Hotel bintang lima,
Catty turun didamping ajudan menuju kamar yang sudah ditentukan. Tidak ada kecanggungan seperti jalang baru. Catty terlihat sangat santai. Dia justru merasa bangga karena ekslusif berada di hotel mewah. Tidak seperti jalang-jalang murahan yang biasanya di hotel melati. Udah begitu digrebek lagi. kasihan sekali mereka.
Sampai di depan ruang deluxe room, ajudan mengetuk pintu. Terdengar sahutan suara berat dari dalam dan langkah kaki yang terdengar mantap.
Pintu terbuka. Waktu seakan berhenti berputar bagi Catty saat melihat siapa sosok yang ada di hadapannya ini. Pria berkulit sawo cerah dengan tampang charming. Tapi apakah ini benar-benar dia!
“Masuk,” perintah pria itu. Ajudan menatap heran Catty yang sedang terbengong. Dia pun menepuk tangannya satu kali sehingga Catty tersadar.
“Ayo masuk,” bisik ajudan itu yang tidak enak hati kepada CEO muda itu. Pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil berceletuk.
“Te
“Sudah santai saja, sambil makan.” Bagaimana bisa Catty makan dengan tenang kalau sebuah jempol sedang bermain-main dilubang senggamanya. Menggesek-gesek bibir bawah merah merekah yang mulai berlendir. Bram terkekeh melihat Catty yang menahan diri untuk tidak mendesah. Catty sudah selesai makan, walau terburu-buru. Dia segera meminum orange juicenya untuk memperlancar jalannnya makana sampai ke perut. Begitu melihat ke arah Bram, dia tercenung karena pria itu tidak ada di tempat. Catty mengedarkan pandangan. Keheranan kemana perginya pria itu. Sampai matanya terpejam dan mulutnya ternganga tatkala merasakan jilatan yang begitu intens di bawah. “Bram!” sebutnya sambil mencengkeram rambut Bram yang bergerak –gerak dengan begitu cepat. Betapa beringasnya pria itu menggarap liang senggamanya. Bahkan, Catty sampai menggeliat tatkala merasakan gigitan ke sesuatu yang mirip kacang. Belum lagi kumis dan jambang seolah sengaja digesek-gesekan. Memberik
“Dari teman bisnis ya, Bram?” tanya Catty. Tidak ingin terkesan ingin tahu. “Mau tahu saja.” Bram menyahut sambil mencomot bulatan indahnya. Merasa tidak perlu membicarakan hal tersebut kepada wanita penghibur. Dalam benak Bram, mereka tidak tahu apa-apa soal bisnis. Paling mentok urusan ranjang. “Biar kutebak, pasti perusahaan Schimmer Group yang menangani resortmu?” Bram melepas mulutnya. Dahinya berkerut,”Kok tahu kamu soal perusahaan itu?” “Ya, tahulah. Siapa yang enggak tahu dengan kinerja perusahaan besar tersebut. Hampir semua proyek besar di negeri ini menggunakan jasa tendernya. Terlebih, perusahaan Manto yang dimiliki oleh istri dari Andrew. Menjadikan perusahaan property Schimmer Group semakin besar saja.” Bram terbelalak. Tidak menyangka kalau penjelasan tersebut terlontar dari mulut wanita penghibur. Wanita yang dikatakan dari kampung. Baru saja menjajakan diri. Tetapi, pengetahuannya soal bisnis cukup luas. Menarik sekali.
Pertempuran panas berakhir dengan jatuhnya Catty di atas tubuh besar itu. Bagaimana Catty mengejang merasakan puncak yang begitu menegangkan sekaligus memuaskan. Meski Bram kewalahan dan hampir menyerah. Nyatanya pria itu juga mampu membuat Catty merasa di titik klimaks. “Kamu benar-benar tidak terduga Catty. Awalnya aku sempat berpikir untuk menyewa dua sampai tiga wanita untuk menemaniku malam ini, tapi ternyata cukup dengan kamu saja, aku sampai kelelehan seperti ini.” Bram berkata di sela nafasnya yang memburu. Bau mulut bercampur dengan aroma tubuhnya. Khas keringat pria jawa yang sedap dan tidak menyengat. Catty suka. Apalagi tubuh besar yang membuatnya sangat betah untuk berlama-lama di situ. “Makanya jangan suka meremehkan orang, kamu sendiri kan yang akhirnya keteteran.” Catty menyahut. Bram tersenyum. Tangan besarnya mengelus-elus rambut Catty yang sependek bahu. Turun hingga punggung mulusnya. Naluri Catty sebagai wanita merasa nyaman mendapatkan sentuhan
Tiba di rumah mami Cleopatra, Suasana begitu sepi. Mungkin para pekerja sedang beristirahat atau menginap dengan para tamu di luar seperti dirinya. Mirna dan Mami Clepatra juga tidak terlihat. Hanya pria-pria bertubuh besar yang tampak sigap menjaga penjuru rumah. Memastikan keamanan dan tentunya penjagaan dari para pekerja yang berniat kabur. Catty langsung menuju kamar mewahnya. Melempar tas serampangan. Merebahkan diri. Memeluk guling sambil berguling-guling membayangkan malam yang indah bersama dengan Bram. CEO muda nan perkasa. Serta sikap lembutnya yang mengingatkannya tentang Benny. Memang Benny sudah tiada, tapi jiwanya seolah bereinkarnasi ke tubuh Bram. Kepribadian yang sama dengan jiwa yang baru. Masih memeluk guling, Catty melihat ke langit-langit. Tak bisa menyembunyikan senyum malu-malunya. Di antara semua lelaki, hanya Bram-lah yang nyaris mendekati sempurna. Rizal, Siswanto, Andrew yang beringas hanya menganggapnya pemuas nafsu, tidak dengan B
Briefing malam itu di ruang pribadi Mami Cleopatra. Khusus untuk wanita bayaran Ekslusif yang akan melayani para tamu istimewa.“Catty, malam ini sampai seminggu ke depan. Kamu melayani Tuan Bram. Dia sepertinya sangat suka dengan service kamu. Good.”Mami Cleopatra tersenyum sambil mengelus-elus musang putih yang bertengger di lehernya. Dari awal, dia sudah memprediksi bahwa Catty akan sangat menjanjikan. Hari pertama saja, dia sudah membuat tamu tetap superkaya mau mem-bookingnya sampai seminggu penuh.Jenny geram mendengarnya. Sebelumnya dialah yang menjadi langganan tetap Tuan Bram. Gara-gara Catty, posisinya tergeser.“Ini tidak adil, Mami. Harusnya aku yang melayani Tuan Bram. Aku jauh lebih pengalaman dan hot dibandingkan dengan dia.”Senyum Cleopatra memudar. Tatapannya tajam ke arah Jenny.“Ini atas permintaan langsung dari Tuan Bram, kalau kamu mau protes silakan langsung kepada beliau.” Cleopatr
“Long time no see, Tuan Bram.” Suara itu terdengar menjijikan. Siapa lagi kalau bukan Arya. Sekilas pria itu melirik ke arah Catty sambil menyeringai. “Arya, bagaimana kabarmu?” Bram berdiri menyambutnya. Berpelukan sambil menepuk-nepuk pundaknya. Terlihat akrab sekali. “Baik, Tuan Bram.” “Oh, iya kenalin ini Catty.” Arya menoleh sepenuhnya ke arah Catty yang terlihat malas untuk berdiri. Kalau bukan karena Bram, dia tidak sudi bersalaman dengan si brengsek ini. Pria yang terang-terangan telah melecehkannya dan yang lebih parah menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. “Saya sudah mengenalnya, Tuan Bram. Sebelum bersama dengan Mami, terlebih dahulu dia bersama saya. Bukan begitu Catty?” Catty tersentak. Tidak menyangka kalau Arya akan membukanya di sini. Sementara, Arya tersenyum penuh kemenangan melihat reaksi Catty. “Dia pernah bekerja sebagai pembantu di apartemen saya, Tuan. Rajin sekali kerjanya. Sampai Mami datang. Beli
Bram kembali ke meja, melihat Catty yang tidak menghabiskan makananya, dia bertanya. “Kok makananya tidak dihabiskan.” Catty sebisa mungkin bersikap normal. Tidak ingin terlihat banyak pikiran di depan Bram yang hangat. Dia bisa menebak kalau pria itu pasti akan sangat penasaran dan mengorek tentang masalahnya. Bisa bahaya. “Enggak kok, Bram. Lagi enggak nafsu makan saja.” Catty menjawab sambil berlalu. Bram menghela nafas. Menampilkan senyum kecil yang terlihat manly sekali. Astaga, bisa tidak untuk sesaat saja bersikap biasa saja Bram? batin Catty gemas. Pria itu menghempaskan pantatnya di kursi. Mengambil alih piring carbonaranya. Dan kalian tahu apa yang dilakukannya? Dia mengambil sesendok carbonara dan menyuapkannya kepada Catty. “Makan. Sayang sekali makanan tidak dihabiskan.” Suara bass yang begitu merasuk di jiwa Catty. Memberikannya ketenangan. Catty menatap Bram sejenak. Air mukanya begitu teduh. Tipe pria penyayang
Sementara di rumah sakit. Beberapa petugas tampak mendorong brangkar menuju ruang UGD, seorang pria tertubuh kurus terbaring di sana. Kesakitan setelah ditubruk oleh sebuah mobil. Kejadiannya tiga puluh menit yang lalu ketika dia hendak berangkat kerja. Pandangannya yang kosong karena terus kepikiran Fatimah, istrinya, membuatnya sampai tidak sadar ada mobil yang melaju kencang dari arah belakang. Membuat motor yang dikenakannya terpental. Kedua kakinya patah. Sedangkan, di muka rumah sakit, seorang wanita setengah baya bersama dengan lelaki tanggung baru saja turun dari angkutan. Berjalan tergopoh menuju lorong rumah sakit. Begitu melihat Handoko yang dibawa menuju ruang UGD, mereka mempercepat langkah. Tapi, terlambat, dia sudah tenggelam di dalam ruang tersebut untuk segera ditangani. “Ayah! Huhuhu.” Fauzan tersedu. Lelaki itu sangat sedih melihat sang ayah kecelakaan. Dewi, ibu dari Fatimah langsung mendekapnya. Menangkan lelaki tanggung itu. “Jan