Share

Tragedi Ruang Basemen

"Benarkah? Kamu akan membawakan aku stempel Papa mu? Waw, amazing! Terima kasih kalau begitu."

Akhirnya Rayu memainkan instingnya.

Penyusup itu dengan mudah percaya dan memberikan isyarat pada anak buahnya untuk segera melepas tali ikatan pada kaki dan tangan Rayu.

"Heh Hendra, anak anda ternyata lebih baik dari dugaan aku. Dia membuat pilihan yang tepat!" pungkasnya yang entah seperti berbicara dengan siapa. Pasalnya, jasad Hendra sudah terbujur lemah di lantai tak sadarkan diri dan tidak bisa disebut sebagai lawan bicara.

"Sudah Bos!" ucap anak buah penyusup itu. Dan terlihat tubuh Rayu yang sudah berusaha berdiri meskipun ia merasa kesakitan di bagian lututnya.

"Dengar! Aku membiarkan kamu bebas hanya untuk mengambil barang itu. Setelah dapat, segera kembali dan serahkan padaku, paham!!" gertaknya sebelum benar-benar mengizinkan Serayu melangkah keluar dari ruangan kedap suara itu.

Melalui tatapan dingin yang menusuk tajam, Serayu mengangguk serta berkata "Iya." Dengan sangat lantang.

Si penyusup tersenyum lebar seakan percaya dengan ucapan gadis itu. 

"Sana pergi!" Serayu di dorong oleh pria itu dan dengan terpaksa meninggalkan kedua orang tuanya di sana. 

Ia juga tak menyangka itu adalah kali terakhir dirinya melihat wujud sang Papa dan Mamanya sebelum akhirnya mereka pergi untuk selamanya.

**

Serayu berlari ke dalam rumahnya. Sebetulnya dia bukan untuk mencari stempel ayahnya, tetapi dia mencari alat bantuan seperti telepon genggam untuk menelepon siapapun yang bisa membantunya saat ini. Seingat dia, Papa nya pernah menaruh ponsel lain di salah satu laci di meja kerjanya, dan tujuannya adalah untuk mengambil barang itu.

Namun sesampainya di ruang tengah, ia malah dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki yang berdiri dan seperti sedang mencari seseorang. Laki-laki itu berpenampilan rapi dan menggunakan jaket hitam yang tebal.

"Siapa kamu?" tanya Rayu yang spontan menghentikan langkahnya kemudian mereka terlibat sedikit percakapan. Rayu tak mengenal laki-laki itu, tapi bisa saja kehadirannya justru bisa membantu dia menyelamatkan hidupnya.

"S-saya Agam Mba, saya kenalan Pak Hendra. Itu Mba terluka di bagian wajah, Mba tidak apa-apa?" tanya laki-laki itu begitu memperhatikan bahwa penampilan Rayu sangat memperihatinkan saat ini.

"Jangan ikut campur urusanku, pergi dari sini cepat!" perintahnya sambil sesekali Rayu menengok ke arah belakang karena takut kehadiran laki-laki ini akan menambah beban lagi untuknya.

"Apa kamu sedang dalam bahaya?" tanya pria itu lagi.

Belum sempat Rayu menjawab, dia dan laki-laki itu mendengar suara langkah kaki yang mengarah ke mereka berdua.

Rayu yang hafal kondisinya itu, segera memerintahkan Agam untuk bersembunyi di lemari penyimpanan di bawah tangga.

"Sembunyi di situ cepat! Jangan keluar sampai besok pagi!"

Rayu segera melanjutkan langkah menaiki anak tangga, sedangkan Agam bersembunyi di dalam lemari tepat seperti ucapan Rayu, sehingga kehadirannya tidak diketahui siapapun.

"Bos, apa lebih baik kita pergi saja ya dari rumah ini? Melihat Bos Vincent yang kejam tadi membuat aku merinding. Kita kabur saja lah!" ujar salah satu anak buah penyusup yang menghajar tubuh Papa Rayu.

"Gua sih maunya begitu Ian, tapi tanggungan masih banyak. Gua butuh banyak uang, jadi mau gak mau masih bertahan di perusahaan Golden Ang ini," jawab lawan bicaranya.

Agam yang bersembunyi di balik lemari jelas mendengar pembicaraan mereka, dia juga merasa ketakutan kala dua preman berdasi itu menemukan keberadaan dirinya. Agam juga tak mengerti apa yang terjadi, dia hanya mengikuti instruksi dari Rayu tadi.

"Bentar, gua cek ke atas dulu, kira-kira apa yang dilakukan anak itu."

"Siap, saya jaga di bawah!" 

Salah seorang dari mereka naik ke lantai atas dan memeriksa aktivitas yang dilakukan Serayu. Sialnya begitu sampai di lantai atas, satu preman itu berhasil memergoki Rayu yang sedang memencet tombol ponsel untuk mencari bantuan. 

Hal demikian membuat si preman marah besar dan melaporkan hal itu pada atasannya.

"Brengsek!"

Plak! Plak!

Terdengar dua kali suara tamparan pada tubuh Rayu diiringi suara pecahan dari barang yang terjatuh di lantai.

"Ian kasih tau Bos, anak ini mencoba cari bantuan dari luar!" 

 Suaranya yang kencang terdengar hingga sampai di telinga Agam.

"Astaga, apa yang terjadi pada wanita itu? Apa yang harus aku lakukan?" decit Agam kebingungan.

Preman yang masih menunggu di lantai bawah berlari keluar untuk mendatangi atasannya. Sedangkan Rayu diseret dari lantai atas oleh preman satunya.

"Kau bikin kerjaan gua tambah banyak saja!" Rayu yang diseret turun ke kabtai bawah itu berusaha melepaskan cengkraman tangan si preman sambil merintih. 

"Selamatkan aku, siapapun itu tolong selamatkan aku," rintih gadis itu seakan sedang berbicara dengan Agam.

Dua orang itu sudah meninggalkan rumahnya dan kembali ke ruangan basemen. Sedangkan Agam yang masih terjebak di dalam lemari tidak bisa membantunya karena preman itu pasti berjaga di depan rumah.

Dia cemas memikirkan bagaimana nasib perempuan itu.

**

"Kurang ajar!" 

Rayu berkali-kali mendapatkan tamparan di pipinya karena terbukti membohongi penyusup itu. Dia pun dijadikan pelampiasan amarah sampai tubuhnya tersungkur ke bawah. Tendangan juga tak kalah ia dapatkan sampai sekujur tubuhnya meringkuk menutupi area wajah dan dada.

"Aissh, siaaalll!!! Terpaksa aku bantai dua orang itu!"

Tanpa pikir panjang lagi, penyusup bernama Vincent itu meraih tongkat bisbol dan memukul kedua orang tuanya sampai tak bernyawa lagi. Dinding rumah sudah berubah warna menjadi merah, percikan darah dari mereka tersebar ke seluruh ruangan dan ikut mengotori baju-baju para penyusup.

Serayu yang tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi juga tak berdaya ketika orang tuanya dihabisi secara tidak manusiawi begitu. 

Mungkin saja tulang-tulang dari tubuh orang tuanya sudah hancur dan remuk akibat pukulan dari tongkat besi itu.

Dia hanya bisa menangis melihat jasad kedua orangtuanya yang sudah mengenaskan.

"Mama, Papa, jangan tinggalin Rayu!" rintih gadis itu dalam isak tangisnya.

"Woy kalian! Aku gak mau tau, kalian bereskan ruangan ini sampai utuh lagi. Entah di cat ulang atau apapun terserah!

"Bagaimana kalau kita bakar saja Bos! Sisakan mayatnya di sini, jadi orang-orang nanti akan berkata bahwa mereka mati karena kebakaran rumah!"

"Ide bagus! Cepat kerjakan. Bawa anak itu dan taruh di rumahnya!"

"Siap!"

Dua orang preman membawa tubuh Rayu keluar dari ruangan basemen itu, dan sisa dari premannya tengah sibuk menuangkan cairan bensin untuk membakar ruangan kedap suara itu.

Tubuh orang tua Rayu yang terbujur kaku di sana tak bisa diselamatkan dan hanya dalam sekejap, ruangan itu terbakar mirip sebuah tempat pembakaran sampah yang terbuat dari beton kuat. Yang terlihat hanya asap yang mengepul ke atas. Lokasi rumah yang ada di pegunungan itu tak membuat warga yang rumahnya sangat jauh itu menjadi curiga. 

Apalagi bekingan keluarga Golden Ang yang bukan kaleng-kaleng, pasti mampu menutupi kasus ini.

**

Jarak dari ruangan bawah tanah ke rumah itu cukup jauh, karena ruangan itu dibuat terpisah dan awalnya digunakan untuk ruangan penyimpanan barang. Siapa sangka, Hendra justru menyiapkan ruangan itu untuk tempat kematiannya sendiri.

Sampai di rumahnya lagi, tubuh Rayu di lemparkan begitu saja dan terjatuh lemas di lantai.

"Cari stempel itu sampai dapat! Lalu kita tinggalkan rumah ini dan selesaikan kerjaan dengan cepat. Paham Kalian!"

"Baik Bos!" jawab mereka dengan serentak.

Para preman yang menyusup rumah itu saling berlarian mencari keberadaan stempel yang dimaksudnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status