Share

Pelakor dan mantan suami
Pelakor dan mantan suami
Penulis: Ambu Abbas

Bab 1. Ketahuan Selingkuh

“Oh, jadi kamu selama ini udah main gila dengan wanita ini? Tega kamu ya!” Nada bicara wanita itu terdengar begitu keras. Dia bertepuk tangan sambil tersenyum miring melihat kelakuan lelaki di hadapan yang tak lain adalah suaminya.

“A-aku bisa jelasin semuanya, Wi. Maafin aku.”

Iwan. Lelaki itu terlihat gugup. Dia yang memiliki status suami istri dengan Dewi berusaha tidak tegang. Kebusukan yang selama ini ia rahasiakan dari Dewi ternyata terbongkar juga. Ini baru pertama kali, masih banyak kebohongan lain yang sebenarnya Iwan sembunyikan.

“Apa lagi yang mau dijelaskan? Kamu udah berhasil goda suamiku, pergi kamu dari rumah ini! Kamu saya pecat sebagai asisten rumah tangga!”

Dewi menangis. Dia kecewa terhadap Dini yang sudah tega merusak rumah tangganya. Padahal Dini bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumahnya sudah bertahun-tahun.

“Saya bisa jelasin semuanya. Sa-saya khilaf. Ini salah paham.” Dini buka suara.

Masalah selesai.

Rupanya Dewi masih punya hati untuk memaafkan asisten rumah tangganya itu dan memberi kesempatan Dini untuk berubah. Kali ini Dini dapat poin.

Sampai suatu ketika, Dewi yang sudah sabar dan memberi kepercayaan kepada Dini, kembali dikecewakan saat tahu Iwan pergi bersama selingkuhannya itu dan mereka membawa anak semata wayang Dewi, yaitu Tiarawaty. Disaat itu sudah tidak ada yang bisa Dewi lakukan. Dia diam, menatap surat sepeninggal Iwan yang berisi ucapan selamat tinggal. Mereka pergi membawa kebahagiaan Dewi dan meninggalkan luka serta kekecewaan bagi hatinya.

**

Masa lalu itu mulai membangunkan mimpinya kembali.

Dewi baru saja tiba di depan rumahnya, setelah melewati kemacetan di sepanjang jalan; sepulang dari kantor.

Ia melihat ada motor parkir di pinggir jalan depan rumahnya.

"Tamu siapa ya? Biasanya hari gini mbak Surti sudah pulang ke rumah dia," kata hatinya.

Dewi langsung parkir mobil di belakang motor itu, lalu masuk lewat pintu garasi yang tembus ke dapur. Di situ tampak mbak Surti, asisten rumahtangga sudah menunggunya.

"Ada tamu siapa mbak?" tanya Dewi.

"Itu tamu non Dewi. Sudah menunggu sejak jam 3 tadi," 

"Saya gak ada janji sama orang mbak, siapa namanya?" tanya Dewi lagi.

"Pak Iwan apa gitu, lupa mbaknya," sahut mbak Surti.

Ekspresi wajah Dewi berubah antara percaya dan tidak percaya. Dewi langsung melangkah ke ruang tamu.

"Dewi, gimana kabarnya?" Iwan spontan menegur.

"Mau apa kamu datang kesini?!" tanya Dewi.

"Aku mau menebus dosaku Wi," jawab Iwan pelan dengan wajah menghiba.

"Dosa kamu terlalu banyak Wan," ucap Dewi. Manik matanya sudah tak mau bersitatap dengan lawan bicara.

"Maafkan aku Wi." jawab Iwan.

Beberapa saat, mereka berdua terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Ternyata benar akun di medsos itu memang kepunyaan Iwan. Padahal Dewi tidak memberikan alamat lengkap, ketika chat dengan akun yang menggunakan nama Iwan Suganda tersebut.

Dia masih hidup, dan sekarang ada di depan matanya.

"Dimana anakku sekarang?" tanya Dewi.

"Ada Wi. Tia sehat," sahut Iwan.

"Aku tanya dimana Tia sekarang?" tanya Dewi lagi.

"Ada di Banten," jawab Iwan singkat.

Sulit bagi Dewi melupakan semuanya. Dia ingat betul Tiara, anak kecil berumur tiga tahun yang harusnya masih butuh pelukan seorang ibu. Sejak kejadian itu, Tiara hilang. Walau tetap masih membekas dalam ingatan Dewi. Sebagai seorang Ibu, dia sangat rindu pada puterinya.

"Cepat kamu masukkan motor kamu ke garasi, kita ke sana sekarang juga." jawab Dewi tegas.

"Mbak Surti!" seru Dewi.

Mbak Surti tergesa-gesa menghampiri Dewi.

"Ya non, ada apa ya?" tanya mbak Surti.

"Mbak tidak usah pulang, menginap di sini saja. Saya mau ke Banten sekarang," tutur Dewi.

"Baik non," jawab mbak Surti.

Sebenarnya si asisten rumah tangga juga heran, mengapa majikannya tampak sangat terburu-buru. Namun, dilihat keadaan sudah terburu-buru, dia enggan menahan Dewi dan bertanya lebih jauh.

Setelah Iwan memasukkan motornya ke garasi, Dewi menyuruh Iwan yang menyetir mobilnya, ia duduk di belakang meluruskan kakinya. Pikirannya menerawang. Ia teringat bagaimana perasaannya waktu itu, ketika mendapat kabar bahwa Tiarawaty puterinya yang baru berusia 3 tahun dibawa kabur oleh Iwan. Bukan cuma itu, Iwan juga membawa semua simpanan emas yang telah ia kumpulkan selama bertahun-tahun.

Soal kehilangan emas, Dewi masih bisa mengumpulkannya lagi, tapi kehilangan puteri satu-satunya; rasanya seperti kehilangan separuh jiwanya. Ditambah lagi, yang membawanya itu adalah Dini, pengasuh Tiarawaty.

Hari itu, Dewi mengajak Tia serta pengasuhnya, dan juga Iwan, ke acara member gathering perusahaan; yang diadakan di luar kota selama 2 hari. Saat itu, Iwan menolak karena Tia sedang demam tinggi. Dewi tidak bisa membatalkan acara kantornya yang hanya diadakan satu tahun sekali.

Sepulangnya Dewi dari luar kota, ia hanya mendapatkan sepucuk surat di atas bantal yang berisi beberapa kalimat dari Iwan.

~Aku bawa Tia, karena kamu tak punya waktu untuk mengurusnya sejak bayi. Aku mau menikah dengan Dini, karena dia lebih pantas jadi ibunya.

Maafkan aku Wi~

Malam itu juga, setelah Dewi membaca surat dari Iwan, ia melihat berita di televisi bahwa telah terjadi tsunami di selat sunda, akibat erupsi gunung anak krakatau. Ada longsoran di dasar laut sehingga mengakibatkan kehancuran rumah serta banyak korban tewas di beberapa desa, di kabupaten Banten Pandeglang.

Dewi shock.

Ia tahu persis pastinya Iwan membawa Tia ke rumah orangtuanya yang tinggal di daerah dekat pesisir pantai di Banten tersebut. Rasa kecewa hati Dewi atas keputusan Iwan, tertutup oleh berita tragis tersebut.

Didalam pikirannya, kemungkinan besar mereka ikut tewas dalam peristiwa itu. Meskipun begitu, Dewi sering menangis bila melihat foto Tia bersamanya yang dipajang diatas meja, di samping tempat tidur. Hatinya hancur oleh perselingkuhan Iwan yang sama sekali tidak pernah diketahuinya.

Nasi sudah jadi bubur. Hidup harus terus berlanjut, tetapi hati Dewi sudah hanyut terbawa luka yang menggoresnya secara mendadak; sulit bagi Dewi untuk melupakannya.

Peristiwa itu terjadi pada bulan Desember tahun 2018. Ada untungnya Iwan datang pada hari ini, setelah 2 tahun menghilang kabar beritanya. Sedikitnya, Tia aman bila tinggal bersamanya. Di saat yang bersamaan, dengan meluasnya wabah covid19 sedang menyebar di ibukota Jakarta. Kebisingan sirene ambulans suaranya nyaring mundar mandir di sekeliling kota Jakarta, dan rasanya sangat mencekam. 

Selama dalam perjalanan, Dewi hanya diam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.

Ia teringat bagaimana dulu, pertama kali bertemu dengan Iwan.

Ingatan Dewi kembali pada Tia, nama panggilan puterinya. Lamunannya terhenti. Rasanya ia ingin cepat bertemu dengan Tia, sekaligus memaki Dini yang telah merenggut kebahagiaannya.

Mobil Dewi sudah memasuki jalan tol yang menuju ke kota Serang. Keluar di gerbang tol Serang Timur. Ternyata Iwan membawa Dewi ke rumah Pamannya yang tinggal di daerah situ. Dewi tidak peduli. Yang terpenting, ia bisa bertemu dan membawa pulang kembali, Tiarawaty puteri kesayangannya.

Selang beberapa saat, mereka tiba di rumah pak Sidik, pamannya Iwan. Dewi turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah yang tidak terkunci pintunya. Ia melihat Tia sedang duduk menonton televisi, Dewi menghampiri dan langsung memeluknya.

Rasa rindu yang menggumpal didalam hati seorang ibu, malam ini pecah tak dapat tertahankan.

Namun, Tia tidak bereaksi, dan bahkan ekspresinya datar.

"Tia, ini ibu Nak, ibumu Tia.” Hanya itu yang keluar dari mulut Dewi, sambil tetap menatap.

"Tia kena benturan keras di kepalanya sewaktu peristiwa tsunami Wi. Sejak saat itu, Tia mengalami amnesia," ucap Iwan.

"Itu karena dosamu Wan, karena dosa dari seluruh perbuatanmu." Dewi spontan memaki Iwan, tak peduli disitu ada pamannya.

Iwan berjalan masuk ke arah kamar depan, tak lama keluar lagi membawa tas yang berisi baju-baju Tia. 

Dewi menoleh kearah Iwan yang keluar dari kamar depan. 

"Mana si Dini, perempuan laknat itu? Hei keluar kamu!" teriak Dewi dengan emosi yang tak dapat ia tahan.

"Itu baju-baju Tia kan? Keterlaluan kamu," bentak Dewi pada Iwan.

Dewi hendak masuk ke kamar itu, ingin sekali ia menampar Dini habis-habisan. Detak jantungnya berdegup cepat. Dewi tak mampu menahan amarah yang sedang bergejolak di dadanya. Iwan mencoba menenangkan dengan mengatakan jika Dini sudah tidak ada. Lalu, ke mana perginya wanita pelakor itu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status