Share

Pelayanku Kekasihku
Pelayanku Kekasihku
Penulis: Ayzahran

1 || Keputusan Sulit

PRAKS! 

Bunyi tamparan keras menggema di langit-langit ruangan menjeda aktivitas para pelayan yang tengah menyajikan makanan di atas meja. 

Tatapan Rudi Mahardika, menyorot murka pada putri semata wayangnya yang kini tengah berdiri di hadapannya dengan pandangan tertunduk. 

"Jangan ikut campur!" hardik Rudi, mendelik tajam ke arah Ivana yang hendak mendekati putrinya. Riana.

Para pelayan beringsut mundur mengambil tempat di belakang dengan berjejer rapi tanpa berani mengangkat muka. 

Riana mencengkeram ujung bajunya, menahan rasa perih yang kian menjalar. Cairan bening mulai menggenangi kedua iris karamel itu. Sebisa mungkin Riana menahan diri untuk tidak menangis. 

"Apa kau masih ingin membantah ayahmu?" Tatapan Rudi menusuk tajam. 

Riana memberanikan diri mengangkat muka, menatap wajah ayahnya yang kini diliputi amarah. 

"Aku butuh penjelasan, Ayah! Kenapa Ayah tega melakukan itu?"

Rudi mengangkat sudut bibirnya. "Dia pantas menerimanya!"

"Itu tidak adil! Ayah menutup semua lapangan pekerjaan untuknya, apa itu masih belum cukup? Haruskah Ayah mengusik mata pencarian keluarganya juga?"

"Semua itu agar kau mengakhiri hubungan kalian!" Nada Rudi meninggi, penuh penekanan. 

"Apa yang salah dengan Reyhan? Sesulit itukah Ayah menerimanya?"

Air mata Riana kini telah membasahi kedua pipi. Dia tidak habis pikir dengan sikap Rudi yang bisa sekejam itu sampai mempersulit kehidupan Reyhan. 

"Sampai kapan pun ayah tidak akan menerima Reyhan!"

"Riana mencintainya, Ayah!"

"Cinta saja tidak cukup untuk memenuhi gaya hidupmu yang mewah. Apa kau akan kenyang hanya dengan cinta, hah?!" Rudi makin emosi, garis-garis halus kemerahan terlihat jelas di matanya. 

"Harta juga tidak menjamin kebahagiaan jika tidak ada cinta, Ayah. Ayah hanya tidak bisa melihat itu, setidaknya beri Reyhan kesempatan untuk membuktikan diri."

"Heh! Apa yang bisa dibuktikan dari pemuda miskin itu?! Dia bahkan tidak layak menjadi pendampingmu!" cerca Rudi. Kedua tangannya menongkak pinggang. 

"Jika bukan Reyhan, Riana tidak akan menikah, apalagi dengan pria pilihan Ayah!" balas Riana menantang. Dia tidak akan mengalah, sekalipun Rudi menamparnya lagi. 

Rudi hendak melayangkan tangannya, lebih dulu dicegah Ivana. 

"Cukup, Pa! Apa kau akan terus menamparnya hanya karena pemuda itu?" 

Ivana mendekap Riana, mengelus surai hitam legam Riana yang tergerai. 

Rudi menghela napas, mencoba meredam amarahnya. 

"Kau terlalu memanjakannya, karena itu dia berbuat sesuka hati!" 

Riana melepaskan diri dari dekapan Ivana, dia mengusap air matanya. 

"Riana tetap pada keputusan Riana, Ayah. Sampai kapan pun Riana tidak akan mengakhiri hubungan Riana dengan Reyhan!" 

Riana berbalik pergi. Rudi makin murka, dia berteriak dengan keras meminta Riana untuk berhenti. Riana tidak peduli, dia mempercepat langkah untuk segera menemui Reyhan. 

***

Mobil Riana melaju kencang, speedometer mobil menyentuh angka 150 km/jam melesat di atas jalan bebas hambatan. 

Kedua tangan Riana memegang kemudi dengan erat, kakinya terus menginjak pedal gas menambah kecepatan. Tangisan Riana tumpah ruah. Dadanya sesak, rasa sakit mulai menusuk. Riana memutar kemudi keluar dari jalan tol. Hiruk pikuk kendaraan memadati jalanan ibu kota di kala senja berganti malam. Riana tak tahu harus ke mana, dia perlu tempat untuk menenangkan diri. 

Riana menepikan mobilnya di bahu jalan tak jauh dari sebuah taman. Malam kelam menyelimuti, rembulan bahkan enggan untuk menampakkan diri yang menyingkap di balik awan. 

Riana perlahan turun dari mobil, dia butuh udara segar untuk meredam emosi yang kian memuncak. Rasa sakit itu makin mendera, kejadian beberapa saat lalu membuat dirinya jatuh dalam kesedihan yang tak bertepi. Keputusan sepihak yang dilontarkan Reyhan membuat Riana tak kuasa menahan air mata yang kini tengah membendung. 

Pijakan Riana seketika lemas, dia duduk di atas trotoar dengan tangis yang sudah pecah. Tak peduli dengan beberapa pejalan kaki yang berseliweran memerhatikan dirinya. Riana terus menangis, menelungkupkan wajah di atas lipatan tangan, mengingat kembali kejadian beberapa saat lalu.... 

***

Riana sampai di sebuah danau yang menjadi tempat favoritnya dengan Reyhan. Di sana Reyhan sudah menunggu. Riana mengambil napas dalam sebelum melangkah. Dia tidak ingin Reyhan melihat wajahnya diliputi kesedihan. Senyum Riana mengembang, berlari cepat menghampiri Reyhan dan memeluk dari belakang. 

"Apa kau menunggu lama?"

Reyhan berbalik, mengulas senyum manis lalu mengecup singkat puncak kepala Riana. 

"Aku baru saja sampai!"

Reyhan membawa Riana ke bangku kayu yang tak jauh dari posisi mereka. 

Reyhan masih terdiam, menatap lurus ke arah danau. Riana mengerutkan alis, menangkap sikap Reyhan yang tidak seperti biasanya selalu cerewet dan bersemangat. Sudah lima menit berlalu, tidak ada pembicaraan sama sekali. Riana memilih menunggu, dia tahu saat ini Reyhan banyak pikiran karena ulah ayahnya. 

"Apa kau benar-benar mencintaiku?" Kalimat pertama yang Reyhan ucapkan setelah diam beberapa saat. 

"Tanpa menjawab pun kau tahu jawabannya, Sayang." Riana lantas menyandarkan kepala di bahu Reyhan. 

"Tapi aku tidak!" 

Riana terkejut. Menarik diri, menatap bingung padanya. 

"Kenapa berkata begitu?"

"Kita akhiri saja hubungan ini!" Reyhan menoleh. Tidak ada senyuman. Tatapannya sedingin es. 

Riana menatap diam, mencoba mencerna ucapan Reyhan. 

"Gurauanmu tidak lucu, Rey!" Riana menepuk punggung tangan Reyhan seraya tersenyum. 

"Aku serius! Kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Tak ada lagi cinta yang tersisa di hatiku sejak melihat ibuku menangis di hari itu." Reyhan menegaskan ucapannya. Dia memalingkan muka, kembali menatap lurus ke arah danau. 

Tubuh Riana seketika lemas. Dia memegang ujung bangku kayu dengan erat. 

Hari itu, Riana dan Reyhan hendak mampir ke kedai makan milik orang tua Reyhan. Hubungan Riana dengan orang tua Reyhan makin dekat. Reyhan mengenalkan Riana pada orang tuanya setelah menjalin enam bulan berpacaran. 

Saat mereka tiba di sana, orang suruhan ayah Riana datang dan memporak-porandakan kedai makan itu setelah beberapa kali peringatan ayahnya diabaikan Riana. Rudi bahkan memanfaatkan koneksinya agar tidak ada yang menerima Reyhan di perusahaan mana pun. Semua akses telah dicegat Rudi demi membuat Riana memutuskan hubungan dengan Reyhan. 

Reyhan mencoba menghentikan beberapa pria berbadan kekar yang terus saja menghancurkan kedai milik orang tuanya. Dia kewalahan melawan mereka yang menyerangnya secara bersamaan. Riana bahkan sempat menghadang saat Reyhan hendak dipukuli. Setelah merasa cukup dengan yang mereka lakukan, keenam pria itu pergi begitu saja dengan acuh. 

Riana menahan sesak di dada ketika mengingat kejadian itu. Reyhan kembali menoleh, dia benar-benar serius dengan ucapannya. Suara Riana tercekat di tenggorakan, dia tidak membenarkan perbuatan Rudi, tetapi perkataan Reyhan tadi membuat Riana tak mampu mengatakan apa-apa. 

Riana menahan tangan Reyhan yang hendak beranjak. "Apa kau akan menyerah semudah itu?" Riana menghela napas, mengumpulkan sisa tenaga yang bisa menguatkan hatinya. "Katamu kita akan berjuang, apakah ini akhirnya?"

Reyhan melepaskan tangan Riana. 

"Apa yang kauharapkan dari hubungan ini? Kita hanya akan sama-sama terluka."

Riana menggeleng. 

"Aku tidak bisa Rey, aku mencintaimu tulus dan ingin berjuang mempertahankan hubungan kita. Tarik kembali keputusanmu!"

Riana kembali memegang kedua tangan Reyhan, isak tangisnya terdengar pilu. 

Reyhan memalingkan muka, hatinya bergetar mencoba menahan diri. Dia menepis tangan Riana, menyusut gumpalan bening di sudut matanya. 

"Hubungan kita selesai, jaga dirimu!" Reyhan berbalik pergi, meninggalkan Riana yang tengah menangis terisak di atas bangku kayu itu. 

Ini yang terbaik untukmu, Riana! 

Riana mengangkat muka, deringan ponsel di dashboard mobil membuat Riana berlari cepat mengambil ponsel, berharap Reyhan berubah pikiran dan meneleponnya. 

Riana mendesah lemah. Nama Bi Amina tertera di layar. Riana menolak panggilan, memilih tidak mengangkat dan menaruh ponselnya kembali. 

"Kau menang ayah! Selamat, ayah telah berhasil merenggut kebahagiaan putrimu," lirihnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status