Share

Awal Mula Dendam Itu

"Apa yang kau lakukan di sini sayang? Bukannya udara cukup dingin?" Darwin tak sengaja menemukan kekasihnya berada di balkon rumah tempat persembunyian mereka. Meski menggunakan mantel yang tebal, angin dingin masih terasa menusuk kulit.

"Aku sedang memikirkan sesuatu sayang," serunya.

"Apa?" tanya pria itu dengan spontan.

"Masa lalu!" jawab Clara cepat.

"Ada apa dengan masa lalu mu?"

"Kau yakin ingin mendengarnya?"

Darwin tampak serius menatap Clara. Akankah wanita itu benar-benar menceritakan masa lalunya pada Darwin?

**

(15 Tahun Yang Lalu.)

"Ma, Mama? Rayu? Jawab Papa, kalian di mana?" 

Seorang laki-laki paru baya tengah kebingungan menelusuri rumahnya, mencari dua anggota keluarganya yang tidak kunjung dia temukan. Sepulang kerja, laki-laki itu memang tergesa-gesa untuk segera bertemu dengan anak dan istrinya, karena Hendra hanya ingin memastikan keadaan anggota keluarganya masih dalam keadaan baik-baik saja. 

Selepas mendapat sambungan telepon misterius, Hendra yang berada di kantornya segera menancap gas mobil untuk tiba di rumahnya. Tapi, hingga tiba di lantai ke dua rumahnya, sosok Istri dan juga anak gadisnya tak kunjung ditemukan. 

Hendra kemudian memutar tujuan dan berlari dengan perasaan penuh cemas, seperti akan ada sesuatu hal buruk terjadi jika dia terlambat menemukan mereka berdua. Hendra teringat satu tempat dan mencoba mencarinya di ruangan basemen rumah.

Dia pun tercengang.  

"Rayu? Karin?" 

Sampai akhirnya, Hendra menemukan istri dan juga anaknya ada di sana, mereka berdua sedang berlutut sambil diikat oleh sebuah tali kencang yang membuat kaki juga tangan mereka tak bisa bergerak. 

Jelas saja hal itu membuat Hendra terkejut karena tak disangka ia sedang menyaksikan pemandangan yang amat mengerikan.

Hampir laki-laki itu mendekat, namun sebuah pistol tiba-tiba terlihat sedang bersandar di pelipis anak gadisnya.

"Ini anak gadismu kan Pak Hendra? Ternyata cantik juga! Sayang sekali kalau harus mati mengenaskan oleh sebuah pistol! Bolehkah aku mengambilnya, akan ku jadikan boneka nafsu di rumah?" Tawa lebar yang menyeringai tengah mengiringi ucapan laki-laki berpenampilan serba hitam itu, lengkap dengan pistol yang bisa saja sedetik kemudian dia tarik pelatuknya lalu menghentikan denyut nadi anaknya.

"Tolong jangan sentuh anak saya! Saya akan membunuh anda jika anda menyentuh sehelai rambutnya!" gertak Hendra. Meskipun ketakutan hebat kini tengah melandanya namun ia harus pura-pura kuat dan tegar di depan istri juga anaknya, agar mereka juga tak gentar oleh kecaman para penyusup itu.

"Owh, seram sekali! Tolong!! Saya diancam oleh laki-laki itu!" 

Tak hanya dia, teman segerombolan nya juga ikut tertawa karena olokan tersebut.

Sementara Rayu dan ibunya terintimidasi oleh dua penjahat yang menahan tubuhnya hingga mereka berdua tak bisa bergerak sama sekali. 

"Kalian berurusan dengan saya! Lepaskan mereka berdua, mereka tidak bersalah sama sekali!" Hendra membentaknya.

Duorr! 

Tapi, sebuah suara tembakan telah terdengar nyaring hingga satu pelurunya terlempar dan memantul di dinding ruang basemen yang terbuat dari beton keras. Karin, Rayu, dan Hendra yang tengah disekap itu pun reflek menutup mata karena rasa ketakutan yang menerjangnya. Mereka bisa saja bergantian menjadi target si peluru.

"Dengar ya Pak Hendra yang terhormat! Tugas mereka di sini itu penting sekali. Mereka harus bisa membujuk anda agar segera menandatangani surat persetujuan untuk mundur menjadi rekan bisnis XY Group. Karena, bagaimanapun Golden Ang harus menjadi satu-satunya perusahaan yang bisa bekerjasama dengan perusahaan internasional itu. Kalau anda tidak ingin menandatangani suratnya, maka jangan salahkan saya kalau saya menyakiti mereka berdua!" ancamnya dengan kejam.

Hendra pun kian terdesak! Ia serba salah harus memilih yang mana.

Keluarganya adalah hal yang paling utama, namun ia juga harus memikirkan nasib ke-300 karyawan yang menggantungkan hidupnya di perusahaan Addara yang dia pimpin sekarang. 

Jika dia membatalkan kontrak kerja sama, maka dia tidak bisa menyelamatkan perusahaannya yang hampir runtuh itu. Sebagai pimpinan, dia juga harus bertanggungjawab atas kelangsungan hidup para pekerjanya yang mungkin saja bagi mereka bekerja di Addara adalah mata pencaharian satu-satunya.

Dia menatap anaknya yang sudah gemetar ketakutan, namun nampak jelas dari kedua bola matanya bahwa Papanya tak boleh menyerah. Papanya memiliki harga diri yang harus dijunjung tinggi 

Hendra pun berganti menatap istrinya, dan tersirat makna dalam agar suaminya tak boleh mengiyakan ucapan para penjahat itu. Karin sangat tahu problem apa yang sedang dialami suaminya di kantor, dia juga paham bahwa bisa terpilih untuk bekerja sama dengan XY Group adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan hidup mereka. 

Jika suaminya menyerah, lalu bagaimana nasib 300 pegawainya itu? Apalagi keterangan dalam surat itu adalah pernyataan bahwa Addara Group adalah perusahaan bermasalah, jelas saja sudah menjadi fitnah besar.

"Jangan pernah kamu mengiyakan ucapan mereka Pa, Kamu harus bertahan!" sahut Karin dengan segenap kekuatan yang tersisa untuk menguatkan keputusan suaminya.

Namun rupanya pernyataan tadi amat tak disukai oleh para penyusup itu, salah satu yang memegang pistol dengan tak manusiawinya memukulkan badan pistol ke wajah Karin, hingga bekas luka berdarah terlihat di sudut bibir.

"MAMA!!" Rayu, gadis remaja yang berada di samping ibunya amat terguncang karena pertama kalinya melihat sang ibu disakiti oleh orang lain.

"Diam!!" 

Tak kalah dari sang ibu, Rayu juga diberikan pukulan yang sama oleh penyusup itu.

Hendra yang menyaksikan penganiayaan itu juga tak bisa berbuat apa-apa saat tangan dan badannya ditahan dengan kuat oleh sisa dari penyusup yang berdiri tepat di belakangnya sejak tadi.

Rayu, gadis itu pun menangis menahan rasa sakit akibat pukulan yang mengenai pelipisnya.

"Sudah untung gak saya tembak mulut kau itu! DIAM!" 

Serayu berusaha menahan suara tangisnya agar penyusup itu tak menggertak nya lagi!

"Nona manis, coba bujuk Papa kamu untuk tanda tangan surat ini! Ayolah, apa kalian tidak lelah berlutut seperti ini! Apa aku kurang melunak pada kalian heh!" 

Rayu memejamkan matanya saat penyusup memainkan ujung pistol yang seperti berjalan pelan di sekeliling wajahnya itu. Dia berbicara menunduk menyelaraskan tinggi badan Rayu.

"Jangan mimpi! Papa aku orangnya hebat, dia tidak akan menuruti ucapan penjahat seperti kalian!" sahut Rayu penuh keyakinan.

Cuih!! 

Tanpa diduga, Karin meludah ke wajah penyusup yang telah menghancurkan hidupnya hari ini, terlebih saat dia memukul wajah Rayu tadi.

"Jangan mimpi akan mendapatkan apa yang kalian mau. Lepaskan kami!" ujar Karin setelahnya.

"Sialan!" Justru, penyusup itu semakin terprovokasi untuk bertindak lebih brutal daripada ini.

Dia menyerahkan pistol itu kepada anak buahnya, lalu mengambil sebuah tongkat bisbol yang telah disiapkan para penyusup itu sebelumnya. 

Dengan brutal, dia pukulkan tongkat itu tepat di kepala dan tubuh Hendra, hingga laki-laki itu tersungkur di lantai dengan darah yang berceceran.

Baik Karin ataupun Rayu, mereka tercengang melihat suami dan Papanya dianiaya mengerikan seperti itu.

"Kalian pikir, meski kalian menolak untuk tanda tangan kami akan kalah begitu saja? Hahaha, tidak! Karena saya akan menghabiskan nyawa kalian, sampai tak ada satupun yang menghalangi jalan pimpinan kami untuk mendapatkan keinginannya."

Hendra yang sudah tak berdaya di atas lantai, masih dipukuli dengan bejat hingga Karin dan Rayu tak sanggup lagi melihatnya. Suara besi menghantam tulang manusia itu pun terdengar jelas. Menyisakan rasa trauma dalam bagi Rayu maupun Ibunya.

"Bodoh! Kalian tinggal pilih tanda tangan saja, maka tak harus ada darah yang tercecer seperti ini!" 

Tak selesai sampai pada Hendra saja, penyusup itu juga menarik tubuh Karin dan melucuti pakaiannya tanpa ampun. Dengan kaki dan tangan yang masih terikat kencang, Karin tak mampu melarikan diri dari hadangan penyusup itu dan pasrah saat dirinya dilecehkan di depan mata anaknya sendiri.

"MAMAAA!!" Rayu berteriak kencang dan ingin sekali menolong ibunya yang diperlakukan tak pantas itu! 

Tapi apalah daya, Rayu juga tidak bisa bergerak sama sekali. Dia menangis sejadi-jadinya ketika melihat Papa dan Mamanya menjadi santapan malam laki-laki bejat itu.

Papanya yang kritis dengan darah yang berceceran, dan ibunya yang terkapar lemas di lantai membuat Rayu syok dan tak mampu berkata-kata lagi. Air matanya sudah mengering, sudah dia habiskan sejak melihat jelas apa yang sudah dilakukan pada orang tuanya.

Rayu tak bisa memberontak lebih banyak, sebab ia harus menjadi satu-satunya orang yang bertahan agar bisa menyelamatkan kedua orangtuanya.

"Aku akan mencarikan stempel Papa, bisa lepaskan tali ikatan ini?" ucap gadis itu dengan suara yang terbata-bata.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status