Share

6. Alasan bertahan

“Sialan kau, Arthur! Waktu itu kau bilang, kalau kau sudah tidak menyukainya. Dan sekarang kau bilang, kalau kau masih mencintainya. Apa maumu, sialan!” geram Sarah.

“Dasar aneh! Memang salah, kalau aku masih mencintai istriku?”

“Jelas salah! Kau milikku sekarang!”

“Jangan asal meng-klaim sesuatu yang belum tentu menjadi milikmu.”

“Apa salahnya? Aku akan menjadi istrimu sebentar lagi.”

“Jangan terlalu berharap. Bisa jadi Lana tidak menyetujui pernikahan kita.”

“Ck. Kenapa kau jadi begini? Baru kemarin kau bilang, kalau kau akan menceraikan Lana dan menikahiku. Dan sekarang kau malah berkata seperti ini. Apa kau sudah gila? Kalau tidak berniat menikahiku, jangan menghamiliku bodoh!”

“Memang siapa yang ingin kau hamil? Dari awal sudah kuingatkan untuk minum obat pencegah hamil, tapi kau selalu mengabaikanku.”

“Oh, jadi kau tidak menginginkan bayi ini?” tanya Sarah, sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Oke kalau begitu, batalkan saja pernikahan kita. Aku akan membesarkan bayi ini sendiri,” ucapnya lagi.

Kemudian wanita itu lantas berjalan keluar dari kamarnya. Membuat Arthur langsung mendesis kesal.

“Dasar bocah,” cibir Arthur.

Meskipun dalam keadaan kesal, lelaki itu tetap mengejar Sarah yang sudah berada di dapur. Kemudian ia peluk tubuh Sarah dari belakang, namun langsung ditepis oleh wanita itu.

“Pergilah! Aku tidak mau melihatmu sekarang,” ketus Sarah.

“Kau yakin menyuruhku pergi? Kalau aku pergi, aku tidak mau kembali lagi.”

“Aku tidak peduli! Untuk apa juga, aku menikah dengan orang yang tidak mencintaiku. Lebih baik aku membesarkan anak ini sendiri saja.”

“Oke baik, kalau itu maumu. Lahirkan dia, dan jaga baik- baik,” balas Arthur santai, sembari memberi kecupan terakhir di kening Sarah.

Hal itu tentu saja membuat Sarah semakin kesal. Niat hati ingin merajuk agar Arthur mau minta maaf dan menahannya, tapi malah mendapat balasan seperti ini. Dengan mudahnya, Arthur melepas dirinya dan juga bayinya.

“Jangan harap kau bisa bertemu dia, setelah dia lahir,” desis Sarah.

“Tidak masalah. Aku juga tidak ingin menemuinya,” balas Arthur santai, disertai dengan senyuman meledeknya.

“Bajingan! Pergi kau dari rumahku, sialan!” geram Sarah, seraya melempar spatula yang ia pegang ke arah Arthur, dan tepat mengenai perut lelaki itu.

Kemudian Arthur lantas berlari keluar. Sebelum wanita itu semakin mengamuk, dan melempar semua perlatan dapur yang ada di sana.

***

Dua hari kemudian...

“Untuk membalas semua tuduhan Sarah, kita harus mempunyai bukti yang kuat, Jon! Jangan asal klarifikasi saja,” ujar Gita pada manager Lana, yang sedari tadi sudah kalang kabut sendiri memikirkan berita buruk Lana.

“Terus mau sampai kapan kau akan diam? Media semakin menggoreng berita ini, dan warganet semakin memanas. Karirmu bisa terancam, Lana! Kalau kau masih diam dan tidak menyangkal berita itu,” cerocos Jonathan.

“Semua ada prosesnya Jon, Jangan gegabah! Anak buahku masih mengumpulkan bukti yang lain untuk memperkuat statement kita,” sahut Lana.

Jonathan menghembuskan nafasnya dan mengusap wajahnya kasar.

“Bagaimana bisa, kau setenang ini? Di saat namamu sedang menjadi bahan perbincangan di semua sosial media. Harga dirimu bisa hancur Lana, kalau kau terus diinjak- injak seperti ini,” ucapnya.

“Iya, aku tahu! Tapi kalau kita klarifikasi sekarang dengan bukti yang lemah, semua orang masih punya cela untuk memojokkanku. And I don’t want that to happen. Aku malas, kalau harus klarifikasi berkali- kali,” balas Lana.

Jonathan berdecak kesal, kemudian ia lantas mendudukkan dirinya di kursi putar dengan wajah yang masih meradang.

“Ck. Bahkan namaku sudah mulai terseret,” gerutu Jonathan.

“Santai saja, Jon. Kau tidak perlu pusing- pusing memikirkan hujatan netizen. Selama kita berada dipihak yang benar, kita masih bisa tidur nyenyak,” sahut Gita.

“Kau jangan membuatku semakin pusing, Jon. Kalau kau tidak mau mengikuti strategiku, pulanglah saja! Biar ku urus sendiri masalah ini,” kesal Lana. Sedari tadi ia sudah geregetan dengan sikap Jonathan yang emosional dan tergesa- gesa.

Tak berselang lama, muncul notifikasi pesan di ponsel Lana. Dengan cepat, ia langsung membuka pesan yang dikirim oleh anak buahnya tersebut.

Nafas Lana sempat tercekat saat melihat foto yang dikirim oleh anak buahnya itu. Di mana foto tersebut memperlihatkan kegiatan panas yang dilakukan oleh Arthur dan Sarah disebuah hotel.

Entah kenapa, hati Lana langsung berdenyut nyeri saat melihat foto itu.

“Itu foto kapan?” tanya Gita, yang ternyata sedari tadi sudah berdiri di belakang Lana dan ikut melihat foto tersebut.

Lana mengendikkan bahunya. Kemudian ia lantas menutup ponselnya dan ia letakkan di meja.

Melihat raut wajah Lana yang mendadak muram. Gita lantas mengusap pundak wanita itu, sambil membisikkan kata- kata penenang.

“Sabar, Lan. Aku mengerti perasaanmu,” ujar Gita lirih.

“Tidak ada wanita yang tidak sakit hati, saat melihat lelakinya berhubungan badan dengan wanita lain,” ujar Gita lagi.

“Aku tidak sakit hati. Aku hanya geli melihatnya,” sangkal Lana.

Setelah semua team management keluar dari ruangan, Gita lantas beralih duduk di samping wanita itu.

“Selama bertahun- tahun selingkuh, baru kali ini aku melihat foto vulgar Arthur dengan wanita lain,” ujar Lana.

“Aku jadi khawatir kepadamu, Lan. Kau tidak pernah berhubungan badan dengan dia lagi kan? Aku takut dia terkena penyakit dan menular ke tubuhmu,” sahut Gita, membuat Lana langsung memutarkan bola matanya malas.

“Ya menurutmu saja. Apa mungkin, wanita highclass seperti diriku masih mau tidur dengan lelaki SCTV?”

“SCTV? Maksudnya?” tanya Gita bingung.

“Satu untuk semua,” jawab Lana ketus. Membuat Gita langsung menyemburkan tawanya.

“Kau masih seranjang dengan dia?” tanya Gita lagi.

“Tidak. Sejak lima tahun yang lalu.”

“Astaga … kau kenapa betah sekali bertahan dengan rumah tangga seperti ini,” ujar Gita tak habis pikir dengan jalan hidup yang dipilih oleh Lana.

“Berapa kali aku harus bilang? Aku bertahan demi Lea dan Leo,” kesal Lana.

“Kau pikir aku percaya? Mana mungkin kau bertahan demi anak yang tidak menyukai ayahnya sendiri. Pasti ada alasan lain yang membuatmu harus bertahan dengan lelaki itu,” ujar Gita, membuat wanita itu langsung terdiam dengan pandangan lurus ke depan.

Melihat reaksi Lana, Gita lantas menyunggingkan senyuman miringnya.

“Benar kan, kataku?” tanya Gita.

“Jujurlah, kenapa kau tidak mau bercerai dari lelaki itu? Aku janji, tidak akan memberi tahu siapapun,” desak Gita. Membuat Lana langsung menghembuskan nafasnya kasar.

“Jika aku menceraikan Arthur, maka karirku akan hancur.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status