu yang tengah mencecap kopinya kembali. Alya mengumpat sejenak kemudian buru-buru melangkah menuju lantai dua sebelum pria ini berbuat macam-macam lagi.“Kenapa lama sekali bikin kopinya hah!” bentak Andrew begitu Alya sudah ada di dekatnya. Rasanya Alya mau menangis saja. Seharusnya, dia mengadu dengan Andrew. Meminta perlindunganya sebagai suami, tapi itu adalah hal yang mustahil. Bukannya melindungi justru mungkin saja pria itu hanya akan menertawakan bahkan lebih parah mencacinya.Akhirnya setelah meletakan kopi, dia pun langsung melesat menuju kamarnya. Air matanya tumpah ruah di sana. Untuk kesekian kalinya dia menyesali dirinya yang tidak bisa mempertahankan martabatnya. Dia sangat membenci kecantikannya ya
Andrew duduk resah di ruang kerjanya. Sedari tadi, Benny lebih banyak menghilang padahal mereka akan membahas tentang perencanaan anggaran untuk pengadaan material dan desain dari apartemen. Mengingat deadline sebentar lagi. “Sial! Kenapa Bernando memilih arsitek yang ogah-ogahan sih.” Bernando menjadi tempat pelampiasan kekesalannnya karena dialah yang menunjuk Benny untuk mega proyek apartemen yang di bawah naungan Schimmer group. Memang ini adalah proyek krusial baginya, yang akan menunjukan betapa prestise perusahaan Schimmer, terutama di hadapan musuh bebuyutannya Manto. Itulah yang menjadikan alasan kenapa dia wajib turun tangan secara langsung dari awal pembangunannya dan pelaksanaan sampai proyek itu berhasil. Andrew bangkit dari tempat kerjanya menuju kamar Benny. Pria itu bilang kalau akan mengambil sesuatu di dalam kamar, tapi tidak kembali sampai lima belas menit kemudian. Andrew tidak akan segan untuk menggasaknya habis-habisan kalau sampai pria it
“Makasih Mama sudah mau mendengarkan keluh kesahku,” ucap Alya sambil mendekatkan genggaman tangannya terhadap Ann ke pipinya. Dia tersenyum lega karena bisa meluahkan isi hatinya sekalipun Ann sedang tertidur lelap.Malam yang sudah larut membuat Alya tidak bisa menahan kantuknya. Terbukti dia menguap beberapa kali dan batu besar yang seakan menggelayuti matanya. Namun, dia merasa was-was dengan kedatangan Benny.Akhirnya, Alya yang sedang duduk di samping Ann pun merebahkan kepalanya di atas lipatan tangannya. Antara kantuk dan waspada membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang, sampai dalam keadaan setengah sadar, ekor matanya menangkap sosok bertubuh bongsor yang melangkah mengitari ranjang itu.Tubuh Alya tidak bisa bergerak, apalagi bersuara. Dia sekarang terjebak sleep paralyzed. Sedangkan rasa ketakutanya merajai karena keberadaan pria bertubuh besar itu.Andrew? Atau Benny?Dalam nuansa kamar yang remang-remang, pencahayaan hany
“Ya Ampun, Nyonya sampai ketiduran di sini?” ucap Ratih yang tiba-tiba menerobos ke kamar itu. Dia membawa sebuah baskom berisi air hangat lengkap kain dan handuk. Lantas meletakannya di atas nakas.Alya menoleh, menampilkan wajah kuyunya yang masih tetap cantik,”Iya Bik,”“Sini, biar Bibik gantikan.”“Ngapain sih Bik. Sudah enggak usah. Lagian kerjaann Bibik banyak kan?” elak Alya. Ratih belum tahu saja kalau Alya mempunyai watak yang keras kepala. Keinginannya tidak bisa diganggu gugat.Si kepala pelayan itu mengalah, lantas pergi dari kamar itu. Di saat yang bersamaan, Ann membuka matanya.“Nyonya Besar sudah bangun ya,” sapa Alya yang hampir terlepas memanggilnya Mama. Terlihat wanita renta itu membalasnya dengan kedipan mata yang terlihat berbinar, sepertinya dia bahagia ketika membuka mata pertama kali, ada Alya.“Sebentar Nyonya, saya lepas popoknya dulu ya,” imbu
‘Andrew mengucapkan terima kasih?’ Alya menyandarkan tubuhnya di dinding setelah keluar dari kamar Ann. Masih belum mempercayai kalau pria buas itu berucap sesuatu yang mustahil dikatakannya kepada Alya. Tetapi memang itu kenyataannya, apa mungkin pria itu sudah mau membuka hatinya? Alya memegang dadanya sambil melihat ke awang-awang. Mengulum senyum penuh arti. Pikirannya dipenuhi pengandaian indah tentang Andrew. Pria berperawakan jantan bak pangeran yang mulai menganggapnya sebagai permaisuri. Namun buru-buru, Alya menghapus fantasi konyolnya itu. Kembali ke kenyataan sebenernya bahwa dia hanyalah pelayan. Dan pria sesempurna Andrew tidak akan mungkin mau menerima wanita yang pernah ditiduri oleh Manto musuh bebuyutannnya. Sampai kapanpun, Alya akan tetap hina di mata Andrew. ‘Mungkin dia mengucapkan terima kasih karena aku telah merawat ibunya, tidak lebih,’ gumam Alya yang berusaha sadar diri. Wajahnya tidak seceria sebelumnya. Dia pun beri
Alya menelan ludah. Betapa keperkasaan itu tidak lebih panjang dan kekar seperti milik Andrew, hanya saja lebih pendek dan gemuk. Namun cukup untuk merobek liang wanita yang sempit seperti miliknya, pastilah perih, tapi nikmat.Sekarang posisi Benny telentang sempurna dengan keperkasaan yang menegak ke arah perutnya yang penuh bulu. Astaga, baru Alya menyadari kalau ada rerimbunan hutan di sekitar selangkangan itu. Tidak jauh beda dengan Andrew, pria ini juga suka membiarkan bulu-bulu liar itu tumbuh.“Alya, sini Sayang,”Alya begidik saat namanya dipanggil. Namun, dia segera tahu kalau itu hanya mengigau. Dengan mata terpejam, Benny memanggil namanya sambil kepalan tangannya yang besar mengenggam keperkasaan di bawah sana. Terlihat pria itu melakukan gerakan mengurut.Alya merasakan gerah di pagi hari yang dingin itu. Betapa tidak! sepagi itu, dia dihadapkan dengan pemandangan yang mengugah nafsu birahinya. Pria jantan nomer dua setelah Andre
“A-ada apa Tuan?” tanya Alya yang rikuh karena Andrew memandang lekat ke arahnya. Dia berusaha mencairkan kecanggungan karena ulah pria itu yang main buka pintu kamar mandi sembarangan padahal ada orang di dalamnya.“Ngapain kamu?” tanyanya masih dengan pembawaan yang dingin. Pertanyaan macam apa yang dilontarkan Andrew barusan. Jelas-jelas dia sedang mandi, masih mau tanya ngapain. Tapi kemudian, dia menyadari ada yang salah dengan caranya dia mandi. Jemari Alya masih menyusup di bawah sana.“Ada bagian dari tubuh saya yang belum dibersihkan, Tuan. Dan saya suka membersihkan bagian itu,” elak Alya sekenanya. Wajahnya benar-benar memerah, dia malu karena tidak mungkin mengelak dari Andrew yang tahu betul dengan apa yang dia lakukan. Alya tahu dari sudut bibir Andrew yang naik.Mendadak pria itu membuka jubah tidurnya. Mata Alya langsung melotot ke arah celana pendek berwarna hitam yang tersiksa di bawah sana karena bokong yang