Share

Sebuah Kenyataan

    Part 7

Sebuah Kenyataan

"Maafkan aku ya, Ra. Aku serba salah, karena Bulek juga selalu mengancam aku dan ibu untuk tak mengatakan apa pun kepada kamu. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat mertua kamu itu? Sebenarnya Herman itu sudah sejak beberapa bulan setelah menikah dengan kamu, dia sudah bermain api dengan wanita lain---"

"Astaghfirullah aladzim!" Secara spontan bibirku kembali mengucapkan kata-kata itu, karena sungguh aku tak menyangka jika Mas Herman sudah lama mengurangi aku.

"Tetapi kali aku akan menceritakan semuanya kepada kamu. Karena jujur selama ini aku terus saja dihantui rasa bersalah sama kamu. Sebagai sesama wanita, aku takut jika hal seperti ini akan terjadi padaku juga, aku pun tak tega melihat kamu terus-terusan dibohongi oleh Bulek dan juga Herman. Rasanya tak pantas jika aku terus saja menyembunyikan sebuah kebohongan kepada istri yang jujur dan baik seperti kamu," lanjut Mbak Nita.

"Terima kasih banyak Mbak Nita,  aku akan sangat berterima kasih karena hal ini. Selama ini aku telah salah karena menaruh kepercayaan yang begitu besar pada ibu dan juga Mas Herman. Jadi ... Mas Herman itu sudah lama curang ya, Mbak?" 

Ada rasa lega sedikit dalam hatiku ini. Karena sudah pasti Mbak Nita akan menghapuskan semua kecurigaanku selama ini.

"Benar, Ra. Bahkan sebenarnya sejak masih remaja pun Herman itu senang sekali berhubungan dengan banyak cewek. Karena memang dari Bulek juga tak pernah mempermasalahkan hal itu. Apa lagi jika si cewek itu kaya dan sering memberikan segala sesuatu pada Herman. Aku sebenarnya saat pertama melihat kamu datang kemari, rasanya ingin sekali mengatakan hal ini. Tetapi karena melihat sepertinya kamu sangat mencintai Herman, maka aku pun tak bisa berucap apa-apa. Berharap juga jika adik sepupuku itu akan berubah setelah menikah dengan kamu," ucap Mbak Nita panjang lebar.

"Ya Allah. Padahal jika kami sedang bersama, Mas Herman itu sangat lembut dan sepertinya juga sangat menyayangi aku Mbak. Karena itu lah aku saat itu merasa jika telah menemukan sosok lelaki yang baik. Karena itu jugalah, aku menerima pinangan darinya dulu meski kami baru satu bulan saja berkenalan."

Terdengar jika saat ini Mbak Nita menarik nafas panjang,"Herman itu memang sangat pintar sekali merayu dan bersandiwara, karena hal itu lah akhirnya kamu tak lagi bisa berkutik. Apa lagi wanita yang polos dan baik seperti kamu. Nyatanya setelah menikah dan kamu mulai kerja, Herman mulai kumat lagi kok."

Ternyata tak bisa menilai orang hanya dari tutur katanya yang lembut dan juga rayuan maut, nyatanya aku telah tertipu oleh Mas Herman. Sepertinya dia sangat mencintaiku, nyatanya dia hanya menjadikan aku sebagai alat penambah penghasilan saja. Jika mungkin hanya sekedar meminta uang aku masih bisa menerima, tetapi jika sudah melanggar janji suci pernikahan, maka bagiku itu sudah tak lagi bisa dimaafkan.

"Aku itu sungguh kasihan sama kamu, bekerja banting tulang di Jakarta. Semua gaji kamu kirimkan tanpa banyak lagi bertanya, sepertinya semua hanya dalih untuk tabungan bukan? Nyatanya uang hasil kerja keras kamu itu hanya digunakan foya-foya saja oleh Bulek dan juga Herman. Mereka itu memang jahat sekali," timpal Mbak Nita dengan suara yang kesal.

"Apa itu benar, Mbak? Mas Herman berkata jika dia menabung uang itu, sekedar untuk membangun rumah dan membeli mobil." Aku masih sedikit tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita ini.

"Jika kamu tak percaya padaku, bisa kamu tanyakan pada para tetangga yang lain. Bulek dan Herman itu selalu boros, uang dari mana mereka jika bukan uang kamu yang digunakan? Sedangkan Herman saja bekerja sebagai ojek online itu seperti malas-malasan kok. Aku yakin seratus persen jika uang yang katanya ditabung itu telah hilang raib menjadi angin!" Suara Mbak Nita terdengar makin kesal.

Aku sesungguhnya percaya seratus persen pada Mbak Nita, tak mungkin dia akan berbohong padaku. Ternyata aku terlalu lugu dan bucin sekali sebagai seorang wanita.

"Astaghfirullah aladzim, mereka sungguh keterlaluan sekali Mbak. Aku sungguh tak menyangka dengan semua ini. Oh iya, Mbak. Apa Mbak tahu hubungan Mas Herman dengan seorang wanita yang masih jadi tetanggaku?" Hal yang paling ingin aku tahu saat ini. 

"Tetangga kamu? Apa dia seorang wanita yang berambut di cat merah? Memiliki postur tubuh tinggi besar dan sedikit centil?" Mbak Nita bertanya dengan cepat.

Aku pun kemudian kembali mengingat wajah Ririn, sudah sekitar satu tahun lebih mungkin aku tak pernah bertemu dia. Ah ya terakhir bertemu saat aku menikah dulu. Dia memang suka sekali mewarnai rambut dan posrit tubuhnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Nita.

"Benar sekali, Mbak. Kalau tidak salah menang seperti itu lah ciri wanita itu. Namanya Ririn," jawabku dengan segera juga.

"Ya benar, namanya ada Ri-Ri gitu deh. Kok kamu tanya akan hal ini? Apa kamu sudah mengetahui semuanya?"

Aku kemudian menceritakan semua yang terjadi hari ini pada Mbak Nita, tak ada yang dikurangi dan tak ada yang kutambahin. Berharap sekali jika nanti sepupu suamiku itu akan memberikan lebih banyak informasi padaku.

"Sepertinya sudah lebih dari setahun Herman menjalin hubungan dengan perempuan ini. Dia sering datang ke rumah mertua kamu. Bulek pun sangat senang sekali sepertinya pada dia, karena katanya dia sering memberikan banyak uang dan juga barang. Kamu tahu sendirikan bagaiman sifat asli ibu mertua kamu itu?"

tukas Mbak Nita setelah aku selesai bercerita.

"Jadi ... bukan Mas Herman yang sering membelikan segala sesuatu pada Ririn Mbak?" Ternyata semua berbeda dengan yang tadi aku pikirkan.

"Tidak, justru perempuan itu lah yang selalu memberikan semuanya. Setahuku sih selama ini Herman itu tak pernah istilahnya mau rugi ketika sedang jalan dengan perempuan. Mungkin karena memang dia itu tampan, jadi semua wanita akan mau saja menuruti semua yang dia mau."

"Termasuk aku ini ya Mbak. Hahaha." Kami berdua pun beberapa saat saling tertawa saat ini. Rasanya lucu juga sih menertawakan diri sendiri.

"Lalu apa benar mereka itu sudah menikah dan sekarang telah memiliki seorang anak Mbak?" tanyaku lebih lanjut.

"Ya sepertinya begitu, Bulek pernah mengatakan jika Herman telah menikah siri kembali dengan seorang wanita cantik dan baik hati. Sepertinya memang mereka telah mempunyai anak sih, karena beberapa kali dulu wanita itu kesini sedang dalam keadaan hamil."

Sakit sekali rasanya mengetahui semua kenyataan ini. Perkataan dari Mbak Nita ini membuat aku yakin seratus persen jika suami dan juga teman Lamaku ini memang sedang mencurangiku.

"Ra, coba ganti panggilan suara ini menjadi panggilan video. Ada suatu hal yang pasti membuat kamu senang---"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status