Share

Partner

   Part 5

Partner

"Aku sering melihat Mas Herman ke desa sebelah Mbak. Beberapa kali aku melihat tetapi memang aku tak pernah bilang sama kamu Mbak. Takut kamu mikir  nanti. Tetapi hari ini aku melihat dia berboncengan mesra dengan teman kamu itu loh. Kalau nggak salah namanya Mbak Ririn."

Perkataan dari Dita ini sungguh membuat aku senang, bak mendapatkan angin segar. Setelah tadi dibuat penasaran oleh Ririn dan juga hanya dibuat kesal oleh ibu mertuaku. Suatu kenyataan yang menyakitkan, tetapi aku sungguh merasa lega. Berarti memang dugaaanku tadi benar adanya.

"Apa kamu nggak salah lihat, Dit?" tanyaku memastikan.

"Ya ampun, Mbak. Masak iya sih aku ini sampai nggak kenal dengan Mas Herman? Tetapi kurasa dia tak tahu kalau aku melihatnya. Apa lagi kan aku melihatnya tak hanya satu kali. Beberapa kali loh." Dita menjelaskan dengan khas seperti bocah ABG.

"Kamu tahu rumahnya Mbak Ririn?" 

"Tahu, Mbak. Ada teman sekolahku yang kebetulan sekali berdekatan dengan rumah Mbak Ririn. Ini aku baru saja pulang dari rumah dia."

Dita kembali memberikan angin segar buat aku. Ternyata Allah tak berlama-lama membuat aku penasaran, alhamdulillah.

"Lalu apa katanya? Kamu menanyakan tentang Mas Herman bukan padanya?" Aku kembali berucap setelah beberapa saat tadi terdiam.

"Ya memang tujuanku datang kesana ya untuk menanyakan hal itu, Mbak. Tetapi aku tak bilang sih jika Mas Herman itu adalah kakak ipar aku. Katanya mereka berdua sudah menikah sekitar enam bulan atau tujuh bulan yang lalu, Mbak."

Rasanya hancur berantakan sudah hati ini, hati yang selalu kujaga kesetiaannya dalam  keadaan apa pun, perasaan yang selalu memandang positif pada Mas herman yang menganggapnya seorang suami yang setia.

'Astaghfirullah aladzim! Apa dosa hamba ya Allah?' pekikku dalam hati seketika.

Dua tahun aku mengabdikan diri pada dia dan ibunya. Setelah menikah aku langsung diboyong ke rumah mertua. Di sana aku diperlakukan bak seorang pembantu, ah bahkan rasanya lebih dari seorang pembantu. Aku harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah, ditambah aku pun harus bekerja demi membantu ekonomi keluarga.

Semua yang ibu mertua dan Mas Herman katakan selalu aku turuti, tanpa kecuali. Termasuk berangkat menjadi pembantu di Jakarta ini. Gajiku selalu ku kirimkan ke rumah, dan aku hanya menyisakan seratus atau dua ratus ribu saja. Itu pun akan aku gunakan untuk mengirimkan pada ibu. 

Setelah semua pengorbanan yang aku berikan, inikah balasan mereka? Kurasa tak mungkin jika ibu mertuaku ini tak tahu dengan apa yang dilakukan oleh anak kesayangannya itu. Sungguh mereka sangat jahat dan aku tak menyangka jika semua ini bisa terjadi.

"Mbak Ira, kamu nggak apa-apa kan?" pertanyaan lagi dari Dita itu membuyarkan lamunanku. 

Sontak aku pun menghapus air mata yang sudah beranak sungai di pipi. Aku tentu harus kelihatan kuat di mata Dita.

"Nggak apa-apa kok. Lalu apa lagi yang dikatakan oleh teman kamu itu?"

"Katanya sih memang mereka menikah itu karena Mbak Ririn itu hamil duluan gitu Mbak. Malah seminggu yang lalu teman kamu itu melahirkan seorang bayi lelaki. Katanya sih wajahnya sangat mirip sekali dengan Mas Herman, " jawab Dita.

Semua teras begitu cepat, hari ini banyak sekali hal mengejutkan yang aku dapatkan. Mimpi apa aku semalam ya Allah? Kukira selama ini semua baik-baik saja, nyatanya di desa semua telah hancur. Enam bulan lamanya semua ini menjadi rahasia, kehadiran bayi itu akhirnya bisa mengungkap semuanya.

Rumahku dan Ririn memang tetangga desa, tetapi jaraknya lumayan jauh juga. Sekitar lima belas menit dengan mengendarai sepeda motor. Tetapi memang dulu Ririn bersekolah di desaku saat SD. Sedangkan rumah Mas Herman berjarak sekitar satu jam perjalanan dari desaku. Dulu saat menikah aku pun hanya ijab di KUA saja, karena menurut ibu mertuaku tak perlu membuang uang hanya untuk menyelenggarakan sebuah pesta pernikahan.

"Apa teman kamu itu, atau mungkin orang desa sana tak tahu jika Mas Herman itu suami aku Dit?" tanyaku lagi karena masih penasaran.

"Sepertinya tidak sama sekali Mbak. Jika mereka tahu, maka sudah pasti ibunya temanku itu menanyakan padaku dong. Malah katanya orang tua Mbak Ririn sangat menyayangi Mas Herman itu kok, karena suami kamu itu sering memberikan banyak uang pada mereka," imbuh Dita.

"Uang? Banyak uang kata kamu? Berarti yang Mas Herman berikan pada keluarga Ririn itu adalah uangku dong."

"Sepertinya sih begitu, Mbak. Oh iya Mbak. Bukankah saat pernikahan kalian dulu teman kamu itu datang? Berarti seharusnya dia tahu dong jika Mas Herman itu suami kamu? Lalu kenapa dia mau?" Sebuah pertanyaan yang tepat dari Dita.

"Ya dia datang. Dan, seharusnya memang dia mengetahui hal itu. Sepertinya Mas Herman dan juga si Ririn itu ingin bermain api denganku. Oh iya, apakah ibu mengetahui tentang hal ini?" 

Ririn sungguh sangat tahu pasti tentang hal ini. Kuanggap ini adalah sebuah kesengajaan saja. Seorang teman seharusnya menjaga bukan? Tetapi dia malah menusuk dari belakang, entah apa motivasinya.

"Belum, Mbak. Aku belum mengatakan hal ini pada Ibu," jawab Dita spontan.

"Jangan mengatakan hal ini pada Ibu, anggap saja ini adalah rahasia kita berdua. Aku tak ingin ibu banyak pikiran dan nantinya kembali drop. Kamu ngerti kan?" Tak perlu ibu mengetahui hal ini, karena aku ingin ibu tetap sehat sampai kapan pun.

"Ngerti, Mbak. Aku siap menjadi mata-mata kamu kok. Sungguh aku nggak terima dengan apa yang telah mereka lakukan pada kamu Mbak. Kamu tenang saja ya disana, aku akan selalu memberikan informasi kok." Dita mulai membuat aku tenang.

"Terima kasih banyak ya, Dit. Nggak rugi aku memiliki adik seperti kamu, hehehe. Sudah dulu---"

"Ira ...."

***teman-teman Tolong bantuannya subscriber ya, agar penulis lebih semangat. Dan, kalian tak ketinggalan jika ada update terbaru. Terima kasih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status