Bab 3
Ketika Makky akan sampai ke apartemennya, setelah menyebrangi jembatan yang membentang di atas jalan raya tidak menyangka jika mendapati seorang gadis menggunakan pakaian yang familiar berdiri di tepi jembatan tengah menatapi padatnya jalur lalu lintas di bawahnya.
Makky mempercepat langkah dan langsung meraih tangan Laiba dengan kasar. "Di sini bukan tempat yang bagus untuk bunuh diri," ujar Makky sambil memegangi kedua bahu Laiba.
Tanpa peduli tatapan kosong dan wajah yang memucat, Makky dengan kasar memaksa Laiba kembali ke apartemennya, tapi langkahnya terhenti ketika merasa Laiba tidak dapat mengimbanginya.
Makky menoleh, dan mendapati gadis itu berjalan dengan tertatih-tatih sementara kakinya telanjang tanpa alas. "Gadis bodoh," umpat Makky, tapi setelah itu langsung membawa tubuh gadis itu dalam gendongannya.
Baru dua hari mereka bersama, dan sudah tiga kali Makky terus mengendong gadis ini.
"Banyak tempat bagus untuk bunuh diri dan mayatmu tidak akan ditemukan, kenapa memilih jalur pulangku? Sangat menyebalkan jika jembatan ini menjadi angker, aku akan terus bertemu dengan arwah gentayanganmu setiap hari ketika lewat nanti." Pemuda yang biasanya sangat pelit bicara itu kini terus menggerutu sepanjang jalan.Laiba tertawa kecil di dalam gendongan Makky hingga mau tidak mau pemuda itu melirik sekilas ke arahnya. "Apakah ada yang lucu?"
"Lagi pula siapa yang akan bunuh diri?" sahut Laiba ringan.
Langkah pemuda itu berhenti sejenak, tapi kemudian kembali berjalan dan sekilas ada senyuman samar di sudut bibirnya.
"Turunkan aku," pinta Laiba.
"Kenapa?"
"Aku lapar tidak ada apa pun yang dapat dimakan di tempatmu."
Makky akui kecerobohan itu karena dirinya berada di luar seharian meninggalkan Laiba tanpa makanan apa pun, hingga memaksa Laiba keluar untuk mencari makanan sendiri. Alih-alih menurunkan gadis itu, Makky malah berbelok ke minimarket yang buka 24 jam untuk membeli mie cup dengan beberapa toping, dan membiarkan gadis itu menikmati makanan hangat di depan minimarket.
Makky tidak ikut makan, pemuda itu hanya memperhatikan bagaimana gadis itu makan dengan lahap. "Kapan kembali ke sekolah?" Makky membuka percakapan lagi.
"Tidak kembali," jawab Laiba tanpa berpikir.
"Kenapa?"
Kali ini Laiba tidak menjawab gadis itu malah sibuk dengan sosisnya.
"Sebentar lagi ujian akhir dan kita akan lulus setelahnya."
"Aku tidak ingin bertemu dengan mereka."
"Dedalu?" Makky mencoba menebak kemungkinan terbesar adalah pemuda yang sangat dicintai gadis ini, karena hanya Dedalu yang bisa membuat Laiba lepas kontrol. Siapa pun tahu bagaimana perjuangan Laiba mengejar Dedalu hingga mereka dapat bersama, meskipun cintanya hanya sepihak.
"Orang tuaku." Laiba tidak menyalahkan tebakan Makky, tapi Laiba lebih tidak ingin bertemu dengan kedua orang tuanya.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan jika tidak menyelesaikan sekolahmu?"
"Bekerja."
Makky malah mengejek jawaban Laiba. "Kamu perlu ijazah untuk bekerja, siapa yang akan memperkejakan gadis putus sekolah kecuali prostitusi."
"Itu ide bagus."
"Apa otakmu tidak lagi berfungsi lagi setelah dicampakkan Dedalu?"
"Ini tidak ada hubungannya dengan dia." Meskipun Laiba menyangkalnya, tapi hatinya tetap saja sakit ketika memikirkan Dedalu.
"Aku ingin pergi jauh memulai semuanya dari awal.""Ke mana?"
"Ke mana pun boleh asalkan tidak di sini."
"Aku bisa membantumu, tapi kamu harus menyelesaikan sekolahmu terlebih dahulu setelah itu terserah kamu akan ke mana kuliah di luar kota atau di luar negeri."
"Aku ingin bekerja, aku tidak memiliki uang untuk kuliah."
"Seberapa besar uang yang akan kamu dapatkan dengan kemampuanmu saat ini jika kamu menempuh pendidikan dengan baik kamu akan lebih mudah mendapatkan uang lebih banyak."
Laiba diam memikirkan perkataan Makky, semua yang dikatakannya benar hanya saja Laiba tidak ingin berhutang kepada pemuda ini.
"Tenang saja tidak ada yang gratis di dunia ini, aku akan terus mengawasimu, hingga semua hutangmu padaku lunas tidak akan kubiarkan kamu melarikan diri."
"Kamu terlalu percaya diri jika aku akan menyetujuinya."
Makky hanya tersenyum percaya diri tidak berdebat dengan gadis itu lagi membiarkan Laiba banyak berpikir sebelum mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
"Tapi aku punya satu syarat," ujar Laiba yang membuat Makky mengerutkan keningnya.
"Aku akan menyelesaikan semuanya di sini, tapi kamu tidak bisa memberi tahu siapa pun jika aku tinggal di tempatmu."
Makky tidak mengatakan apa pun, tapi Laiba yakin jika pemuda itu akan mengabulkan permintaannya. Cara kerja pemuda ini yang sesungguhnya dia tidak akan banyak bicara, tapi langsung menunjukkan dengan tindakan.
***
Keesokan harinya Laiba menerima sebuah panggilan dari wali kelasnya. Tutur kata wanita itu juga sangat berbeda dari yang dikenal olehnya, saat ini wali kelasnya bicara sangat lembut dan sopan menyatakan jika Laiba tidak perlu datang ke sekolah karena masa pemulihan dan semua tugas juga latihan akan dikirim ke rumah, tentunya Makky yang akan membawanya terlebih wanita itu juga berjanji tidak akan memberi tahu masalah ini kepada siapa pun.
Laiba hanya tertawa bodoh mendapati semuanya berjalan lancar seperti keinginannya, dan baru kali ini mendapati seorang guru melakukan semua yang diinginkan muridnya.
Laiba memandang Makky yang duduk tidak jauh darinya, entah apa yang telah dikatakan pemuda itu pada wali kelasnya. Makky tidak punya kebiasaan menjelaskan semua tindakannya, dan Laiba juga tidak berniat untuk bertanya itulah cara mereka bergaul beberapa hari terakhir--keduanya nyaman dengan kondisi ini sama-sama menyimpan apa yang yang perlu disimpan, dan tidak butuh tahu segalanya untuk mengerti satu sama lain.
***
Sejak itu Laiba tiap hari mendapatkan tugas-tugas dan latihan yang dibawa oleh Makky, Laiba tidak akan bermalas-malasan untuk menyelesaikan semuanya setelah mendapatkan kesempatan kedua ini. Tidak mungkin mengecewakan Makky yang membantunya, terlebih Laiba tidak ingin mengecewakan dirinya sendiri. Keputusan untuk pergi dari rumah adalah keinginannya sendiri sudah seharusnya Laiba bertanggung jawab untuk semuanya.
***
Semuanya benar-benar berjalan dengan sangat lancar Laiba tidak perlu pergi ke sekolah, tapi dapat melakukan ujian akhir dan kini mendapatkan ijazah di tangannya. Terkadang mau tidak mau memperhatikan Makky, Laiba tidak tahu apa pun tentang Makky meskipun sudah tinggal lama bersama. Makky lebih sering tinggal di luar dari pada di apartemen ini seperti memberikan ruang kebebasan untuknya.
Makky membantu Laiba kuliah di luar kota dan Laiba hanya tahu bersih, sedangkan Makky sendiri kuliah di luar negeri bersama Bram. Laiba sedikit tahu tentang Bram dari pada Makky sendiri. Laki-laki bernama Bram adalah salah satu anak donatur utama yang sangat berpengaruh di sekolah, selain Bram dan Makky masih ada Anthony Fang dan satu-satunya gadis di circle mereka yaitu Una.
Mereka dikenal dengan circle toxic karena reputasi buruk mereka yang sewenang-wenang, dan sering menindas siswa lain. Bahkan para dewan guru dibuat tidak berkutik karena status circle mereka yang istimewa, hukum sekolah sama sekali tidak dapat menyentuh mereka mungkin itu juga yang dimanfaatkan Makky untuk membantu Laiba. Kini Laiba tahu bagaimana rasanya tidak tersentuh oleh peraturan.
Di awal Laiba mengenal circle ini ketika Laiba menjadi pahlawan kesiangan untuk Dedalu melawan lima anak istimewa ini saat Dedalu ditindas oleh mereka, tapi jika diingat-ingat Makky tidak pernah terlibat langsung dengan setiap operasi. Pemuda itu hanya akan diam di sekitar kejadian, tidak bicara maupun bergerak.
Tiba-tiba Laiba mengingat banyak hal, waktu yang sudah berlalu--Makky terlalu misterius dan tidak mencolok jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Lagipula kala itu Laiba hanya fokus pada satu pria, yaitu Dedalu. Berjuang habis-habisan untuk dapat dengannya.
Ali cukup terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya namun lebih terkejut lagi melihat Laiba yang hanya diam melihat Dedalu menciumnya, mulut Ali sudah terbuka namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya hanya sebuah tawa kering membalas senyuman Dedalu padanya setelah menyapa Laiba dengan sebuah kecupan ringan di pipi."Apa yang sedang kalian obrolkan?" tanya Dedalu langsung mengambil duduk di samping Laiba.Laiba hanya diam tidak merespon barulah Ali yang angkat bicara. "Tidak ada hanya mengobrol biasa," jawab Ali yang sedikit canggung. Ini adalah pertama kalinya Ali merasa canggung bicara dengan sahabatnya yang telah belasan tahun berteman."Kamu tidak bekerja?" tanya Dedalu pada Laiba namun Laiba masih cuek dan malah mengambil minumannya namun kopi itu belum mencapai bibirnya Dedalu sudah lebih dulu merebutnya dan meminumnya sendiri alhasil Dedalu langsung membatalkan niatnya meminum kopi itu ketika rasa pahit menyebar ke rongga mulutnya."Minuman apa yang kamu suguhkan
"Kamu?" Laiba menatap tajam kearah Dedalu. "Saat itu kamu masih bersama dengan Ayana bagaimana kamu memiliki pemikiran seperti itu. Apalagi saat itu kalian akan bertunangan?""Aku memang laki-laki bejat dan aku lebih suka kamu memaki aku daripada terus acuh," sahut Dedalu dengan cepat."Pergilah," ucap Laiba sambil berpaling dan menutup matanya, tiba-tiba kepalanya terasa berat memikirkan bagaimana bisa dirinya yang dulu begitu tergila-gila terhadap pria ini.Akan tetapi Laiba segera membuka matanya ketika jemari laki-laki itu memegang sisi wajahnya dan lagi-lagi mencuri sebuah ciuman darinya. Kejadian itu begitu cepat Laiba sampai lupa untuk menghindar bahkan setelah ciuman itu selesai."Bisakah kita bersama lagi? Aku berjanji tidak akan menyakitimu seperti dulu."Laiba membuang napas melalui mulutnya menatap mata laki-laki itu yang nampaknya begitu serius dengan ucapannya namun Laiba sulit untuk dibujuk."Aku tidak mau," jawab Laiba datar."Kenapa? Apakah aku tindak pantas untukmu a
Laiba meminta Namu untuk mengantarkan dirinya kembali ke butik lebih baik menunjukkan tempat kerjanya daripada memberitahukan namun tempat tinggalnya pada orang asing yang baru dikenalnya sehari, sepanjang perjalanan Laiba hanya mengiyakan ataupun menggeleng tiap kali laki-laki itu mengajukan pertanyaan. Senyuman merekah pria itu terus terpancar dari mereka keluar dari kediaman Baswara sampai mobil itu berhenti di depan butik."Kamu tahu Laiba aku sangat senang bisa mengenalmu," ucap Namu sambil menyetir menoleh sekilas pada Laiba menunjukkan senyumannya."Matamu tidak buta bahkan jika kamu tidak mengatakannya itu sudah terpampang nyata di wajahmu," sahut Laiba dalam hati namun mulutnya masih tertutup rapat hanya tersenyum tipis pada Namu.Mobil itu akhirnya berhenti didepan butik, Laiba segera bersiap untuk turun. "Terima kasih," ucap Laiba sambil melepaskan sabuk pengaman dari tubuhnya."Aku akan menghubungimu," sahut Namu.Laiba yang sudah akan keluar kembali lagi ke tempat dudukny
Dahayu belum puas mengintrogasi Laiba, Laiba masih penasaran kenapa perempuan didepannya ini mau-maunya datang kemari padahal di hari pernikahannya Dahayu melihat dengan kepala matanya sendiri bagaimana Bram nampak begitu menyukai Laiba meskipun demikian terang-terangan sudah ditolaknya."Jika kamu tahu jika mereka ayah dan anak, kamu masih akan datang kemari?"Aku akan datang," jawab Laiba lirih, energinya sudah hampir habis setelah melayani 4 orang terlebih Una yang mengajaknya berdebat."Kenapa?" tanya Dahayu tidak percaya dengan jawaban Laiba."Kenapa harus kenapa? Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Bram kami hanya teman tidak perlu merasa takut pada keluarganya karena aku tidak melakukan kesalahan apapun? Aku hanya sedang bekerja," sahut Laiba dengan tidak senang mungkin juga terpengaruh oleh rasa lelahnya, tubuhnya tidak lelah namun perasannya yang lelah ketika banyak orang yang menganggap jika dirinya pernah memiliki hubungan dengan tuan muda itu.Melihat Laiba yang suda
Orang pertama yang diukur tubuhnya adalah Bas yang memiliki nama panjang Baswara laki-laki itu berdiri tegak dan Laiba mengucapkan kata maaf dan permisi sebelum menyentuh tubuh laki-laki itu. Laiba merasa jika Baswara adalah Bram versi tua namun menurut Laiba aura laki-laki ini jauh terpancar dari pada anak itu."Apakah pekerjaan yang kamu geluti melelahkan?" tanya Baswara membuka pembicaraan saat Laiba mengukur panjang lengannya."Semua pekerjaan melelahkan tuan," jawab Laiba pelan dan sopan."Diusia mu sudah waktunya menikah cari laki-laki yang mapan dan kamu hanya perlu menjadi istri dan ibu yang baik tidak perlu bekerja keras lagi."Laiba hanya tersenyum menanggapinya, jika itu orang lain mungkin Laiba akan mengutarakan isi otaknya jika tidak sependapat dengan pemikiran ini namun orang yang bicara adalah orang terpandang terlebih ayah dari orang-orang itu maka Laiba memilih untuk diam dan tersenyum melanjutkan pekerjaannya."Kebetulan Namu sedang mencari seorang istri, dia generas
Asisten Laiba yang bernama Zumi membawa seorang wanita berpakaian formal ke ruang Laiba, Laiba tidak mengenal wanita itu akan tetapi wanita itu nampak sudah tidak asing dengan dirinya. Wanita memperkenalkan dirinya sebagai asisten Pak Bas dan datang karena pemerintah laki-laki itu barulah nama Bas di sebut Laiba mengerti, orang penting dan sibuk seperti itu tidak mungkin memiliki banyak waktu luang untuk datang sendiri lagi ke tempat ini seperti terakhir kali."Atas permintaan tuan besar saya datang untuk mengundang nona ke rumah besok malam secara langsung," ucap wanita itu dengan sangat sopan."Ada keperluan apa?""Tuan besar mengatakan sebelumnya sudah memberitahukan jika akan menggunakan jasa nona untuk acara penting tuan muda.""Aku ingat itu." Laiba mengingatnya jika pak Bas memang pernah mengatakan tentang itu ketika berkunjung beberapa waktu yang lalu."Saya akan datang secara pribadi.""Mobil jemputan akan datang jam 8 malam.""Terima kasih."Setelah berpamitan wanita itu per