Home / Urban / Pelatih Renang Idaman Para Sosialita / Bab 5. Muridku Mengajak Sesuatu

Share

Bab 5. Muridku Mengajak Sesuatu

Author: WAZA PENA
last update Last Updated: 2025-07-28 18:47:29

Tak terasa, sudah lima hari berlalu sejak Bunga mulai jadi muridku, dan seperti dugaan Arief, aku masih belum bisa mengamankannya sebagai murid tetap.

Setiap harinya dia datang latihan, senyum, tertawa, kadang menatapku dengan mata yang sulit kutafsirkan... lalu pulang.

Tidak ada pertanda jelas. Tidak ada permintaan lanjut. Dan itu bikin aku frustrasi setengah mati.

Bunga tidak seperti murid sosialita lainnya. Dia lebih lembut, tidak cerewet, dan tidak sok manja. Bahkan, dia baik, sangat baik, terutama karena setelah insiden di hari pertama, dia tidak lari, melainkan tetap datang dan memintaku melatihnya.

Tapi tetap saja, masih belum ada kepastian apakah dia ingin aku jadi pelatih tetapnya.

Hatiku mulai tidak tenang. Ini sudah seperti pola. Beberapa murid sebelumnya berhenti di hari kelima, dan aku khawatir, kalau Bunga tak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan, maka kemungkinan besar dia akan melakukan hal yang sama, berhenti atau pindah ke pelatih lain.

Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya aku memutuskan untuk bicara lagi pada Arief.

Walau agak sedikit kesal karena Arief selalu memperlakukanku seperti junior bodoh sok suci, tapi aku tetap memaksakan diri untuk bertanya, "Belum ada kabar sampai sekarang, Bang. Gua harus gimana ini?" tanyaku langsung.

Arief menyeringai. "Yaa lo harus lakuin yang gua bilang, Yon. Jual diri lo dengan profesional."

Menurutku, profesional dan jual diri adalah dua hal yang berlawanan, tapi bagi Arief, dua hal itu selaras dan harus dipersatukan. Cara profesional untuk jual diri … nggak pernah sebelumnya gua duga akan tiba hari gua mendalami hal semacam ini.

"Gua masih nggak paham, Bang … gua nggak pernah ngelakuin beginian," ucapku jujur.

Arief memutar bola mata malas selagi menghela napas, tapi kemudian dia mendekat, lalu membisikkan sesuatu ke telingaku yang membuat mataku sontak membulat.

Setelah mendengar apa yang dia katakan, otomatis aku menjauh, menatapnya dengan raut syok. "Ah gila... itu sih keterlaluan, Bang!"

Arief mengangkat bahu santai. "Coba aja dulu. Keterlaluan atau nggak, itu tergantung reaksinya. Lagian tuh cewek montok banget, cantik pula. Kalo gua ada di posisi elo. Udah gua pake tuh cewek!"

Dia pun tertawa, meraih handuk, lalu berseru sebelum menghilang ke balik kamar mandi, “Semangat latihannya hari ini!”

**

Perkataan Arief terus terngiang saat aku mulai mengajari Bunga sore hari itu. Tubuh Bunga memang menggoda, dan aku gak munafik soal itu. Tapi untuk melakukan seperti yang Arief katakan. Aku merasa … itu melawan aturan etik yang kuanut selama ini.

Hanya saja, di sisi lain, kalau aku tidak berhasil membuat Bunga jadi murid tetapku, aku akan kehilangan pekerjaan ini. Dan selain itu … aku juga akan kehilangan kesempatan untuk tahu lebih dalam mengenai wanita yang pernah muncul di mimpiku ini.

“Kak Dion, ini udah benar belum?”

Pertanyaan Bunga membuatku tersentak, dan aku pun baru tersadar kalau dia sedang mencoba mempraktekkan satu gaya yang kuajarkan di tepi kolam renang.

“O-oh, ya, ya,” balasku canggung, membuat Bunga tersenyum dan mengusap wajahnya.

"Kak… aku minum dulu yah, haus," ucapnya pelan, yang diikuti dengan anggukan kepalaku sebagai persetujuan.

Saat Bunga pergi untuk minum, aku pun ikut naik dan menunggunya di pinggir kolam, mencoba menenangkan pikiranku yang terasa penuh.

Sore ini suasana kelab terasa sepi. Senin memang hari paling lengang, saat tamu jarang datang. Itu pula yang membuatku menjadi satu-satunya pelatih yang mendapat shift sore. Bukan hanya karena Bunga memang meminta sesi di jam ini, tapi juga karena para pelatih lain kebetulan sedang libur.

Hanya Arief yang masih ada selain aku, itu pun tadi dia sudah hampir menyelesaikan sesi bersama murid terakhirnya.

Sekitar lima menit kemudian, Bunga pun kembali setengah berlari. Dan karena dia melangkah terlalu cepat, lantai yang licin membuatnya tergelincir!

Sontak mataku terbelalak!

"Bunga!" seruku.

Dengan cepat aku berlari, menangkap tubuhnya agar dia tak terjatuh. Tanganku langsung melingkari pinggang rampingnya. Tapi dalam kekacauan itu, salah satu tanganku justru menyentuh payudaranya. Ini tidak aku sengaja, namun tak bisa dipungkiri, aku merasakan kenyal, dan seakan tidak mau aku lepaskan begitu saja.

Dia terperanjat, tapi tubuhnya masih kehilangan keseimbangan. Pada akhirnya aku dan dia jatuh bersamaan dalam posisi tubuhnya menimpa tubuhku.

Dan saat itu juga, tangannya mengenaiku tepat di area kejantananku yang ada di balik celana.

"Hmmpp!"

Nafasku tercekat. Lagi-lagi seperti ini!?

Dalam momen itu, aku dan dia saling tatap. Nafas kami sama-sama berat. Tak satu pun bergerak. Aku bisa merasakan denyut tubuhku di bawah telapak tangannya dan sepertinya dia pun tahu itu.

Saat sadar tangannya berada di mana, Bunga tersentak dan mulai panik.

“K-Kak Dion! Astaga! Maaf!” Dia langsung berusaha berdiri, tapi karena terlalu terburu-buru, dia kembali terpeleset dan—

“Ahh!!”

Spontan dia menjerit sesaat, terutama karena kali ini dia jatuh tepat di atas tubuhku. Satu hal yang membuat aku terdiam … adalah kejantananku berada di antara celah pahanya.

Tepat di area sensitif miliknya!

"Hmmm..." Aku mengernyit selagi melenguh, sebuah refleks karena sensasi yang kurasakan. Swimsuit tipis yang dia kenakan hanya menahan milikku untuk tidak masuk lebih dalam, tapi sama sekali tidak menahan apa yang tidak seharusnya kurasakan.

Sadar dengan apa yang terjadi, Bunga kembali panik dan berusaha untuk berdiri. Tapi dia terus terpeleset dan malah terus menggesek bagian itu, sampai tak sengaja ujung kejantananku seperti… terselip semakin dalam!

“B-bunga!” panggilku setengah membentak. “Jangan gerak…” pintaku akhirnya.

Kalau dia terus bergerak, aku yakin sesuatu yang lebih parah bisa benar-benar terjadi!

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 36. Perempuan Licik

    Aku terperangah, bibirku refleks bergerak. “Dari mana kamu—”Anya langsung menyandarkan tubuhnya ke kursi pengemudi, menatap lurus dengan tatapan percaya diri.“Kamu lupa, aku juga perempuan yang berasal dari kalangan atas. Bagaimana mungkin aku tidak tahu tentang hal semacam ini?”Lalu matanya meruncing tajam, menusukku.“Terutama karena hal ini bersangkutan denganmu.”Aku tercekat. Tenggorokanku kering, lidahku kelu. Rasa malu menyesak di dada, membuatku tak sanggup membantah atau sekadar mencari alasan.Di saat itu, jemari halusnya menyentuh bibirku lembut, kontras dengan tatapannya barusan.“Jangan memasang wajah seperti itu,” bisiknya lirih, nyaris menggoda. “Kamu tahu aku tidak akan memberitahukan hal ini pada siapa pun. Tapi…” ia berhenti sejenak, senyumnya miring. “Memikirkan bagaimana aku harus berbagi dirimu dengan wanita lain, rasanya agak… menyebalkan.”Aku memalingkan wajah, menepis sentuhannya. Dengan cepat kutarik handle pintu dan melangkah turun. “Aku… pergi.”BRUK!

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 35. Jebakan Mantan

    Lampu kamera berkilat-kilat, menusuk mata.Aku berjalan cepat dengan jaket tebal menutupi kepala, menunduk rapat agar wajahku tak jelas tertangkap. Namun itu justru membuat mereka semakin beringas.“Dasar pecundang!”“Pembohong! Atlet palsu!”Makian bertubi-tubi menghantam, suaranya bercampur dengan suara klik kamera yang tidak berhenti.Aku mencoba menutup telinga, tapi suara-suara itu semakin keras, menggema dalam kepalaku. Nafasku tersengal, dunia seakan berputar.Lalu, di tengah hiruk pikuk itu, muncul suara tawa. Rendah, dingin, menusuk.Bayangan samar seorang pria berdiri tak jauh di depan, wajahnya buram, hanya garis senyum sinis yang terlihat jelas.“Dasar pecundang.”Tubuhku menegang, langkahku terhenti. Kata itu menusuk lebih dalam dari semua makian lain.Aku mencoba berteriak, tapi suaraku tak keluar. Sampai akhirnya—-“Argh!”Aku terbangun dengan napas terengah.Keringat dingin membasahi pelipis, jantungku berdegup tak karuan. Sekilas masih terdengar gema tawa itu di kepal

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 34. Gairah Dengan Mantan (21+)

    “Anya!” Aku membentak, berniat menyingkirkannya dari atas tubuhku dan menyadarkannya. Tapi—“Ugh!”Saat kuingin mendorongnya, Anya malah mendorongku kembali ke atas kasur dengan tenaga yang entah kenapa sangat kuat!Aku berusaha bangkit lagi, tapi kali ini tidak bisa, dan saat kumenoleh, ternyata Anya sudah dengan cepat dan ahli mengikat kedua pergelangan tanganku dengan ikat pinggangnya!“Anya! Lepasin ini!” seruku, tubuhku meronta keras. “Kamu mabuk! Sadar dulu!”Tapi Anya malah tersenyum dan berkata, “Nggak akan, kamu harus puasin aku dulu ….”“Anya, lo—”Belum sempat aku mengatakan apa pun lagi, tiba-tiba tangan Anya langsung beralih ke resleting celanaku. Dia membukanya, dan menarik pakaian dalamku hingga kejantananku menyembul keluar.“Ugh!” desahan itu lolos tanpa bisa kutahan, tepat saat bibir Anya mulai menyentuh milikku itu dan mengulumnya.Kehangatan itu menyelubungi diriku, lembut tapi kuat, membuatku seperti ditelan gelombang yang terus datang silih berganti.Nafasku mul

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 33. Godaan Mantanku

    “Jadi, itu alasannya Andini punya sifat seperti itu,” jelas Anya di akhir ceritanya.Setelah pernyataan Anya yang mengejutkan mengenai status Andini di keluarga Dharmawan, dia pun menjelaskan padaku mengenai asal-usul Andini yang sebenarnya.Dua puluh sembilan tahun lalu, Armand Dharmawan, pewaris tunggal keluarga inti Dharmawan menikah dengan istrinya. Tapi, selama empat tahun dia tidak juga dikaruniai keturunan, dan setelah diperiksa, diketahui istrinya tidak mampu mengandung. Walau didesak keluarga besar untuk mengambil istri lain demi mendapatkan penerus, Armand lebih memilih untuk mengangkat seorang anak, dan pilihannya jatuh pada Andini, putri dari sepupu jauhnya yang ia yakini memiliki kecerdasan luar biasa.Semua orang menganggap Andini sangat beruntung bisa terpilih sebagai penerus keluarga inti Dharmawan, tapi tidak ada yang tahu bahwa sejak hari itu, Andini seperti menyerahkan jiwanya kepada keluarga angkatnya. Setiap detail kehidupannya diatur agar sempurna. Dari sekolah

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 32. Akhirnya Aku Tahu

    Suara musik berdentum, lampu neon berganti warna, dan aroma alkohol bercampur parfum mahal memenuhi udara. Aku duduk di kursi bar, menatap gelas berisi whiskey di depanku. Di samping, seorang perempuan cantik sibuk memberikan pesanan kepada pelayan. Suaranya lembut tapi tegas, khas seseorang yang sudah terbiasa memberi instruksi.Anya.Ya, perempuan itu kini duduk di hadapanku. Rambut panjangnya diikat kuda tinggi, kulitnya putih mulus disinari cahaya bar yang temaram. Blouse putih ketatnya menonjolkan dada penuh dan pinggang ramping yang terlihat nyaman dicengkeram. Dipadu dengan rok kulit hitam selutut dan stocking gelap yang menempel sempurna di kedua kakinya yang jenjang, penampilan gadis itu terlihat mampu membuat hampir semua pria yang lewat melirik lebih dari sekali.Lima tahun lebih aku berhasil menghindar darinya, dan kini, ironisnya, aku justru terjebak dalam meja kecil ini, hanya berdua dengannya.Bukan kebetulan.Raka sengaja melakukannya.Pria itu, dengan seenaknya, me

  • Pelatih Renang Idaman Para Sosialita   Bab 31. Gairah Tak Tertahan (21+)

    Bunga mendorongku duduk di kursi ruang ganti wanita, membuatku sedikit terkejut. Tidak kusangka dia akan menarikku ke sini dengan berani. Tak cuma itu, dia bahkan tidak membawaku ke dalam bilik, dan malah langsung mendorongku ke kursi. Apa dia tidak takut ada yang melihat? Namun, ketika Bunga langsung menduduki pangkuanku dan menempelkan bibirnya ke bibirku, otakku tidak lagi berfungsi. Nafsu mengambil alih. Persetan kalau ada yang melihat. Toh, kami dua orang terakhir di kelab ini. Dan waktu bersih-bersih staf juga sudah lewat. Hanya ada kami berdua di sini. Aku membalas ciuman Bunga dengan sama liarnya, mencengkeram pinggangnya erat hingga tubuhnya semakin menempel pada dadaku. Tanganku yang semula menahan pinggangnya, perlahan naik, lalu dengan gerakan ahli mulai melucuti tali tipis pakaian renang yang masih melekat di bahunya. Dalam beberapa sentuhan saja, kain itu melorot turun, memperlihatkan payudara indahnya yang membuatku menelan ludah. Tanpa permisi, tel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status