Naya hanya bisa tertunduk dengan kedua tangan yang saling bertautan setelah Merry membawanya pergi dari ruang makan. Raut ketakutan tampak jelas di wajah wanita itu.
"Maafkan Bibi, seharusnya Bibi tidak memintamu untuk mengantarkan kopi_"
"Tidak!" Naya mendongak menatap Merry."Bibi tidak salah, aku yang kurang hati-hati. Aku benar-benar gugup saat mengantarkan kopi pada tuan muda dan itu yang membuat aku tidak sengaja menumpahkan minuman kopi panas itu," lirihnya, tersirat rasa bersalah apalagi sampai mengenai bagian celana Argio.
Naya merasa, ia memang pantas mendapatkan kemarahan itu. Tapi kemarahan yang ditunjukkan tuan muda sangat menakutkan untuknya.
Merry menghela napas berat."Lain kali lebih hati-hati lagi. Dan kalau butuh bantuan atau tidak paham dengan pekerjaanmu bisa tanya Bibi."
Naya mengangguk cepat. Sungguh, ia sangat beruntung bertemu dengan bibi Merry. Semoga kedepannya ia bisa lebih baik lagi bekerja di tempat ini.
•
•Argio mengancingkan kemejanya setelah bergantian pakaian. Raut wajah pria itu masih terlihat sangat kesal. Kekesalan yang merambat dalam hatinya semakin menjadi-jadi dengan suara dering ponsel yang sejak tadi terus berbunyi. Ia menoleh ke arah kasur di mana benda pipih itu ia letakkan. Ia meraih ponsel tersebut lalu mengangkat sambungan telpon dengan perasaan dongkol.
"Ada apa?" Suaranya terdengar serak dan tak bersahabat.
"Apa kamu sudah melihat berita hari ini?" Ucapan seseorang di sambungan telpon membuat Argio mengernyitkan keningnya.
"Maksudmu apa?"
"Berarti kamu memang belum tahu, ya? Aku baru melihat berita tentangmu. Kamu tahu, dalam berita itu kamu dikabarkan sudah meniduri beberapa perempuan. Dan sepertinya orang-orang sudah membaca berita ini. Sebaiknya kamu harus bergerak cepat untuk menghilangkan berita bohong itu karna bisa saja merusak image mu."
Tanpa sadar tangan Argio meremas ponsel yang ia genggam."Siapa yang membuat berita sampah itu?" ucapnya tersirat kemarahan.
"Mana aku tahu. Kamu yang menjadi bahan berita kenapa harus aku yang repot mencari orang yang menyebarkan berita itu. Lagi pula memang benar kan?"
Pria dalam sambungan telpon itu tampak tertawa membuat Argio berdecak.
"Aku tidak seperti itu! Aku memang suka menjalin hubungan dengan beberapa perempuan tapi bukan berarti meniduri mereka bodoh!" Umpatan keluar dari mulut Argio membuat orang dalam sambungan telpon semakin mengeraskan tawanya.
"Semerdeka kamu saja ingin bicara apa. Aku hanya ingin mengatakan itu saja."
Tut
Sambungan telpon seketika langsung terputus. Argio segera mengutak-atik ponselnya mencari berita yang disebut sahabatnya itu. Dan benar saja, kurang dari dua menit ia sudah mendapatkan sebuah artikel berita tentang dirinya bahkan ia tidak tahu menahu tentang berita kebohongan yang sepertinya ingin menjelekkannya.
"Kurang ajar!" Argio membanting ponselnya ke kasur dengan sangat kasar."Awas saja bila tertangkap."
Argio membuka pintu kamarnya dengan kasar lalu melangkah menuruni anak tangga. Baru menginjakkan kakinya di anak tangga terakhir, ia menatap sejenak Naya yang kembali melanjutkan pekerjaannya. Wanita muda itu membersihkan kekacauan yang ia buat. Membersihkan lantai dan meja yang terkena tumpahan kopi.
Seolah sadar tengah diperhatikan Naya menoleh, namun Argio lebih cepat mengalihkan pandangannya lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Paman!" Suara keras Argio yang mengema membuat Hendrik yang tengah duduk santai di ruang tamu dan tengah menikmati secangkir kopinya tampak terkejut dan hampir menyemburkan kopi di mulutnya.
"Ada apa memanggilku?" sahutnya tampak kesal sambil membersihkan area mulutnya dengan tissu.
Argio melangkah menghampiri Hendrik dengan raut wajah yang tak mengenakkan, tentu Hendrik menyadari itu.
"Cepat urus berita sampah ini! Kalau perlu Paman bawa orang yang menyebarkan berita bohong ini ke hadapan ku!"
"Heh, kamu ini kenapa? Tiba-tiba datang memintaku untuk mengurus masalah yang aku belum tahu. Memangnya kenapa?"
Argio menghela napas kasar lalu memperlihatkan artikel berita online di ponselnya."Lihat! Seseorang menyebarkan berita bohong tentangku. Aku tidak ingin orang tuaku sampai melihat berita ini, Paman!" decaknya.
Hendrik memutar bola matanya malas lalu mengambil alih ponsel yang Argio pegang. Pria itu membaca artikel berita yang menyatakan tentang Argio sudah kerap kali tidur dengan beberapa wanita. Tentu, hal itu membuatnya ingin tertawa.
"Tapi berita ini memang benar' kan? Kamu suka tidur_"
Argio dengan cepat memotong ucapan Hendrik."Tidak! Aku memang suka bermain-main dengan perempuan tapi tidak dengan meniduri mereka. Paman tahu sendiri aku tidak berani melakukan itu."
Hendrik mengangkat sebelah alisnya dengan senyuman menggoda."Benarkah? Aku kira kamu sudah sering melakukan itu. Bukankah kamu laki-laki dewasa?"
Kekesalan Argio semakin meradang dengan godaan Hendrik yang semakin menjadi-jadi. Pria itu seolah tidak tahu situasi saat ingin bercanda apalagi masalah ini tidak bisa dianggap sepele. Ini menyangkut harga diri dan image nya.
•
•"Sudah kamu bersihkan di meja dan lantai?"
Naya mengangguk seraya mencuci tangannya di wastafel dapur.
"Sudah, Bi. Apa ada pekerjaan lagi yang harus aku kerjakan?" tanya Naya menatap Merry.
Wanita itu menoleh menatap ke arah Naya."Ada bahkan masih banyak. Pekerjaannya di mansion ini tidak akan ada habisnya, Nay. Sekarang kamu ambil pakaian kotor tuan muda di kamarnya."
"Kamar?" beo Naya.
"Iya. Kamar tuan Argio di lantai dua, kamu belok kiri nanti ada pintu berwarna hitam, itu kamar tuan Argio. Kamu ambil semua pakaian kotor di keranjang kotornya agar segera di cuci."
Naya tidak langsung menjawab ucapan Merry. Hatinya langsung merasa tak enak mendengar sesuatu yang bersangkutan dengan pria itu. Karna itu mengingatnya dengan kebodohan yang satu jam lalu ia lakukan. Mengingat itu membuat ia malu sendiri.
Kini, Naya menaiki tangga sesuai arahan Merry. Sesekali ia menatap beberapa pelayan yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Dari semua pelayan di mansion ini hanya Merry yang selalu mengajaknya mengobrol. Ia bukan tipe orang yang suka memulai percakapan dengan orang asing.
Langkah kaki Naya terhenti di depan pintu kamar Argio. Dengan ragu-ragu ia menggenggam tuas pintu besi tersebut lalu memutarnya dengan perlahan. Baru membuka pintu kamar, ia di sambut aroma maskulin yang terasa lembut memasuki indra penciumannya, membuat Naya tampak terlena sesaat. Tak ingin memperlambat pekerjaannya Naya segera masuk ke dalam kamar mewah nan megah itu.
Mata coklatnya berdecak kagum melihat isi kamar sang tuan muda bahkan ia mematung sejenak demi melihat barang-barang mewah yang tertata rapi di kamar yang didominasi warna abu-abu.
"Bagus sekali kamar ini."
Naya melangkah mendekati meja yang tersusun rapi barang-barang milik Argio. Tanpa ragu tangannya terulur menyentuh botol parfum lalu membuka tutupnya guna mengendus aroma parfum tersebut. Naya yang tampak menikmati aroma parfum mahal milik Argio tertegun sejenak kala matanya tak sengaja menangkap begitu banyak foto wanita di bak sampah.
"Kenapa foto ini dibuang? Masih sangat bagus. Mereka terlihat sangat cantik."
Naya memandangi lembaran foto wanita cantik yang entah memang sengaja dibuang. Beruntung Argio sudah tidak ada di mansion jika tidak mungkin pria itu akan marah besar bila mengetahui pelayannya menyentuh barang pribadinya.
Empat tahun kemudian …Suara tawa dan teriakan anak kecil mengisi sebuah kamar yang memiliki tiga kasur di dalamnya. Dua bocah berusia empat tahunan tampak berlari-larian dalam sana, mereka saling mengejar membuat sang kakak yang tengah fokus mengerjakan PR terlihat sangat terganggu."Jeva, Javier! Jangan teriak-teriak, kakak sedang mengerjakan tugas," tegur Levin lembut.Meskipun begitu, dua bocah kembar itu tak menggubris bahkan semakin menjadi-jadi membuat Levin frustasi dibuatnya. Levin yang kini berusia sepuluh tahun, tampak menggelengkan kepalanya. Dua adik kembarnya bukan hanya lucu tapi juga nakal.Levin membawa buku-buku pelajarannya keluar dari kamar. Ia akan mengerjakan tugasnya di perpustakaan pribadi milik ayahnya. "Kamu mau ke mana, Sayang?" Suara sang mama membuat Levin berbalik badan. Tinggi badan Levin hampir menyamai Naya, dulu terlihat kecil kini dengan cepat tumbuh besar. Levin semakin menyerupai Argio."Levin mau ke perpustakaan, mau ngerjain tugas," balasnya."
Saat semua tengah tertidur nyenyak, Naya terlihat gelisah dan tidak karuan berbaring di kasur. Beberapa kali ia berpindah-pindah posisi dari telentang, miring ke kanan dan ke kiri, namun tidak membuat rasa sakit di perutnya mereda.Argio yang berbaring di samping Naya, tampak terusik tidurnya. Perlahan ia membuka matanya dan mendapati Naya meringis kesakitan sambil memegangi perutnya."Kamu kenapa, Sayang?" "Perutku sakit, Mas. Perih."Argio segera bangun dari kasur lalu menyentuh perut Naya."Sebelumnya kamu makan apa? Tidak mungkin kamu akan melahirkan, usia kandunganmu belum sembilan bulan."Naya yang merintih kesakitan langsung terdiam. Ia mengingat-ingat sebelumnya makanan yang dikonsumsi dari pagi sampai malam."Sepertinya gara-gara makan mangga mentah. Soalnya sebelum tidur aku minta Merry mengupasnya mangga lagi."Argio geleng-geleng kepala mendengar jawaban Naya."Kan aku sudah bilang, jangan makan mangga kebanyakan, Sayang. Sekarang lihatlah sakit perut' kan.""Mas, marah?" M
"Adek jangan nakal diperut Mama, kasihan Mama." Omelan lucu keluar dari bibir mungil Levin. Tangan mungilnya menepuk-nepuk perut Naya lembut. Meskipun kondisi Naya saat ini lemah, namun ia tidak bisa menahan tawanya mendengar omelan putranya. Dan tidak lama Argio masuk ke dalam kamar dengan membawa teh jahe hangat. "Minum dulu, Sayang. Kata Bunda ini bagus untuk perempuan hamil yang mual-mual."Dengan penuh perhatian Argio membantu Naya meminum teh jahe tersebut. Pria itu benar-benar menaruh seluruh perhatiannya pada Naya. Dengan dibantu oleh Argio, Naya meminum teh jahe yang diberikan. "Terima kasih.""Sama-sama, Sayang.""Itu apa, Yah?" Levin menatap penasaran pada air yang baru saja diminum oleh sang bunda."Ini teh jahe supaya Mama tidak mual-mual lagi, Nak. Levin mau coba?" tawar Argio.Dengan cepat Levin menggeleng. Melihat warna minuman itu saja sudah membuat bocah itu tidak berminat. "Hari ini aku ada urusan mendadak, Sayang. Mungkin sore baru pulang. Tidak apa-apa' kan j
Pada akhirnya, Argio mengalah dan memutuskan untuk menuruti apa yang diinginkan oleh istrinya. Meskipun ia merasa kebingungan sendiri karena tidak pernah menyentuh peralatan dapur, apalagi memasak nasi goreng sebelumnya.Argio membuka aplikasi YouTube di ponselnya dan mencari konten yang menunjukkan cara memasak nasi goreng. Sementara Naya duduk dengan tenang di kursi dapur, sambil memakan biskuit kesukaannya, menunggu nasi goreng yang akan dibuat oleh Argio.Awalnya Argio tampak bingung, namun dengan pelan-pelan ia membuat nasi goreng itu dan sekitar 30 menitan nasi goreng yang Argio buat sudah jadi. Aroma wangi dari masakan Argio, membuat Naya bangkit dari tempat duduknya."Sudah jadi?" Naya menatap nasi goreng yang tak karuan tampilannya, tetapi sangat menggoda baginya.Argio mengangguk ragu. Ia memindahkan nasi goreng itu ke dalam piring."Kalau nasi gorengnya tidak enak, tidak usah di makan ya?"Naya mengangguk mengiakan ucapan suaminya. Mata Naya berbinar-binar menatap nasi gore
Setelah mengetahui bahwa Naya tengah mengandung. Tanpa berpikir panjang, Argio segera pergi dengan mobilnya entah ke mana. Beberapa jam kemudian, Argio kembali ke mansion dengan membawa begitu banyak belanjaan, termasuk rujak yang ia beli di pinggir jalan.Argio tahu betul bahwa wanita hamil seringkali memiliki selera makan yang berbeda, dan banyak yang menyukai makanan yang asam-asam. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk memanjakan Naya dengan makanan yang ia sukai, seperti rujak. Argio berharap dengan memberikan perhatian seperti ini, bisa membuat kehamilan kedua Naya menjadi lebih istimewa dan berbeda dari yang pertama.Anggap saja hal yang ia lakukan sekarang sebagai penebus atas kesalahan yang ia lakukan saat Naya hamil pertama dulu."Sayang, aku bawakan sesuatu untukmu!" seru Argio masuk ke dalam kamar dengan membawa piring berisi rujak.Naya duduk bersandar di bahu ranjang dengan wajah yang tampak pucat. Wanita itu merasa tubuhnya masih terasa lemah."Masih pusing?" Argio melet
Argio keluar dari mobil dengan terburu-buru, saat mendapatkan kabar Naya pingsan. Ia segera pulang ke mansion tanpa memperdulikan pekerjaannya yang belum selesai. Wajah pria itu terlihat sangat panik bercampur khawatir."Bagaimana bisa dia pingsan?" bentak Argio yang tampak marah pada para pelayan."Saya tidak tahu Tuan, tiba-tiba Nona Naya sudah tergeletak di lantai. Awalnya Nona Naya mengeluh tidak enak badan," jawab Merry, sedangkan pelayan lain tertunduk ketakutan.Argio mendengus dengan perasaan campur aduk antara khawatir dan panik, ia melanjutkan langkahnya dengan tergesa-gesa menuju kamar, dan dengan kasar membuka pintu kamar. Langsung ia menghampiri Naya yang belum sadarkan diri di atas kasur.Saat melihat Naya yang lemah dan tidak sadarkan diri, Argio merasa hatinya teriris melihat wajah pucat Naya. Argio duduk di samping Naya dan memegang tangannya dengan lembut."Sayang, bangun," ucap Argio lembut. Ia mencium tangan Naya berkali-kali.Takut, itulah yang Argio rasakan saat
"Silahkan di makan, Nona," ucap pelayan yang mengantarkan makanan untuk Naya.Pelayan berusia 30 tahunan itu tampak tersenyum-senyum melihat banyak bercak merah dibagian leher sang nona muda, membuat pelayan itu tidak bisa untuk tidak berpikiran kotor dengan apa yang ia lihat.Naya terlihat malu saat melihat arah tatapan pelayan. Ia menutupi seluruh tubuhnya sampai leher dengan selimut. "Terima kasih."Pelayan itu mengangguk lalu pamit undur diri dari kamar tersebut. Seharian Naya mengurung dirinya dalam kamar, ia benar-benar malu untuk sekadar menunjukkan wajahnya. Berbeda dengan Argio, pria itu seperti bunga mekar yang baru disiram air di pagi hari, dan saat ini Argio tengah pergi ke perusahaan karna ada sedikit masalah di sana.Dengan gerakkan lemas Naya mengambil makanan yang tersaji di meja. Dan saat ini ia tengah duduk bersandar di bahu ranjang. Dengan lahap ia menyantap makanan itu, bukan hanya kelaparan, namun tenaganya juga terkuras. Argio seperti singa yang sudah beberapa h
Naya melangkah keluar dari kamar mandi setelah melihat keadaan sekitar kamar yang tampak sepi, sepertinya Argio kembali keluar dari kamar. Ia melangkah sambil memeluk dirinya, kini ia mengenakan lingerie yang mertuanya berikan. Naya melihat pantulan dirinya di dalam cermin dan mengulum bibirnya. Lingerie yang ia kenakan sangat transparan, sehingga membuat celana dalam dan bra yang ia kenakan terlihat jelas. Rasa malu menyelimuti wajahnya."Lebih baik aku tidak mengenakan ini, aku malu," gumam Naya dengan wajah yang memerah.Ia berencana untuk kembali ke kamar mandi, tetapi suara pintu yang terbuka membuat bola matanya membulat sempurna. Tanpa pikir panjang, Naya langsung melompat ke kasur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, sehingga hanya kepala yang terlihat. Naya merasa sangat malu dan berharap Argio tidak melihatnya dalam keadaan seperti ini.Argio masuk ke dalam kamar sambil membawa laptop miliknya. Pria itu tersenyum pada Naya yang bersandar di bahu ranjang, wajah Naya
Mobil yang Argio kendarai berhenti disebuah pantai yang tampak sepi, membuat kening Naya mengernyit. Levin langsung menatap keluar jendela mobil melihat hamparan pantai yang begitu indah di tambah pemandangan matahari yang mulai tenggelam. "Kenapa kita ke sini?" tanya Naya menoleh ke arah suaminya."Kita istirahat dulu, kamu pernah ke pantai?" Argio balik bertanya. Naya menganggukkan kepalanya."Dulu pernah, tapi sekarang tidak pernah ke pantai lagi.""Ayah, kita ke pantai mau apa? Menangkap ikan?" Celotehan lucu Levin membuat Argio tertawa. Ia mencubit gemas pipi bulat putranya."Tidak, hanya beristirahat saja. Memangnya Levin mau menangkap ikan?"Dengan cepat Levin mengangguk. Bocah itu langsung membuka tas ransel miliknya lalu mengeluarkan pancingan mainan yang ia bawa. Argio yang melihat itu kembali tertawa, bisa-bisanya Levin membawa itu."Ayo sekarang kita turun." Argio lebih dulu turun lalu membukakan pintu mobil untuk istri dan anaknya.Hembusan angin pantai yang segar menerp