Share

2. Kembali ke Jakarta

Sebuah rumah mewah di kawasan crazy rich Surabaya. Bangunan megah bertingkat tiga megah di bangun dengan nuansa modern minimalis Di depan rumah sebuah taman dan juga air mancur berdiri megah; Lantai tiga ada teras luas dan kolam renang. Kemegahannya berbanding terbalik dengan para penghuni yang individualis dan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Di ruang tengah, Indi tengah sibuk menatap layar ponsel. Ia sibuk dengan kegiatan berkirim pesan singkat dengan para sahabatnya, satu perkumpulan sosialita. Mereka banyak membahas masalah-masalah berita terkini dan juga sibuk mengulas aneka barang branded keluaran terbaru. Sementara Indi sibuk dengan ponsel ia birkan televisi menyala dan menyaksikan kegiatannya berkirim pesan.

Indi Denadra, wanita yang kini berusia 41 tahun itu memiliki paras cantik. Bahkan disaat usianya kini telah beranjak empat puluh tahun lebih, masih terlihat begitu cantik. Dengan mata bulat, kulit putih dan juga bibir peach. Tubuh khas standar Indonesia tinggi 160 centimeter dengan berat badan 53 kilogram.

Seorang anak laki-laki berjalan masuk ke dalam rumah dengan mengenakan sweater oversize, dan jeans berjalan menuju ruang tengah. Ia sudah tahu kau sang ibu berada di sana.

"Mi?' sapa Kuki.

Kuntara Kinandra Adiraja, 19 tahun anak dari Jun, Kini tengah berada di semester empat di salah satu universitas swasta di Surabaya. Ia berjalan menghampiri sang mami yang kini sudah menoleh ke arah lorong menanti kedatangannya. Kuki melangkah dengan cepat, ia kemudian menghampiri sang ibu dan duduk di samping Indi.

"Gimana di kampus?" tanya Indi.

"Hmm, sama aja enggak ada yang spesial," jawab Kuki sambil mengganti chanel televisi. Setelah menemukan tontonan yang ia inginkan, anak itu bersandar pada kepala sofa.

Indi melirik ke arah televisi. "Kamu tuh udah gede, masih aja nonton spongebob."

Mendengar apa yang dikatakan oleh sang ibu membuat Kuki terkekeh. "Lucu tau Mi. Coba lah mami lihat ayo."

"Emoh*, mami kok malah kamu ajak nonton kaya gitu. Buat anak-anak."

(Enggak mau)

Kuki terkekeh sambil mengedarkan pandangan. "Papi mana Mi?" tanya anak itu.

"Biasa ke Bandung ada urusan kerjaan katanya," jawab Indi dengan senyum yang sedikit memudar,

Jelas Kuki bisa menangkap itu dengan jelas. "Hmm, baru ditinggal sebentar udah kangen ya?" tanya Kuki yang menduga kalau sang ibu kangen pada Jun.

Indi kembali kembangkan senyum. "Ya kangen lah, masa enggak kangen sama suami sendiri. Papimu lho itu."

'"Hehehe, iya memang. Aku ke kamar ya Mi." Kuki pamit ia kemudian mencium pipi Indie sebelum berjalan meninggalkan Indi.

Wanita itu segera hilang senyum. Ia kemudian mengirimkan pesan pada sang suami.

Indi:

Kamu pulang hari ini kan Mas?

Juniar:

Saya pulang besok malam, besok siang masih banyak urusan Mi.

Indi:

Oke, Aku besok mau ada kegiatan ke Pasuruan.

Juniar:

Kegiatan apa lagi?

Indi:

Mau ada bagi-bagi sedikit rejeki. Kamu enggak ada mau bantu? Itu yang bagi-bagi Jeng Pita lho. Suaminya sukses ada rejeki. Jadi dia bagi-bagi sedikit.

Juniar:

Kamu pake aja kartu kredit saya. Hati-hati besok.

Sementara itu saat ini Jun baru saja selesai mandi. Ia tadi keluar untuk menyelesaikan beberapa urusan. Ya, setidaknya kepergiannya ke Bandung memang selalu untuk kegiatan bisnisnya.

Pria itu berjalan keluar dengan tubuh shirtless, hanya handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya. Pria itu kemudian berjalan keluar kamar, menuju ruang tengah. Di sana ada Reya yang tengah menonton televisi. Pria itu berjalan mendekati wanitanya kemudian duduk di samping Reya. Gadis itu tersenyum, melihat senyum Reya membuat Jun segera memberi kecupan.

"Tadi lancar Om kerjaannya?" tanya Reya.

Jun kini bersandar pada bahu Reya, mengangguk, lalu menggenggam tangan wanitanya dan kecupi beberapa kali. "Lancar sayang."

"Om capek? Mau kopi? Atau mau apa biar aku bikinin?" Reya bertanya sambil mengusap rambut basah kekasihnya. "Rambutnya basah Om," ucap Reya kemudian berdiri, tapi Jun menahan langkah Reya dengan memegangi tangan gadisnya.

"Mau ke mana kamu?" tanyanya.

"Ambil handuk, buat keringin kepala Om. Nanti pusing lho."

Jun menarik tangan Reya dan meminta untuk duduk kembali. Jun kemudian bersandar lagi pada bahu Reya. "Nonton aja drama kamu. Ini cuma perkara rambut basah."

Reya menatap Jun. "Nanti pusing gimana?" tanya gadis itu lagi.

Jun gemas sendiri, ia kemudian mengarahkan kepala Reya untuk menonton televisi dan tak memikirkannya. Bagaimana Jun tak jatuh cinta? Ketika ia seorang yang dominan bertemu dengan si penurut seperti Reya? Perhatian ... Hal utama yang membuat ia betah berlama-lama. Meski ia berusia nyaris setengah abad ia tetap butuh dimanja. Hubungannya dulu dan Indi berdasarkan perjodohan.

Jun menatap Reya yang masih sibuk dengan televisi, menyaksikan drama. Sesekali tertawa dan itu lucu menurutnya. Ini memang terkesan seperti romansa masa muda yang manis dan Juniar baru mengalami hal ini. Sejak muda dulu hidupnya sudah diatur dan dulu ia menurut saja.

Kini pria itu merasa tergoda. Wajahnya mendekati leher jenjang gadisnya, ia bisa cium aroma white musk seperti bayi manis, lalu membiarkan tepian hidungnya menyentuh belakang telinga hingga leher wanitanya.Jun mengusap-usap hidungnya dengan manja. Ia suka aroma tubuh Reya dan itu jadi salah satu kebutuhannya. Tubuh gadis itu menegang saat Jun melakukan gerakan itu.

"Om," lirihnya minta Jun hentikan itu.

"Hmm?"

"Katanya aku suruh nonton tv?"

Jun anggukan kepala, masih berada di belakang telinga. "Tadinya gitu," sahutnya.

Tangan pria itu masuk ke dalam dan mengusap perlahan bahkan tak menyentuh, stimulus mengambang yang buat Reya merintih ingin lebih.

"Om, emang enggak capek?" tanya Reya.

Jun menjauh, menatap Reya. "Kamu capek?" tanyanya.

Reya anggukan kepala. Ia mengusap wajah Jun dan mengecup bibir kekasihnya itu. "Sedikit."

Jun mengerti meski hasratnya sudah di ujung kepala. Ia tak ingin Reya kelelahan. Ya, memang begitu Juniar begitu menyayangi Reya. Bukan hanya menjadikan gadis itu sebagai pemuas nafsu atau wanita yang menemaninya di saat ia butuhkan. Pria itu benar-benar jatuh cinta. Jika banyak orang yang mengatakan perihal puber kedua. Mungkin itu yang tengah dialami Jun saat ini.

"Maaf Om," ucap Reya merasa bersalah.

"Enggak apa-apa sayang. Saya juga enggak mau kamu kecapekan," ujar Jun.

Kini Reya yang memeluk Jun dan merebahkan kepalanya ke dalam dada bidang pria itu. Jun memainkan rambut Reya aroma strawberry tercium. Meski sudah dewasa gadis itu masih menggunakan sampo anak-anak. Jun mengendus kepala wanitanya dan kecupi bibir setiap Reya menoleh menatapnya.

Malam ini merek habiskan bersama, mengobrol adalah salah satu kegiatan favorit keduanya. Malam terasa singkat setiap kali mereka saling tukar kata untuk bisa merasakan keseharian satu sama lain. Jun butuh didengar dan Reya melakukan dengan baik.

Saat itu ponsel Reya berdering, Arka adiknya. Gadis itu segera menerima.

"Halo? Kenapa Ka?"

" ...."

"Ibu kenapa?" Reya terdengar panik.

"....'

"Iya-iya Mbak Reya balik ke Jakarta."

Reya mematikan panggilan, tubuhnya bergetar ia menangis. Jun memeluk Reya coba buat wanitanya lebih tenang.

"Jangan nangis, kita ke Jakarta oke?" Pria itu memenangkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status