Zeva menghempaskan diri pada kasurnya. Kemudian mengatur posisi yang baik untuk meluruskan kaki. Dia kelelahan, setelah pulang bekerja harus bersusah payah membujuk Savana untuk balikan padanya. Usahanya tak sia-sia, wanita itu memberi kesempatan ke dua dengan syarat Zeva harus memperbaiki imagenya yang buruk dan Zeva pun diminta untuk berusaha supaya naik jabatan. Atau bahkan, membuat Perusahan sendiri.
Savana adalah motivasi hidupnya. Tentu saja sebagai laki-laki dia harus berusaha memenuhi yang Savana mau. Terlebih, Savana minta uang mahar yang tinggi jika mereka sampai maju ke pelaminan.
Bel pintu berbunyi. Zeva mengumpat. Baru saja dia berhasil istirahat melepas aktivitas yang menguras energi. Akan tetapi malah ada tamu tak diundang malam-malam begini.
"Tamu laknat dari mana yang ganggu istirahat gua?" Zeva yang bertelanjang dada memakai T-shirt, sebelum membuka pintu apartemen.
Pintu dibuka. Dia melihat sosok pria tegap nyengir ke arahnya. Tak lama, pria itu merangkul sampai Zeva merasa sesak karena terlalu kencang rangkulannya. "Bang Zev!"
"Eh, Edrick! Ayo masuk!" Zeva mengacak rambut adiknya, lalu menarik leher Edrick dengan lengan kekarnya, membuat Edrick tertatih menyesuaikan langkah Zeva.
Edrick meringis saat tubuhnya diseret oleh Zeva. Sungguh sambutan yang membuat badan terasa sakit. Leher Edrick terasa pegal dibuatnya. "Gua ini adik lo, Bang Zev. Bukan hewan ternak yang mau dikurbankan."
Zeva hanya tertawa saat Edrick protes. Mereka dari dulu kelakuannya lebih bar-bar dari ini jika bertemu. Maklum saja, sejak kecil Edrick satu kamar dengan Zeva. Terpaut usia 8 tahun, membuat Edrick kecil sering digendong oleh Zeva saat kelelahan bermain sore hari.
"Lo kenapa gak bilang kalau mau ke sini?"
"Bang Zev adalah Abang gua, kenapa gua harus repot-repot kasih laporan kalau mau maen ke sini. Lagian, setelah lo keluar di penjara, malah jarang nengokin gua."
"Bukan gitu, gua bisa stock makanan yang banyak kalau tahu lo nginep di sini. Gua tahu porsi makan lo kaya orang yang lagi mukbang. Gak ada kenyangnya. Iya 'kan?"
Edrick tersenyum sambil mengiyakan dalam hati. Meskipun di depan para wanita Edrick sosok yang dingin tak tersentuh. Namun di depan Zeva, Edrick lebih bebas dan gokil dari yang orang lain lihat.
Mereka akhirnya mengobrol banyak hal sampai larut malam. Edrick berhenti mengobrol saat melihat mata Zeva mulai meredup tanda mengantuk. Akhirnya, Edrick pun memutuskan untuk mengajak kakaknya istirahat.
"Pinjem celana pendek dong Bang, Zev. Gua mau tidur, nih."
Zeva menggelengkan kepala. "Lo kebiasaan banget, sih. Bukannya bawa sendiri."
"Hahaha ... Kenapa, sih, Bang? Bukannya dari dulu kita biasa satu pakai?"
Zeva merotasi bola mata. " Ya udah, ambil sana! Ambil satu jangan dua."
"Gua masih waras, mana mau pakai celana dua lapis saat tidur." Edrick berkata sambil melangkah ke kamar Zeva.
Edrick menghentikan langkah di depan lemari, mencoba menebak letak lipatan celana pendek. Saat dia membuka lemari, dan benar saja letaknya di situ. Namun, dia kaget saat menemukan kotak kado yang terbuka, sehingga dia tahu isinya adalah pakaian dalam wanita.
Edrick terkekeh, berlari menghampiri Zeva sambil mengangkat benda itu. "Bang! Ini punya lo? Hahaha ... Ayah akan bunuh lo, kalau lo sampai nekad jadi transgender."
Zeva terbelalak, mengejar Edrick yang sudah kabur duluan sambil mengacung-acungkan benda keramat itu, layaknya bendera.
"Kembalikan benda itu!"
"Jawab dulu! Ini untuk apa? Apa lo pakai ini buat pesugihan?"
"Sembarangan!" Zeva menerkam adiknya hingga mereka terjatuh di kasur Zeva. Mereka rebutan celana dalam wanita hingga tarik-tarikan. "Edrick! Awas jangan sampai robek! Benda ini punya kisah tersendiri buat gua."
"Mbak Savana pasti membatalkan pertunangan, kalau sampai dia tahu ada celana dalam wanita lain di apartemen lo, Bang!"
"Makannya, lo jangan bilang siapa-siapa, apalagi Savana. Kalau lo buka mulut, celana dalam ini gua jejalin ke mulut lo."
Zeva melonggarkan tangannya, teringat pada Savana. Jika dia ingin menikah, maka harus siap melepas kenangan apa pun dengan wanita lain. Zeva mendengkus dan berkata, "Ya udah! Ambil aja kalau lo suka!"
Edrick mendadak ingin muntah mendengar ucapan Zeva lalu melempar benda itu ke sembarang tempat. "Amit-amit."
Zeva tersenyum sambil menatap Edrick. "Lagipula, ini milik wanita kesayangan lo. Balikin aja sama lo sana!"
Edrick mengerutkan dahi, kebingungan atas pernyataan Zeva. Edrick mengangkat bahu sambil menggelengkan kepala pada Zeva. "Maksud Bang Zev?"
"Tadi pulang dari kantor, lo ketemuan 'kan sama cewek di gang sepi? Nah, ini milik cewek itu."
Jantung Edrick berpacu tak beraturan. Hanya satu wanita yang dia temui yaitu Vianca. Butuh waktu beberapa menit untuk Edrick memahami bahwa Zeva dan Vianca pernah bermalam bersama. Edrick hanya ingin meminta maaf pada Vianca, tapi malah mendapat kenyataan yang di luar dugaannya.
Zeva berkata kembali, "Tenang aja! Gua gak akan bilang sama bokap, kalau lo pernah ketemu sama PSK. Selama lo jaga rahasia gua, gua bisa jaga rahasia lo."
Ah tidak, perkataan itu membuat Edrick ingin memaki dirinya sendiri. Setidaknya, dia ikut andil dalam terpuruknya kisah hidup Vianca. Namun lebih dari pada itu, saat tahu hidup Vianca dalam kesulitan dia ingin kembali sebagai sosok yang baru. Bukan sebagai pengganggu seperti dulu, tapi sebagai pelindung Vianca.
"Kenapa lo diem?" tanya Zeva saat melihat Edrick diam.
Edrick yang menunduk akhirnya mengangkat kepala menatap Zeva. "Gua kaget, kenapa lo bisa kenal sama Vianca, Bang?"
"Gua juga sama kaget, saat tahu lo bisa kenal sama dia. Jadi, kita sama-sama kaget."
"Tapi gua nemui dia cuma untuk minta maaf!"
Zeva tersenyum. "Mustahil! Gua mergok lo nyeret tubuh wanita itu ke gang sepi, gak mungkin cuma buat minta maaf. Pasti kalian ciuman 'kan?"
Edrick mendengkus. "Tolonglah, Bang Zev! Gua bukan pria mesum macam lo. Banyak alasan lain kenapa gua bertemu dia, selain ciuman."
Zeva menatap lekat ke arah Edrick. "Alasan lain apa yang bikin lo harus sampai minta maaf di gang sepi kaya gitu?"
"Gua gak bisa cerita, itu privasi. Yang jelas, gua punya satu kesalahan yang besar pada Vianca."
Zeva terlalu gengsi untuk mengatakan bahwa dirinya sangat penasaran tentang hal apa yang terjadi antara Edrick dan Vianca. Lagipula, dia harus mulai fokus menjalani hidup dengan Savana dan berhenti ikut campur urusan Vianca.
Namun, Zeva merasa harus bertanya satu hal pada adiknya ini. "Edrick! Lo suka sama Vianca? Wanita itu gak mungkin bisa masuk dalam keluarga kita. Ayah dan Ibu gak akan setuju dengan latar belakang keluarganya yang gak jelas."
"Enggak, gua hanya ingin minta maaf. Sekalian menebus kesalahan. Justru, gua yang harus tanya sama lo, Bang Zev. Lo cinta banget sama dia sampe-sampe benda pribadi milik dia dijadikan kenangan kaya gitu?"
Zeva bungkam, wajahnya pucat kembali.
Edrick melanjutkan ucapan. "Bahkan celana dalam itu di simpan di kotak kado. Benar-benar konyol, bucin yang meresahkan."
Team Zeva - Vianca atau Team Edrick - Vianca ?? (•‿•)
Zeva mengelak bahwa dirinya mencintai Vianca. "Savana jauh lebih cantik puluhan kali lipat daripada Vianca. Gak ada alasan buat gua jatuh cinta sama dia." "Karena cinta itu gak ada logika, Bang Zev. Buktinya, lo nyimpen celana dalam Vianca pake kado, di simpen baik-baik bareng sama baju lo. Itu artinya, logika lo pindah ke dengkul, Bang Zev." Zeva meraih celana dalam yang dibuang Edrick, kemudian menggulung dan menjejal benda tersebut ke mulut adiknya yang berisik itu, hingga Edrick batuk. "Nih, ambil! Ambil kalau lo mau Vianca, ambil aja sana!" Edrick, membenarkan posisi duduknya. Wajahnya nampak serius. "Vianca gak seperti yang lo banyangkan. Dia baik, hanya saja kehidupannya sulit. Andai saja Bang Zev tahu, Gua bersalah sudah buat situasi dia makin terpuruk. Dan jika ada kesempatan buat jadi pendampingnya, gua mau, kok." Zeva bungkam, dirinya mendengarkan tiap kalimat dari mulut Edrick. Bahkan, sudah langsung menyerap ke dalam otaknya. Ada perasaan
Edrick mengantarkan Vianca pulang. Dia memperlakukan wanita itu layaknya tuan putri yang harus dilindungi.Bagi Vianca, sesuatu hal yang aneh ada pria yang membukakan pintu mobil untuknya. Wanita yang mempunyai sejarah yang kelam seperti dirinya, jarang mendapatkan perlakuan seperti ini. "Makasih Pak Edrick."Vianca masuk, dia tak bisa menolak karena hari sudah malam. Kurang aman pulang sendiri dalam keadaan tubuh yang belum pulih total."Rumah kamu di mana, Via?""Di jalan Sweet Corn gang Flower, Pak!"Edrick mengangguk sambil menyipitkan mata. Berpikir letak tempat yang disebutkan Vianca. Dia mengingat-ingat rute tempat itu, lalu melaju ke arah kontrakan Vianca."Kamu tinggal sendiri sekarang?""Iya, dulu sempat satu kontrakan sama teman, tapi dia udah mudik." Vianca menjawab pertanyaannya Edrick tanpa menatap wajahnya.Edrick pun berhenti bertanya, melihat tatapan wanita itu, seakan menghindar.Vianca kaku
Vianca perlahan memejamkan mata, efek obat dari dokter yang barusan dia minum, membuat dirinya cepat mengantuk.Zeva masih ada di situ, menatap lekat pada Vianca. Dia mengabaikan dering telepon yang berbunyi berkali-kali dari Savana. Karena dia khawatir, Savana bertanya keberadaan dirinya saat ini. Namun akhirnya, tak terdengar lagi dering telepon itu, mungkin Savana sudah menyerah untuk menghubungi Zeva.Zeva terperanjat, saat mendengar suara rintihan dari Vianca. Ketika dilihat mata Vianca masih terpejam. "Vi, kamu mengigau? Bikin orang kaget saja."Zeva yang sebelumnya menyangka suara tadi adalah suara rintihan dari kuntilanak, akhirnya mendekat pada Vianca. Dia melihat wanita itu keringat dingin, mungkin saja sedang bermimpi buruk. Zeva meraih tisu di nakas, lantas mengusap peluh di dahi Vianca.Zeva tersenyum, mengamati bentuk wajah Vianca yang indah. Dia mengecup dahi Vianca dengan lembut.Wanita itu nampak lebih baik hanya dengan
Vianca mendengar suara mesin mobil dari dalam kamar. Dia terperanjat, saat sadar bahwa Zeva sudah pulang tanpa pamit terlebih dulu padanya. Dia menghampiri Melvin yang masih berada di ruang tengah. Wanita itu terkejut, lantaran Melvin sedang asik menghitung uang ratusan ribu yang cukup banyak."Kak, Mas Zeva udah pulang?""Iya! Kakak suruh pria itu pulang.""Kakak minta uang sama dia? Kakak meras Mas Zeva?""Iya." Melvin menjawab sambil mengipasi dirinya dengan uang pemberian Zeva.Vianca geram, dia menyiram wajah Melvin dengan satu gelas air yang berada di atas meja."Hey, sialan! Uang gua jadi basah gara-gara lo.""Malu-maluin, tahu, gak! Cepat balikin! Ada berapa semua?""Cuma dua juta, kok. Tenang aja!Katanya ini buat sarapan kita berdua."Melvin tidak cerita bahwa Zeva sudah mentransfer juga ke rekeningnya dengan jumlah yang lebih banyak. Adiknya terlalu rese untuk diajak kerja sama."Sini uangnya! Vianca aka
Zeva berjalan di tengah ramainya orang hilir mudik di pusat perbelanjaan, dengan penuh kebimbangan. Dia takut keputusannya ini salah. Zeva menghentikan langkah di toko perhiasan untuk membeli cincin pernikahan, dia ingin memilih sendiri tanpa campur tangan orang lain, karena pernikahannya hanyalah sebuah rahasia.Bahkan, saat memilih salah satu dari cincin berlian, pikirannya tak fokus. Dirinya tak mengerti mengapa ingin melindungi Vianca dari gangguan Melvin. Apakah pernikahannya nanti akan berjalan lancar jika hanya berlandaskan rasa kasihan?Dia merasa bukan dirinya, yang biasa selalu masa bodoh dan tak pernah memikirkan hal-hal rumit, semua berjalan apa adanya tapi saat ini tidak demikian.Zeva pulang, dia membawa paper bag yang di dalamnya ada kotak perhiasan termasuk cincin pernikahan. Semuanya, nampak terburu-buru baginya. Tak ada persiapan sepesial karena pernikahan siri yang dia jalani tanpa resepsi. Tapi dia bisa menjamin hidup Vianca lebih
Mata Zeva dan Vianca beradu. Keduanya tidak ada yang memulai pembicaraan. Hingga akhirnya, Zeva mendaratkan satu kecupan di dahi Vianca. Membuat Vianca merasa lebih tenang dan damai.Namun, Vianca akhirnya menghindar. Membuat Zeva kesal atas penolakan wanita itu.Zeva menahan kesal yang bersarang di dalam dada." Kamu kenapa?""Kamu sudah punya tunangan, Mas. Mbak Savana.""Bukan! Kami hanya berencana tunangan. Tidak ada perjanjian yang mengikat antara aku dan dia.""Tapi tetap saja dia kekasihmu. Apa kamu berencana membuat aku jadi gundikmu?"Zeva terdiam, dia bahkan belum memikirkan akan seperti apa dirinya dengan Savana, karena sudah terlanjur janji. "Aku akan bicara padanya pelan-pelan. Aku akan meninggalkannya! Percayalah! Sebenarnya, kami banyak sekali ketidak cocokan."Vianca masih mematung sambil memasang wajah resah. Semua alasan yang dikemukakan Zeva, tidak membuat suasana hatinya membaik.Zeva mendekapnya. "Semuanya a
Vianca mencium punggung tangan ibunya, Sania. Kemudian memberi salam. Melihat mata Sania yang berbinar saat beradu tatap, membuat Vianca tak tega. Ibunya tak pernah tahu hubungan macam apa yang dijalani antara dirinya dengan Zeva. Yang dia tahu, menantunya ini sungguh tampan.Vianca sempat membuat ibunya menangis saat ketahuan menjadi simpanan pria kaya dua tahun lalu. Apa jadinya, jika ibunya ini tahu Zeva adalah mantan pelanggannya. Mungkin, ibunya akan terluka kembali karena anaknya lagi-lagi terjerumus dalam dunia malam belum lama ini.Zeva menempelkan keningnya pada wanita paruh baya itu, bergantian dengan Vianca. Zeva mendapat pelukan dari ibu mertuanya. Pelukan paling hangat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya."Terimakasih, karena kamu sudah menjaga anakku! Vianca tak pernah cerita dia memiliki pacar setampan dan sebaik dirimu. Tahu-tahu malah menikah."Vianca menginjak kaki Zeva, sebagai isyarat bahwa Zeva dilarang buka suara bahwa mereka ta
Zeva menatap Vianca yang sedang tertegun. Seolah, istrinya itu memiliki setumpuk beban yang dia pendam sendiri. Zeva hanya akan dapat satu jawaban dari wanita itu ketika bertanya masalah Vianca. Vianca hanya akan tersenyum dan berkata tidak ada masalah apa-apa. Zeva tak percaya sepenuhnya atas jawaban itu."Gimana sakit asam lambung kamu, apa hari ini kambuh lagi?" tanya Zeva, tangannya masih mengelus dahi menuju puncak kepala Vianca."Enggak kambuh, kok. Semenjak minum ramuan rempah yang Mas Zeva buatkan, aku udah mendingan.""Mau dibikinin lagi? Bahannya hanya rempah, gak ada efek samping apa pun walau diminum tiap hari.""Kasih aja aku resepnya, biar nanti aku yang buat sendiri." Vianca tersenyum pada Zeva.Senyum Vianca sudah membuat hati Zeva kacau. Wanita ini sudah merobohkan sebagian dinding keangkuhan Zeva. Zeva bahkan hampir lupa, bahwa dirinya anti menikahi wanita kalangan rakyat jelata. Dan pada kenyataanya dia termakan ucapannya sendiri