Share

Bab 03

Sepanjang menyusuri jalanan aspal, Naya tampak melamun dengan sorot mata penuh kekosongan. Raut wajahnya tampak cemas bercampur takut. Setelah keluar dari mansion itu ia diliputi kecemasan. Meskipun begitu ia harus memberikan apa yang pria itu inginkan sebagai imbalan atas uang yang diberikan.

"Woy! Jalan itu pakai mata! Hampir saja tertabrak!" Teriakan seorang pengendara sepeda motor yang merem mendadak kala Naya berjalan terlalu ke tengah.

"Fokus-fokus Naya" Ia menepuk-nepuk kedua pipinya pelan. Terlalu memikirkan masalah ini membuat ia tidak fokus dan hampir tertabrak. Bahkan kepalanya terasa pusing dan ingin meledak.

Wanita muda itu mengusap wajahnya kasar lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk kembali ke rumah sakit. Yaa, beberapa malam ini ia menginap di rumah sakit. Sesekali ia pulang ke rumah untuk sekadar mencuci pakaian.

"Dokter Renal! Kapan ibu saya di operasi?" tanya Naya ketika tak sengaja berpapasan dengan dokter Renal di lorong rumah sakit.

"Secepatnya, Naya. Tapi apa kamu sudah ada uangnya?" Dokter itu balik bertanya.

"Iya. Aku sudah menyiapkan uangnya."

"Baguslah. Karna untuk operasi transplantasi paru-paru membutuhkan uang sekitar 70 juta."

"70 juta? Aku hanya memiliki uang 50 juta. Apa tidak bisa kurang, Dok?" balasnya tampak begitu terkejut dengan nominal yang disebutkan dokter Renal.

"Tidak bisa, Naya. Biaya operasi untuk transplantasi paru-paru biayanya memang sangat mahal. Jadi tidak bisa di tawar. Saya harap kamu segera mencari tambahan uang agar ibumu segera menjalani operasi."

Kedua kaki wanita muda itu terasa lemas. Tatapan matanya tampak bergulir. Ke mana lagi ia mencari uang untuk menambah kekurangan biaya operasi ibunya. Naya tampak kebingungan mencari sisa uang yang harus ia tambah. Sementara dokter Renal sudah beranjak dari hadapan Naya.

"Ke mana aku harus mencari uang untuk menambah uang operasi, Ibu," lirihnya. Namun, sekelibat terlintas dalam pikirannya untuk kembali meminjam uang pada pria itu lagi."Apa aku meminjam lagi uang pada laki-laki itu? Hanya dia harapanku."

Sementara di sepanjang perjalanan dalam mobil Argio tampak tertawa ringan membuat Hendrik mengernyitkan keningnya heran. "Apa yang kamu tertawakan?"

Mendengar pertanyaan Hendrik membuat Argio menghentikan tawanya."Ekm ... tidak apa-apa. Hanya menertawakan perempuan yang tadi pagi datang ke mansion."

Hendrik yang tengah menyetir mobil menyipitkan matanya dengan tatapan mengintimidasi dari kaca spion dalam mobil.

"Awas saja kamu berbuat macam-macam dengan perempuan itu, Argio. Aku selalu tahu apa yang kamu pikirkan. Aku bisa melihat perempuan itu terpaksa melakukan hal itu. Lebih baik kamu anggap pinjaman saja," ucap Hendrik. Argio tampak mengidikkan bahunya tak memperdulikan ancaman Hendrik.

Pria muda itu merogoh saku celananya mengeluarkan ponsel miliknya yang berlogo iPhone. Suasana dalam mobil itu kembali hening hanya suara deru halus mesin mobil. Hendrik menghela napas kala melirik Argio melalui kaca spion dalam mobil. Andai bukan permintaan Arga, ia tidak akan mau menjadi asisten Argio. Apalagi sikap Argio yang bebal.

Tak butuh lama mobil yang Argio tumpangi sudah memasuki area perusahaan. Mobil sedan hitam itu berhenti di depan lobby perusahaan. Seorang satpam dengan cepat membuka pintu mobil dan tak lama Argio keluar dari mobil sambil membenarkan jas yang ia kenakan.

"Argio!"

Suara pekikan seorang wanita membuat Argio memutar bola matanya malas. Wanita yang mengenakan rok kentat itu langsung bergelayut di lengan kekar Argio.

"Lepas, Bella! Menjauh dariku!" Argio menyentak tangan wanita itu begitu kasar hingga terlepas.

"Kamu ini kenapa? Bukannya kamu selalu senang bila aku datang untuk menemuimu?" ucap Bella berusaha sabar dengan sikap Argio. Beberapa hari ini pria itu selalu menghindarinya.

Pria itu tersenyum miring."Itu dulu tapi sekarang tidak. Apa kamu lupa hubungan kita hanya sekadar untuk bersenang-senang. So, jangan menganggap serius hubungan kita berdua. Satu lagi aku sudah bosan denganmu!"

Kedua tangan Bella terkepal mendengar ucapan Argio. Namun, wajahnya berusaha tetap terlihat tenang. Bella menjadi salah satu dari sekian banyak wanita yang menjadi tempat Argio  mencari kenikmatan dan bersenang-senang. Pria itu tidak ingin menjalin hubungan serius dengan wanita mana pun.

"Tapi aku mencintaimu, Gio. Apa tidak bisa kamu menjalin hubungan serius denganku? Jangan sama'kan aku dengan perempuan yang pernah bermain denganmu!" 

Argio mengusap-usap kupingnya mendengar suara cempreng Bella yang menyakiti indra pendengarannya. Ia melirik satpam dan memberikan isyarat melalu mata untuk mengusir wanita di hadapannya sekarang.

"Heh! Lepaskan aku!" Bella memberontak kala satpam menarik lengannya untuk menjauh dari Argio.

"Argio! Lihat saja kamu akan bertekuk lutut di hadapanku, Gio!" 

"Lepaskan bodoh!" Bella berusaha mendorong satpam itu, namun tenaga satpam itu lebih kuat membuat ia tidak bisa melepaskan diri.

Sementara Argio melenggang pergi dengan santai diikuti oleh Hendrik. Ia menghiraukan teriakan cempreng Bella yang terus memanggil-manggil namanya. Tentu, suara teriakan wanita itu mengundang pusat perhatian orang-orang yang ada di sana.

Waktu begitu cepat berlalu. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 07:00 malam. Mobil yang Argio tumpangi sudah sampai di mansion. Pria itu segera melangkahkan kakinya memasuki mansion. Baru masuk ke dalam mansion ia sudah di sambut oleh sosok wanita muda yang tadi pagi datang ke mansionnya.

Naya datang lebih cepat ke mansion ini sebelum Argio pulang. Wanita itu langsung bangkit dari tempat duduknya kala menyadari kehadiran Argio. Hal pertama yang Naya lakukan adalah memberikan senyuman yang dibalas decihan oleh pria itu.

Argio melangkah mendekati Naya yang mendadak gugup. Bukan hanya tak percaya diri namun sorot tajam yang pria itu berikan begitu menusuk."Cepat sekali kamu datang ke sini!"

"Sa-saya ingin menepati janji."

"Janji apa?"

Naya tertunduk dengan kedua tangan saling bertautan. Ia kembali menatap Argio yang tampak menunggu ucapan yang keluar dari mulutnya.

"Menyerahkan keperawan saya ..." balasnya dengan nada suara sedikit bergetar. Ia berusaha menepis rasa malu yang ia rasakan.

"Jadi? Kamu mengira saya akan menikmati tubuhmu yang jelek itu? Saya tidak sembarangan bercinta dengan seorang perempuan. Apalagi kamu perempuan asing yang tiba-tiba datang menyerahkan diri seperti pel*cur! Atau bisa saja kamu sudah tidak perawan lagi."

Ucapan Argio bagai belati tajam yang menusuk ke ulu hati Naya. Ia mati-matian berusaha menahan raut wajahnya agar terlihat tenang . Tapi mau sekuat apapun di tahan, itu tetap menyakitkan. Padahal pria itu tahu alasan ia melakukan itu demi ibunya.

"Merry! Cepat kemari!" Teriakan Argio menggelar mengisi ruangan megah itu.

Merry yang merupakan pelayan di mansion itu segera menghampiri tuan muda yang terus memanggil namanya.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya kala sudah berdiri di samping Argio dengan kepala tertunduk sopan.

"Cepat bawakan pakaian pelayan!" 

"Ba-baik, Tuan." Merry segera mengambil barang yang Argio minta dan tak lama ia kembali lagi.

Argio mengambil pakaian yang Merry serahkan. Dengan gerakkan tak terduga ia melempar pakaian seragam pelayan tepat di wajah Naya. Merry yang melihat itu tampak terkejut.

"Ambil itu! Uang yang saya berikan harus diganti dengan tenaga mu tanpa digaji! Selama satu tahun kamu harus menjadi pelayan di mansion ini!" jelas Argio ketus.

Setelah mengatakan itu Argio beranjak dari hadapan Naya lalu melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya. Air mata yang mati-matian Naya tahan akhirnya meluruh dengan rasa sesak yang meremas rongga dadanya. Dengan tangan gemetar ia mengambil pakaian pelayan yang tergeletak di lantai. Tidak apa-apa menjadi pelayan setidaknya ia tidak harus menyerahkan mahkotanya.

"Kamu tidak apa-apa?" Merry menghampiri Naya. Ia tampak iba dengan wanita muda tersebut.

Naya mengusap cairan bening di pipinya sambil mengangguk.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status