Share

Kenyataan Lagi?

Part 6

Kenyataan Lagi?

"Ira ... "

Terdengar suara lirih dari Ama yangbgerag memanggil. Berarti wanita tua yang aku rawat itu sudah bangun. Segera aku menghapuskan air mata dan melangkah menuju ke kamar.

"Sudah dulu ya, Dit. Aku harus kembali bekerja. Jangan lupa infonya. Assalamualaikum."

"Siap, Mbak. Kamu jangan terlalu banyak mikir ya. Waalaikumsalam."

Apa pun yang saat ini sedang terjadi padaku, aku tetap harus profesional. Ama membutuhkan aku, jadi aku pun saat ini harus fokus pada beliau.

"Sudah bangun Ama," ucapku sembari memberikan sebuah senyum manis.

"Air putih----"

Aku pun segera memberikan air putih yang sudah kusediakan sebelumnya di nakas. Sudah menjadi kebiasaan memang, setiap tidur Ama akan selalu terbangun sementara dan minta minum air putih.

"Silahkan Ama. Hati-hati ya minumnya."

Dengan sebuah sedotan, aku memberikan dengan hati-hati air itu. Ama memang masih sangat suka minum banyak air putih, karena memang itu bagus juga untuk kesehatan beliau.

"Mau bangun atau tidur lagi?" tanyaku setelah beliau selesai minum.

"Tidur," jawab beliau lirih, kemudian langsung kembali memejamkan mata.

"Ya sudah Ama tidur lagi ya. Ira akan menunggu diluar dan mengambilkan air lagi."

Meski Ama sudah kembali tidur, aku tetap berpamitan. Dan, kini aku pun mengambil segelas air. Lalu kembali duduk di sebuah kursi yang berada di depan kamar Ama. 

Saat ini tentu saja penghianatan yang dilakukan oleh Mas Herman dan juga Ririn kembali melintas di benakku. Sampai saat ini sesungguhnya aku masih belum begitu percaya dengan apa yang terjadi.

"Kamu sungguh tega, Mas. Kau kirim aku ke Jakarta, tetapi kamu malah main gila dengan Ririn di desa!" ucapku lirih, sungguh aku merasa sangat kesal sekali.

Dua tahun ini aku memberikan kepercayaan penuh, tetapi mana hasilnya? Dia hanya terus memanfaatkan aku saja. Kurasa tak mungkin jika orang tua Ririn tak tahu jika Mas Herman adalah suami aku. Dan, tak mungkin juga ibu mertuaku pun tak tahu mengenai hal ini.

"Aku coba hubungi Mbak Nita saja deh, siapa tahu dia mau memberikan sedikit informasi juga tentang ini . Jadi aku bisa meneruskan langkah selanjutnya." 

Sebuah ide yang mungkin saja kembali bisa membuat aku makin tenang, karena apa yang tadi kudapatkan dari Dita, masih belum cukup juga buatku.

Mbak Nita adalah tetangga samping rumah Mas Herman. Sebenarnya masih ada hubungan tetangga antara mereka, tetapi sepertinya ibu mertua dan suamiku itu tak suka menyambung tali silaturahmi. Tetapi meski begitu, Mbak Nita sangat baik padaku. Aku pun segera menghubungi Mbak Nita dan ternyata panggilanku ini langsung diterima oleh dia.

"Assalamualaikum. Ada apa Ra?" Suara Mbak Nita yang lemah lembut itu menyambut, melalui sambungan telepon ini.

"Waalaikum salam. Mbak Nita saat ini sedang ada dimana?" tanyaku yang kini merasa sedikit tahu untuk menanyakan hal ini.

"Ini lagi mainan sama Aisyah di depan rumah, ada apa?" 

"Ada suatu hal penting yang ingin aku tanyakan, Mbak. Tetapi aku ingin Mbak Nita jujur ya," ucapku lirih.

"Hal penting? Kamu kok kedengarannya serius sekali? Apa ini tentang Herman?"

Tebakan Mbak Nita sangat benar sekali, kali ini aku dapat menyimpulkan jika dia telah menyembunyikan banyak hal. Tetapi tentu saja ada alasan tertentu yang membuat dia berlaku seperti ini.

"Kamu benar sekali Mbak. Tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Apa benar Mas Herman telah berbuat curang padaku."  Mengatakan hal ini kembali luka hatiku rasanya terbuka, pedih sekali.

"Kamu kenapa tanya seperti itu, Ra? Memangnya ada apa? Atau sudah ada sesuatu yang nggak beres yang terjadi?"

Ternyata Mbak Nita malah bertanya padaku, kurasa memang dia tak mau menceritakan hal ini padaku. Mungkin dia juga menjaga perasaanku. Karena dia pun tahu jika aku sangat sayang pada Mas Herman.

"Aku telah mendengar kabar itu, Mbak. Tetapi aku ingin memastikan dengan menanyakan hal ini pada kamu. Kumohon katakan yang sejujurnya Mbak, karena aku yakin jika kamu pasti mengetahui segalanya." Aku tentu saja sedikit memaksa saat ini.

"Maaf ya, Ra. Sebenarnya sejak kamu pulang untuk yang keterakhir kalinya kemarin, aku pun sudah ingin mengatakan semuanya padamu. Tetapi ibu melarang, beliau takut jika nanti disana bekerja tak akan tenang." Terdengar suara penyesalan yang diucapkan oleh Mbak Nita.

"Justru sesungguhnya aku akan sangat senang sekali jika kamu mengatakan hal itu sejak dulu Mbak. Tetapi aku tahu jika kamu saat itu pun serba salah. Sekarang aku telah sedikit mendapatkan info, aku mohon kamu mau menceritakan semuanya ya, Mbak. Karena hanya kamu saja yang bisa dipercaya saat ini. Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi."

Mbak Nita sesaat terdiam, entah apa yang saat ini dipikirkan oleh wanita yang sebenarnya masih kakak sepupu Mas Herman itu. Jika saja sejak enam bulan Yang lalu aku telah mengetahui semua ini, tentu aku tak akan pernah kembali kesini. Kesakitan yang kurasa juga mungkin tidak akan sesakit ini. Tetapi aku pun tak bisa menyalahkan Mbak Nita sepenuhnya, ini adalah privasi dia mau mengatakan yang sebenarnya atau tidak.

"Kenapa Mbak Nita hanya diam saja? Tolong aku Mbak, karena justru ketika kamu mau menceritakan semuanya, maka itu akan sangat membantuku. Aku yakin jika Mbak Nita mengetahui segala hal. Sejak kapan sih Mbak, sebenarnya Mas Herman itu mencurangiku?" tanyaku dengan nada lembut, karena ingin menjaga perasaan dia juga.

"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status