Tubuh Alex menjulang di depan pintu. Menghalangi Laura yang ingin masuk dalam ruang perawatan Aleena."Aku mohon, izinkan aku masuk. Aku hanya ingin bertemu Aleena dan meminta maaf kepadanya," mohon Laura dengan suara lemah.Wajah pucat, bibir kering, rambut diikat dengan asal seperti tidak terurus. Kesedihan tergambar begitu jelas di wajah wanita itu. Sorot mata putus asa seolah tidak ada harapan lagi dalam kehidupannya.Dan siapapun, pasti akan menaruh iba melihatnya.Siapapun?Alex tersenyum samar. Melipat kedua tangannya di dada. Pria itu lalu berkata, " Aku tidak bermaksud menghalangimu, aku hanya kuatir kau justru akan jatuh pingsan di dalam. Apalagi kau terlihat sangat lemah.""Kau tidak perlu kuatir. Biarpun aku harus mati bersimpuh di hadapan Aleena, itu tidak masalah yang penting aku sudah meminta maaf kepadanya. Aku hanya sedang berusaha menerima semua ini dengan ikhlas," tutur Laura.Wanita itu menunduk, menyembunyikan air mata yang sudah beranak sungai di wajahnya.Alex m
Arfa mengacak rambutnya, frustasi. Berbagai cara telah ia lakukan untuk membujuk Aleena yang sedang merajuk. Cemburu lebih tepatnya.Salah siapa?Aleena sendiri yang memintanya untuk bersikap baik kepada Laura. Setengah memaksa juga."Sayang, aku tidak sungguh-sungguh melakukannya. Kau sendiri yang mendorongku dari belakang untuk menangkapny."Aleena melengos. Masih tidak sudi melihat Arfa."Terlihat sekali kalau Mas Arfa sangat mencemaskan keadaanya! Aku tidak suka," kata Aleena.Arfa tersenyum. Akhirnya wanita itu mau bersuara juga setelah sejak tadi hanya diam membisu."Aku menyukainya," desis Arfa."Apa!" sosor Aleena dengan mata melotot.Arfa terkekeh. Ternyata wanitanya galak juga kalau sedang cemburu."Aku menyukainya—rasa cemburumu, sayang."Berbisik di telinga Aleena. Menjilat leher wanita itu, sangat erotis."Nggak usah merayu!" ketus Aleena.Memalingkan wajahnya yang merona, malu."Kenapa wajah kamu merona, sayang, aku semakin ingin memakanmu," goda Arfa."Iisshh. Apaan sih
Sepanjang perjalanan pulang menuju ke apartemen, Arfa terus saja menekuk wajahnya. Bibir mengerucut, seperti ibu-ibu yang kurang uang belanja."Mas Arfa," panggil Aleena dengan lembut.Arfa tidak menggubris. Tangan bersedekap, pandangan lurus menatap ke depan."Apa, Mas Arfaa marah?" tanya Alena, tersenyum geli.Arfa melengos. Memiringkan tubuhnya ke arah jendela. Sudah seperti anak kecil yang sedang merajuk karena tidak dibelikan mainan incarannya.Membuat Aleena semakin gemas dan berniat untuk menggodanya.Perlahan, dengan gerakan erotis Aleena membelai dada bidang milik Arfa dari arah belakang. Menyisir setiap jengkal pahatan menggoda yang terbungkus kemeja berwarna hitam."Jangan coba-coba menggodaku," Ketus Arfa, berusaha menyingkirkan tangan Aleena di tubuhnya.Alerna tertawa. Gerakan tangannya semakin bertambah liar turun ke bawah."Mas Arfa terlihat sangat menggemaskan kalau sedang merajuk. Seperti bayi yang ingin menyusu pada ibunya." Alena menekan kata 'Menyusu' pada kalimat
Arfa menutup pintu menggunakan satu kakinya. Pria itu benar-benar terlihat tidak sabar."Kita sudah sampai, sayang. Bersiaplah menerima serangan balasan dariku," bisik Arfa.Pria itu membaringkan tubuh Aleena di atas tempat tidur besar miliknya. Dan langsung saja mengungkung tubuh wanita itu di bawahnya.Bersiap ingin melancarkan aksinya ketika tiba-tiba saja Aleena berseru, "Aaah, lega rasanya sudah keluar dari rumah sakit!"Wanita itu menggeliat, merentangkan kedua tangannya ke atas seperti habis bangun tidur, lalu tersenyum lebar ke arah Arfa yang sedang menatap lapar ke arahnya."Jangan mencari alasan untuk menghindari ku lagi, sayang," kata Arfa penuh penekanan."Aku hanya ingin mandi terlebih dahulu, Mas Arfa. Aku ingin bercinta denganmu dalam keadaan segar dan harum," kilah Aleena.Arfa tersenyum smirk. Tangan pria itu terulur, mengusap bibir Aleena dengan lembut. Perlahan Arfa mendekatkan wajahnya lalu berkata dengan setengah berbisik, "Bagiku kau tetap wangi dan segar, biarpu
"Tetap di tempatmu! Atau aku tidak akan ikut ke kantor!" ancam Aleena.Arfa menghentikan langkahnya. Niatnya ingin kembali menyentuh tubuh Aleena jadi urung, apalagi melihat wanita itu melotot ke arahnya dengan bibir mengerucut."Aku hanya ingin membantumu memakai baju, sayang," kilah Arfa, sedang kedua matanya menatap tidak berkedip ke arah Aleena yang hanya menggunakan handuk di tubuhnya."No! Aku bisa memakainya sendiri!" sahut Aleena dengan cepat.Membantu memakai baju? Tentu saja itu hanya akal-akalan Arfa. Ujung-ujungnya pria itu pasti tidak akan melepaskannya lagi.Tidak boleh lengah pokonya. Soalnya pria itu sedang dalam mode siap tempur.Arfa terkekeh pelan. Pria itu memilih duduk di sebuah sofa bulat yang ada di ruang ganti tersebut. Melipat satu kakinya sambil bersedekap. "Baiklah, kalau begitu aku hanya akan menemanimu memakai pakaian."Aleena memutar bola mata ke atas. Arfa nya kali ini benar-benar seperti singa liar yang sedang kelaparan.Menemani? Atau menikmati pemanda
Arfa hanya terkekeh mendengar Aleena yang terus mengoceh sejak tadi. Sudah seperti burung betet yang tidak berhenti berkicau.Semakin digoda, wanita itu semakin bertambah galak saja.Dan bagaimana Aleena tidak akan kesal, Arfa benar-benar mengerjainya habis-habisan di atas meja. Memasuki tubuhnya hingga berulang kali sampai wanita itu benar-benar lemas tidak bertenaga.Namun begitu tetap saja Aleena menyelesaikan tugasnya sebagai seorang istri, membantu Arfa berpakaian memakaikan dasi, dan menyisir rambutnya."Sudah selesai! Sana kerja lagi!" Usir Aleena. Buru-buru mendorong tubuh Arfa, agar keluar dari kamar setelah selesai membantu pria itu bersiap."Kau mengusirku sayang," protes Arfa.Pria itu menahan tubuhnya tepat di tengah-tengah pintu, membuat Aleena kesusahan untuk menyuruhnya segera keluar."Jika tidak aku usir, Mas Arfa tidak akan tahu diri!" ketus Aleena.Arfa tergelak. "Bukankah aku harus membantumu berpakaian?" kilahnya.Aleena langsung melotot. Sedangkan pria itu justru
Tidak lama setelah kepergian Aleena, Alex muncul dari balik pintu dengan senyum lebar. Membuat Arfa mengerutkan dahi melihatnya. Heran."Jangan membuatku takut melihatmu. Kau terlihat menakutkan dengan senyum seperti itu," celoteh Arfa.Alex terkekeh. Pria itu kemudian menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kursi di depan Arfa."Ada apa dengan lehermu?" tanya Alex, menunjuk ke arah leher Arfa, dengan senyum menggoda."Sialan!" umpat Arfa. Melemparkan beberapa lembar kertas ke arah Alex yang sudah tertawa terbahak-bahak."Ternyata wanitamu sangat ganas. Lehermu nyaris tak bersisa dengan bekas gigitannya," goda Alex."Dia tidak hanya ganas, tapi juga memabukkan," beber Arfa dengan bangga."Pantas saja kau sampai tergila-gila padanya," ledek Alex.Arfa hanya tersenyum menanggapinya. Pria itu kemudian meraih foto Aleena di hadapannya. Mengusap lembut foto itu dengan binar bahagia."Dia adalah sumber kebahagiaanku," ungkap Arfa."Aku tau. Maka dari itu kau harus benar-benar menjaganya kali in
"Hentikan!"Suara menggelegar milik Arfa, langsung mengheningkan suasana gaduh yang tadi tercipta. Begitupun dengan lengkingan ejek dan nista. Seolah sirna bersama datangnya sang tuan yang berkuasa.Wajah dingin dengan semburat murka di rupa, membuat ciut nyali para penista yang telah melukai harga diri sang belahan jiwa.Aleena segera menempati perannya semula. Bermuram durja dengan bongkahan kristal di pelupuk mata.Tak akan ada yang bisa menandingi perannya. Laura hanya ibarat seekor lalat di matanya. Sekali tepuk— lewat."Sayang ...." lirih Arfa, begitu terlihat sayang dan cintanya.Wajah tampan penuh kasih sayang, begitu saja terukir di wajahnya ketika berada di samping Aleena.Membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Mencium puncak kepala wanita yang mulai terisak dalam sandiwaranya."Jangan menangis, sayang. Aku akan pastikan mereka juga akan menangis hari ini," bisik Arfa, memunculkan semburat rasa suka cita di wajah Aleena.Pria itu mengangkat wajahnya. Dingin dan tidak tersen