Accueil / Rumah Tangga / Pelakor dan mantan suami / Bab 1. Ketahuan Selingkuh

Share

Pelakor dan mantan suami
Pelakor dan mantan suami
Auteur: Ambu Abbas

Bab 1. Ketahuan Selingkuh

Auteur: Ambu Abbas
last update Dernière mise à jour: 2023-06-16 05:15:01

“Oh, jadi kamu selama ini udah main gila dengan wanita ini? Tega kamu ya!” Nada bicara wanita itu terdengar begitu keras. Dia bertepuk tangan sambil tersenyum miring melihat kelakuan lelaki di hadapan yang tak lain adalah suaminya.

“A-aku bisa jelasin semuanya, Wi. Maafin aku.”

Iwan. Lelaki itu terlihat gugup. Dia yang memiliki status suami istri dengan Dewi berusaha tidak tegang. Kebusukan yang selama ini ia rahasiakan dari Dewi ternyata terbongkar juga. Ini baru pertama kali, masih banyak kebohongan lain yang sebenarnya Iwan sembunyikan.

“Apa lagi yang mau dijelaskan? Kamu udah berhasil goda suamiku, pergi kamu dari rumah ini! Kamu saya pecat sebagai asisten rumah tangga!”

Dewi menangis. Dia kecewa terhadap Dini yang sudah tega merusak rumah tangganya. Padahal Dini bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumahnya sudah bertahun-tahun.

“Saya bisa jelasin semuanya. Sa-saya khilaf. Ini salah paham.” Dini buka suara.

Masalah selesai.

Rupanya Dewi masih punya hati untuk memaafkan asisten rumah tangganya itu dan memberi kesempatan Dini untuk berubah. Kali ini Dini dapat poin.

Sampai suatu ketika, Dewi yang sudah sabar dan memberi kepercayaan kepada Dini, kembali dikecewakan saat tahu Iwan pergi bersama selingkuhannya itu dan mereka membawa anak semata wayang Dewi, yaitu Tiarawaty. Disaat itu sudah tidak ada yang bisa Dewi lakukan. Dia diam, menatap surat sepeninggal Iwan yang berisi ucapan selamat tinggal. Mereka pergi membawa kebahagiaan Dewi dan meninggalkan luka serta kekecewaan bagi hatinya.

**

Masa lalu itu mulai membangunkan mimpinya kembali.

Dewi baru saja tiba di depan rumahnya, setelah melewati kemacetan di sepanjang jalan; sepulang dari kantor.

Ia melihat ada motor parkir di pinggir jalan depan rumahnya.

"Tamu siapa ya? Biasanya hari gini mbak Surti sudah pulang ke rumah dia," kata hatinya.

Dewi langsung parkir mobil di belakang motor itu, lalu masuk lewat pintu garasi yang tembus ke dapur. Di situ tampak mbak Surti, asisten rumahtangga sudah menunggunya.

"Ada tamu siapa mbak?" tanya Dewi.

"Itu tamu non Dewi. Sudah menunggu sejak jam 3 tadi," 

"Saya gak ada janji sama orang mbak, siapa namanya?" tanya Dewi lagi.

"Pak Iwan apa gitu, lupa mbaknya," sahut mbak Surti.

Ekspresi wajah Dewi berubah antara percaya dan tidak percaya. Dewi langsung melangkah ke ruang tamu.

"Dewi, gimana kabarnya?" Iwan spontan menegur.

"Mau apa kamu datang kesini?!" tanya Dewi.

"Aku mau menebus dosaku Wi," jawab Iwan pelan dengan wajah menghiba.

"Dosa kamu terlalu banyak Wan," ucap Dewi. Manik matanya sudah tak mau bersitatap dengan lawan bicara.

"Maafkan aku Wi." jawab Iwan.

Beberapa saat, mereka berdua terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Ternyata benar akun di medsos itu memang kepunyaan Iwan. Padahal Dewi tidak memberikan alamat lengkap, ketika chat dengan akun yang menggunakan nama Iwan Suganda tersebut.

Dia masih hidup, dan sekarang ada di depan matanya.

"Dimana anakku sekarang?" tanya Dewi.

"Ada Wi. Tia sehat," sahut Iwan.

"Aku tanya dimana Tia sekarang?" tanya Dewi lagi.

"Ada di Banten," jawab Iwan singkat.

Sulit bagi Dewi melupakan semuanya. Dia ingat betul Tiara, anak kecil berumur tiga tahun yang harusnya masih butuh pelukan seorang ibu. Sejak kejadian itu, Tiara hilang. Walau tetap masih membekas dalam ingatan Dewi. Sebagai seorang Ibu, dia sangat rindu pada puterinya.

"Cepat kamu masukkan motor kamu ke garasi, kita ke sana sekarang juga." jawab Dewi tegas.

"Mbak Surti!" seru Dewi.

Mbak Surti tergesa-gesa menghampiri Dewi.

"Ya non, ada apa ya?" tanya mbak Surti.

"Mbak tidak usah pulang, menginap di sini saja. Saya mau ke Banten sekarang," tutur Dewi.

"Baik non," jawab mbak Surti.

Sebenarnya si asisten rumah tangga juga heran, mengapa majikannya tampak sangat terburu-buru. Namun, dilihat keadaan sudah terburu-buru, dia enggan menahan Dewi dan bertanya lebih jauh.

Setelah Iwan memasukkan motornya ke garasi, Dewi menyuruh Iwan yang menyetir mobilnya, ia duduk di belakang meluruskan kakinya. Pikirannya menerawang. Ia teringat bagaimana perasaannya waktu itu, ketika mendapat kabar bahwa Tiarawaty puterinya yang baru berusia 3 tahun dibawa kabur oleh Iwan. Bukan cuma itu, Iwan juga membawa semua simpanan emas yang telah ia kumpulkan selama bertahun-tahun.

Soal kehilangan emas, Dewi masih bisa mengumpulkannya lagi, tapi kehilangan puteri satu-satunya; rasanya seperti kehilangan separuh jiwanya. Ditambah lagi, yang membawanya itu adalah Dini, pengasuh Tiarawaty.

Hari itu, Dewi mengajak Tia serta pengasuhnya, dan juga Iwan, ke acara member gathering perusahaan; yang diadakan di luar kota selama 2 hari. Saat itu, Iwan menolak karena Tia sedang demam tinggi. Dewi tidak bisa membatalkan acara kantornya yang hanya diadakan satu tahun sekali.

Sepulangnya Dewi dari luar kota, ia hanya mendapatkan sepucuk surat di atas bantal yang berisi beberapa kalimat dari Iwan.

~Aku bawa Tia, karena kamu tak punya waktu untuk mengurusnya sejak bayi. Aku mau menikah dengan Dini, karena dia lebih pantas jadi ibunya.

Maafkan aku Wi~

Malam itu juga, setelah Dewi membaca surat dari Iwan, ia melihat berita di televisi bahwa telah terjadi tsunami di selat sunda, akibat erupsi gunung anak krakatau. Ada longsoran di dasar laut sehingga mengakibatkan kehancuran rumah serta banyak korban tewas di beberapa desa, di kabupaten Banten Pandeglang.

Dewi shock.

Ia tahu persis pastinya Iwan membawa Tia ke rumah orangtuanya yang tinggal di daerah dekat pesisir pantai di Banten tersebut. Rasa kecewa hati Dewi atas keputusan Iwan, tertutup oleh berita tragis tersebut.

Didalam pikirannya, kemungkinan besar mereka ikut tewas dalam peristiwa itu. Meskipun begitu, Dewi sering menangis bila melihat foto Tia bersamanya yang dipajang diatas meja, di samping tempat tidur. Hatinya hancur oleh perselingkuhan Iwan yang sama sekali tidak pernah diketahuinya.

Nasi sudah jadi bubur. Hidup harus terus berlanjut, tetapi hati Dewi sudah hanyut terbawa luka yang menggoresnya secara mendadak; sulit bagi Dewi untuk melupakannya.

Peristiwa itu terjadi pada bulan Desember tahun 2018. Ada untungnya Iwan datang pada hari ini, setelah 2 tahun menghilang kabar beritanya. Sedikitnya, Tia aman bila tinggal bersamanya. Di saat yang bersamaan, dengan meluasnya wabah covid19 sedang menyebar di ibukota Jakarta. Kebisingan sirene ambulans suaranya nyaring mundar mandir di sekeliling kota Jakarta, dan rasanya sangat mencekam. 

Selama dalam perjalanan, Dewi hanya diam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.

Ia teringat bagaimana dulu, pertama kali bertemu dengan Iwan.

Ingatan Dewi kembali pada Tia, nama panggilan puterinya. Lamunannya terhenti. Rasanya ia ingin cepat bertemu dengan Tia, sekaligus memaki Dini yang telah merenggut kebahagiaannya.

Mobil Dewi sudah memasuki jalan tol yang menuju ke kota Serang. Keluar di gerbang tol Serang Timur. Ternyata Iwan membawa Dewi ke rumah Pamannya yang tinggal di daerah situ. Dewi tidak peduli. Yang terpenting, ia bisa bertemu dan membawa pulang kembali, Tiarawaty puteri kesayangannya.

Selang beberapa saat, mereka tiba di rumah pak Sidik, pamannya Iwan. Dewi turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah yang tidak terkunci pintunya. Ia melihat Tia sedang duduk menonton televisi, Dewi menghampiri dan langsung memeluknya.

Rasa rindu yang menggumpal didalam hati seorang ibu, malam ini pecah tak dapat tertahankan.

Namun, Tia tidak bereaksi, dan bahkan ekspresinya datar.

"Tia, ini ibu Nak, ibumu Tia.” Hanya itu yang keluar dari mulut Dewi, sambil tetap menatap.

"Tia kena benturan keras di kepalanya sewaktu peristiwa tsunami Wi. Sejak saat itu, Tia mengalami amnesia," ucap Iwan.

"Itu karena dosamu Wan, karena dosa dari seluruh perbuatanmu." Dewi spontan memaki Iwan, tak peduli disitu ada pamannya.

Iwan berjalan masuk ke arah kamar depan, tak lama keluar lagi membawa tas yang berisi baju-baju Tia. 

Dewi menoleh kearah Iwan yang keluar dari kamar depan. 

"Mana si Dini, perempuan laknat itu? Hei keluar kamu!" teriak Dewi dengan emosi yang tak dapat ia tahan.

"Itu baju-baju Tia kan? Keterlaluan kamu," bentak Dewi pada Iwan.

Dewi hendak masuk ke kamar itu, ingin sekali ia menampar Dini habis-habisan. Detak jantungnya berdegup cepat. Dewi tak mampu menahan amarah yang sedang bergejolak di dadanya. Iwan mencoba menenangkan dengan mengatakan jika Dini sudah tidak ada. Lalu, ke mana perginya wanita pelakor itu?

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Pelakor dan mantan suami   55. Sita yang bebal.

    Manusia memang tak ada yang sempurna. Demikian pula dengan Sita. Gadis yang berusia 18 tahun ini baru saja tamat dari Sekolah Menengah Atas. Masa pubertas yang dipengaruhi gejolak emosional, lebih sering dikuasai oleh tuntutan pemenuhan hasrat dari dalam tubuhnya saja.Wardah jalan disamping bi Risna, ia menuju ke sebuah pintu kamar, lalu membukakannya. Kamar itu kosong. Ia memberitahu dengan bahasa tangannya supaya bi Risna bersihkan dulu. Bi Risna meresponnya dengan mengangguk-angguk. Wardah lalu pergi meninggalkan bi Risna disitu. Bi Risna dan Sita di yang jalan belakangnya, lalu masuk ke dalam kamar tersebut.Ruangan kosong itu berukuran cukup besar, empat kali tiga setengah meter. Dulu, sewaktu masih ada almahum ibunya Wardah, ruang tersebut digunakan untuk segala kegiatan. Tempat bermain Wardah dimasa kanak-kanak, tempat belajar bahasa isyarat, menulis dan membaca; hingga dijadikan tempat Wardah Fatimah belajar membuat kue. Benda-benda sisa kegiatan dari masa lalu tersebut sudah

  • Pelakor dan mantan suami   55. Sita yang bebal.

    Manusia memang tak ada yang sempurna. Demikian pula dengan Sita. Gadis yang berusia 18 tahun ini baru saja tamat dari Sekolah Menengah Atas. Masa pubertas yang dipengaruhi gejolak emosional, lebih sering dikuasai oleh tuntutan pemenuhan hasrat dari dalam tubuhnya saja. Wardah jalan disamping bi Risna, ia menuju ke sebuah pintu kamar, lalu membukakannya. Kamar itu kosong. Ia memberitahu dengan bahasa tangannya supaya bi Risna bersihkan dulu. Bi Risna meresponnya dengan mengangguk-angguk. Wardah lalu pergi meninggalkan bi Risna disitu. Bi Risna dan Sita di yang jalan belakangnya, lalu masuk ke dalam kamar tersebut. Ruangan kosong itu berukuran cukup besar, empat kali tiga setengah meter. Dulu, sewaktu masih ada almahum ibunya Wardah, ruang tersebut digunakan untuk segala kegiatan. Tempat bermain Wardah dimasa kanak-kanak, tempat belajar bahasa isyarat, menulis dan membaca; hingga dijadikan tempat Wardah Fatimah belajar membuat kue. Benda-benda sisa kegiatan dari masa lalu tersebut su

  • Pelakor dan mantan suami   54. Dua rumah sakit berbeda.

    Setelah slang infus dipasang oleh Perawat di tangan Dewi, Perawat itu mendekati Dr Permana. "Bagaimana kondisi istri saya suster?" "Tekanan darahnya agak rendah, tapi gak apa-apa.. bu Dewi butuh istirahat saja. Dokter Herman sedang dalam perjalanan kesini dok," ucap Perawat jaga itu. "Baik suster, terimakasih," Perawat itu menuju ke meja, lalu memberi catatan pada selembar kertas diatas papan jalan, dan keluar dari ruangan. "Kalau ada apa-apa, saya di ruang jaga dok," "Baik Suster, terimakasih.." sahut Dr Permana. Dr Permana duduk disamping ranjang pasien. Dia menatap wajah istrinya, merasa kuatir melihat kondisi Dewi, tubuhnya sangat lemah serta wajahnya pucat. Dr Permana tampak mengelus tangan Dewi dengan penuh kasih. "Kamu sabar ya sayang... ini reaksi kandungan dengan tubuhmu. Gak apa-apa, gak lama kok.. aku yakin kamu pasti kuat.." seru Dr Permana sambil menciumi punggung tangan istrinya. Dewi mengangguk pelan, "Terimakasih ya.. Aku jadi ngantuk pap.. " "Iya

  • Pelakor dan mantan suami   53. Wardah mengidam.

    Motor Iwan keluar dari halaman samping warung Wahyu. Dia merasa lega karena sudah membawa Tia ke rumah miliknya. Dia percaya, disitu banyak yang akan menjaga serta membimbingnya. Didalam benak Iwan ada target bahwa tahun depan Tia sudah harus masuk sekolah Taman Kanak-kanak, mungkin bisa juga bersama dengan Nana, kalau dia mau. Iwan memparkir motornya di pinggir jalan untuk menelpon pak Hasan, "Assalamu'alaikum pak Hasan, saya minta alamat rumah sakitnya pak haji," "Oh iya boleh..." Pak Hasan pun menjelaskan alamatnya, lalu Iwan mencari alamat tersebut, dengan bertanya-tanya kepada warga yang duduk di depan sebuah warung kopi di pinggir jalan raya itu. Sampai akhirnya dia menemukan letak rumah sakit tersebut. Iwan memparkir motornya, lalu masuk ke area lobby rumah sakit. di depan meja costumer service, dia bertanya pada petugas wanita disitu. "Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya petugas wanita tersebut. "Kalau pasien pak haji Mahmud dirawat di lantai berapa kak?" tanya Iwan

  • Pelakor dan mantan suami   52. Kembali ke rumah.

    Mobil pajero hitam milik pak haji Mahmud melaju meninggalkan pinggir jalan depan warung Wahyu. Iwan mengenalkan Dini dan Tia pada keluarga Wahyu. Mereka pun saling bersalaman, mengenalkan diri masing-masing, "Wahyu... ini Nuning istri saya, itu nek Warni ibunya Nuning. Nah yang ini Nana kak.." "Nanti Tia main sama Nana disini ya?" sela Iwan. "Iya ayah.." Tia bersalaman dengan Nana. "Yuuk kita main di sana, ada ayunan lho.." Nana mengajak Tia. Iwan terperangah mendengar ucapan Nana. "Dimana ayunannya Na?" "Di samping rumah om.. kemarin Bapak dan Aki yang buatin.. ayoo" Nana dan Tia tampak langsung akrab. Mereka berlari menuju ke arah halaman samping rumah Iwan. Iwan, Dini, pak Sidik, Wahyu dan Nuning, saling bersitatap, dan tersenyum lebar. "Alhamdulillah... makasih Yu.." "Iya bang.. saya tahu mereka butuh tempat bermain, jadi kemarin saya cari ban bekas dan trus diikat ke pohon di samping belakang rumah abang.." "Tapi kuat ya Yu..?" "Kuat bang.."Iwan menoleh ke arah Dini

  • Pelakor dan mantan suami   51. Perjalanan

    Mereka tampak menikmati makan siang di satu warung makan di pinggir jalan raya itu. Setelah perutnya terisi makanan, wajah Dini terlihat segar. Iwan lalu menyuruhnya menelan pil anti mabuk. "Obat anti mabuknya diminum Din, kita bakal naik kapal feri.. nanti kalau mabuk lagi gimana?" "Iya bu diminum," celetuk Tia. "Iya Tia," jawab Dini sambil mengambil obat tersebut dari dalam tasnya. Dini pun lalu menelan pil anti mabuk tersebut. Tak lama kemudian, setelah Iwan merasa sudah cukup waktu istirahat bagi mereka, dia membayar makanan dan mengajak istri dan anaknya menuju ke mobil. Pak Hasan menyalakan mesin mobil, dan mobil melaju kembali. ** Pelabuhan Merak sudah terlihat. Matahari mulai bergeser ke tengah. Diantara teriknya panas matahari, tampak kesibukan kendaraan yang hendak menyeberang menuju Pelabuhan Bakauhuni. Suasana kesibukan di Pelabuhan Merak, tidak begitu padat, mungkin karena hari ini bukan hari liburan anak-anak sekolah dan bukan hari besar juga. Setelah menga

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status