Accueil / Romansa / Pelukan Dingin Tuan Muda / 3. Kesepakatan Tak Tertulis

Share

3. Kesepakatan Tak Tertulis

Auteur: Qima
last update Dernière mise à jour: 2025-02-23 19:43:55

Bab 3

Ketika Makky akan sampai ke apartemennya, setelah menyebrangi jembatan yang membentang di atas jalan raya tidak menyangka jika mendapati seorang gadis menggunakan pakaian yang familiar berdiri di tepi jembatan tengah menatapi padatnya jalur lalu lintas di bawahnya. 

Makky mempercepat langkah dan langsung meraih tangan Laiba dengan kasar. "Di sini bukan tempat yang bagus untuk bunuh diri," ujar Makky sambil memegangi kedua bahu Laiba.

Tanpa peduli tatapan kosong dan wajah yang memucat, Makky dengan kasar memaksa Laiba kembali ke apartemennya, tapi langkahnya terhenti ketika merasa Laiba tidak dapat mengimbanginya. 

Makky menoleh, dan mendapati gadis itu berjalan dengan tertatih-tatih sementara kakinya telanjang tanpa alas. "Gadis bodoh," umpat Makky, tapi setelah itu langsung membawa tubuh gadis itu dalam gendongannya.

Baru dua hari mereka bersama, dan sudah tiga kali Makky terus mengendong gadis ini.

"Banyak tempat bagus untuk bunuh diri dan mayatmu tidak akan ditemukan, kenapa memilih jalur pulangku? Sangat menyebalkan jika jembatan ini menjadi angker, aku akan terus bertemu dengan arwah gentayanganmu setiap hari ketika lewat nanti." Pemuda yang biasanya sangat pelit bicara itu kini terus menggerutu sepanjang jalan.

Laiba tertawa kecil di dalam gendongan Makky hingga mau tidak mau pemuda itu melirik sekilas ke arahnya. "Apakah ada yang lucu?"

"Lagi pula siapa yang akan bunuh diri?" sahut Laiba ringan. 

Langkah pemuda itu berhenti sejenak, tapi kemudian kembali berjalan dan sekilas ada senyuman samar di sudut bibirnya.

"Turunkan aku," pinta Laiba.

"Kenapa?"

"Aku lapar tidak ada apa pun yang dapat dimakan di tempatmu."

Makky akui kecerobohan itu karena dirinya berada di luar seharian meninggalkan Laiba tanpa makanan apa pun, hingga memaksa Laiba keluar untuk mencari makanan sendiri. Alih-alih menurunkan gadis itu, Makky malah berbelok ke minimarket yang buka 24 jam untuk membeli mie cup dengan beberapa toping, dan membiarkan gadis itu menikmati makanan hangat di depan minimarket. 

Makky tidak ikut makan, pemuda itu hanya memperhatikan bagaimana gadis itu makan dengan lahap. "Kapan kembali ke sekolah?" Makky membuka percakapan lagi.

"Tidak kembali," jawab Laiba tanpa berpikir.

"Kenapa?" 

Kali ini Laiba tidak menjawab gadis itu malah  sibuk dengan sosisnya.

"Sebentar lagi ujian akhir dan kita akan lulus setelahnya."

"Aku tidak ingin bertemu dengan mereka."

"Dedalu?" Makky mencoba menebak kemungkinan terbesar adalah pemuda yang sangat dicintai gadis ini, karena hanya Dedalu yang bisa membuat Laiba lepas kontrol. Siapa pun tahu bagaimana perjuangan Laiba mengejar Dedalu hingga mereka dapat bersama, meskipun cintanya hanya sepihak.

"Orang tuaku." Laiba tidak menyalahkan tebakan Makky, tapi Laiba lebih tidak ingin bertemu dengan kedua orang tuanya.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan jika tidak menyelesaikan sekolahmu?"

"Bekerja."

Makky malah mengejek jawaban Laiba. "Kamu perlu ijazah untuk bekerja, siapa yang akan memperkejakan gadis putus sekolah kecuali prostitusi."

"Itu ide bagus."

"Apa otakmu tidak lagi berfungsi lagi setelah dicampakkan Dedalu?"

"Ini tidak ada hubungannya dengan dia." Meskipun Laiba menyangkalnya, tapi hatinya tetap saja sakit ketika memikirkan Dedalu.

"Aku ingin pergi jauh memulai semuanya dari awal."

"Ke mana?"

"Ke mana pun boleh asalkan tidak di sini."

"Aku bisa membantumu, tapi kamu harus menyelesaikan sekolahmu terlebih dahulu setelah itu terserah kamu akan ke mana kuliah di luar kota atau di luar negeri."

"Aku ingin bekerja, aku tidak memiliki uang untuk kuliah."

"Seberapa besar uang yang akan kamu dapatkan dengan kemampuanmu saat ini jika kamu menempuh pendidikan dengan baik kamu akan lebih mudah mendapatkan uang lebih banyak."

Laiba diam memikirkan perkataan Makky, semua yang dikatakannya benar hanya saja Laiba tidak ingin berhutang kepada pemuda ini. 

"Tenang saja tidak ada yang gratis di dunia ini, aku akan terus mengawasimu, hingga semua hutangmu padaku lunas tidak akan kubiarkan kamu melarikan diri."

"Kamu terlalu percaya diri jika aku akan menyetujuinya."

Makky hanya tersenyum percaya diri tidak berdebat dengan gadis itu lagi membiarkan Laiba banyak berpikir sebelum mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

"Tapi aku punya satu syarat," ujar Laiba yang membuat Makky mengerutkan keningnya.

"Aku akan menyelesaikan semuanya di sini, tapi kamu tidak bisa memberi tahu siapa pun jika aku tinggal di tempatmu."

Makky tidak mengatakan apa pun, tapi Laiba yakin jika pemuda itu akan mengabulkan permintaannya. Cara kerja pemuda ini yang sesungguhnya dia tidak akan banyak bicara, tapi langsung menunjukkan dengan tindakan.

***

Keesokan harinya Laiba menerima sebuah panggilan dari wali kelasnya. Tutur kata wanita itu juga sangat berbeda dari yang dikenal olehnya, saat ini wali kelasnya bicara sangat lembut dan sopan menyatakan jika Laiba tidak perlu datang ke sekolah karena masa pemulihan dan semua tugas juga latihan akan dikirim ke rumah, tentunya Makky yang akan membawanya terlebih wanita itu juga berjanji tidak akan memberi tahu masalah ini kepada siapa pun.

Laiba hanya tertawa bodoh mendapati semuanya berjalan lancar seperti keinginannya, dan baru kali ini mendapati seorang guru melakukan semua yang diinginkan muridnya.

Laiba memandang Makky yang duduk tidak jauh darinya, entah apa yang telah dikatakan pemuda itu pada wali kelasnya. Makky tidak punya kebiasaan menjelaskan semua tindakannya, dan Laiba juga tidak berniat untuk bertanya itulah cara mereka bergaul beberapa hari terakhir--keduanya nyaman dengan kondisi ini sama-sama menyimpan apa yang yang perlu disimpan, dan tidak butuh tahu segalanya untuk mengerti satu sama lain.

***

Sejak itu Laiba tiap hari mendapatkan tugas-tugas dan latihan yang dibawa oleh Makky, Laiba tidak akan bermalas-malasan untuk menyelesaikan semuanya setelah mendapatkan kesempatan kedua ini. Tidak mungkin mengecewakan Makky yang membantunya, terlebih Laiba tidak ingin mengecewakan dirinya sendiri. Keputusan untuk pergi dari rumah adalah keinginannya sendiri sudah seharusnya Laiba bertanggung jawab untuk semuanya.

***

Semuanya benar-benar berjalan dengan sangat lancar Laiba tidak perlu pergi ke sekolah, tapi dapat melakukan ujian akhir dan kini mendapatkan ijazah di tangannya. Terkadang mau tidak mau memperhatikan Makky, Laiba tidak tahu apa pun tentang Makky meskipun sudah tinggal lama bersama. Makky lebih sering tinggal di luar dari pada di apartemen ini seperti memberikan ruang kebebasan untuknya.

Makky membantu Laiba kuliah di luar kota dan Laiba hanya tahu bersih, sedangkan Makky sendiri kuliah di luar negeri bersama Bram. Laiba sedikit tahu tentang Bram dari pada Makky sendiri. Laki-laki bernama Bram adalah salah satu anak donatur utama yang sangat berpengaruh di sekolah, selain Bram dan Makky masih ada Anthony Fang dan satu-satunya gadis di circle mereka yaitu Una. 

Mereka dikenal dengan circle toxic karena reputasi buruk mereka yang sewenang-wenang, dan sering menindas siswa lain. Bahkan para dewan guru dibuat tidak berkutik karena status circle mereka yang istimewa, hukum sekolah sama sekali tidak dapat menyentuh mereka mungkin itu juga yang dimanfaatkan Makky untuk membantu Laiba. Kini Laiba tahu bagaimana rasanya tidak tersentuh oleh peraturan. 

Di awal Laiba mengenal circle ini ketika Laiba menjadi pahlawan kesiangan untuk Dedalu melawan lima anak istimewa ini saat Dedalu ditindas oleh mereka, tapi jika diingat-ingat Makky tidak pernah terlibat langsung dengan setiap operasi. Pemuda itu hanya akan diam di sekitar kejadian, tidak bicara maupun bergerak. 

Tiba-tiba Laiba mengingat banyak hal, waktu yang sudah berlalu--Makky terlalu misterius dan tidak mencolok jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Lagipula kala itu Laiba hanya fokus pada satu pria, yaitu Dedalu. Berjuang habis-habisan untuk dapat dengannya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    117. Selamat atas pernikahan mu

    Waktu seperti berhenti ketika seorang perawat memberikan Laiba sebuah tes kehamilan, otaknya seperti membeku sejenak memandang benda di depan matanya sampai perawat itu menegurnya barulah Laiba sadar kembali, menggunakan tangannya yang bergetar perempuan itu menerima alat tes kehamilan kemudian dengan langkah yang sangat pelan pergi ke kamar mandi. Di ruangan yang dingin itu Laiba tidak kunjung menggunakan alat itu malah termangu melihat pantulan dirinya sendiri di cermin.Kemarin Laiba merasa jika tubuhnya telah membaik setelah minum obat demam dan istirahat yang cukup hingga Zumi tidak terus mendesaknya untuk pergi berobat namun pagi ini Laiba merasakan kembali mual yang tidak kesudahan. "Sepertinya aku akan bermalam di rumah sakit lagi," ujar Laiba dengan tubuh yang tidak bertenaga.Laiba tidak mengatakan kepada siapapun tentang keluhan tubuhnya dalam beberapa hari ini dan langsung pergi sendiri ke rumah sakit. Satu hal lagi yang membuat Laiba membulatkan tekadnya untuk pergi ke ru

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    116. Bukan generasi sandwich

    Laiba pikir setelah meminum obat demam dan banyak istirahat tubuhnya akan membaik yang ada malah semakin buruk, meskipun seperti itu Laiba menolak pulang masih memaksakan diri untuk bekerja seharian membuat Zumi frustasi karena melihat wajah pucat atasannya dan keringat dingin dimana-mana."Aku akan mengantarmu ke rumah sakit," ujar Zumi dengan cemberut."Aku hanya butuh istirahat dan minum obat demam maka akan segera membaik," jawab Laiba dengan lirih, berjalan dengan pelan ke sofa.Namun ketika Laiba baru aja merebahkan tubuhnya, rasa mual mengganggunya sampai tidak dapat menahannya lagi, Laiba segera bangkit dan pergi ke kamar mandi. Zumi semakin panik melihat situasi ini dan ingin menghubungi Dedalu agar membujuk wanitanya ini pergi memeriksakan diri karena Zumi tidak lagi bisa membujuknya."Jangan," ujar Laiba pelan dari dalam kamar mandi menghentikan Zumi yang sedang menunggu panggilan itu terhubung."Tunanganmu perlu tahu kondisimu," jawab Zumi dengan frustasi karena Laiba bisa

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    115. Tertidur sambil duduk

    Sebuah manekin yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih dengan begitu banyak bordiran rumit juga manik-manik membuat gaun besar nan lebar itu semakin berat."Sedikit berlebihan," gumam Laiba melihat hasil karyanya sendiri yang akan dikenalkan olehnya nanti ketika menikah dengan Dedalu. Gaunnya belum sepenuhnya selesai namun sudah terlihat kemewahannya."Tapi ini hanya sekali seumur hidup," imbuh Laiba menghibur dirinya sendiri. Membayangkan bagaimana lelahnya nanti ketika mengenakan gaun itu namun bersamaan nampak puas akan hasil kerja kerasnya.Sudah bertahun-tahun tak terhitung jumlahnya membuat gaun untuk pengantin lain dan kini menggunakan tangannya sendiri membuat gaun untuk dirinya sendiri, cukup puas karena membuat gaun seperti apa yang diinginkannya, meskipun rumit dan berat namun Laiba akan tetap mengenakan itu. "Waahhh ... sepetinya ini gaun terindah yang pernah aku lihat," ujar Kara yang sudah berdiri di belakang Laiba tanpa diketahuinya karena terlalu fokus pada gaun

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    114. Rahasia besar

    "Kenapa kamu datang?" tanya Makky."Ge," panggil Bram lagi karena bukan itu yang diharapkan keluar dari mulut Makky.Makky menoleh dengan menggunakan tatapannya yang menghipnotis membuat Bram tidak lagi bisa protes. Laki-laki besar itu dengan wajah cemberut yang kini memiliki beberapa luka di wajahnya mengambil undangan yang ada di balik jasnya yang kusut, Bram menyerahkan selembar undangan itu pada saudaranya hanya dengan sekali pandang Makky sudah dapat melihat apa isinya. Tangannya mencengkram kuat undangan itu tatapannya hanya tertuju pada satu nama di sana. Saat Makky terus menatap undangan itu laki-laki di sampingnya sudah tidak tahan lagi."Ini undangan milikmu yang aku ambil di meja kerjamu," ucap Bram dengan tatapan rumit bergantian melihat undangan di tangan Makky juga wajah saudaranya."Lalu?" sahut Makky tanpa mengalihkan pandangannya dari undangan di tangannya."Kamu mendapatkannya, kenapa hanya kamu sedangkan aku tidak mendapatkannya?""Mungkin milikmu belum sampai," ja

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    113. Bertikai setelah bergulat

    Bram datang dengan membawa undangan pernikahan Laiba di tangannya menuju tempat tinggal Makky dan Dahayu. Melihat mobil Makky yang terparkir di depan rumah menandakan jika sang pemiliknya ada di rumah. Bram sudah beberapa kali datang ke tempat ini ketika datang untuk kesekian kalinya Bram tidak lagi mengetuk pintu lagi ketika akan masuk, tidak perlu begitu banyak sopan santun tempat itu adalah kediaman keluarganya sendiri.Karena terbawa suasana hati yang buruk Bram langsung membuka pintu itu tanpa banyak berpikir, hanya saja Bram tidak pernah mengira jika hal pertama yang dilihatnya bukanlah saudaranya ataupun iparnya malah seorang laki-laki yang sedang telanjang bulat bermain gila di ruang tengah. Awalnya Bram berpikir jika itu saudaranya namun tidak mungkin Makky tidak cukup punya malu bercinta di tempat terbuka seperti ini meskipun di rumahnya sendiri tapi pintu tidak dikunci dan masih terlalu dini untuk melakukan hal itu di sini."Sejak kapan gege menjadi bodoh," umpat Bram samb

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    112. Menjadi orang asing

    Laiba duduk berhadapan dengan ayah Dedalu mereka cukup tenang memainkan permainan itu, jauh lebih tenang daripada biasanya karena laki-laki itu sedikit bicara dan tidak begitu antusias, permainan laki-laki itu juga sedikit buruk."Apakah ayah sakit?" tanya Laiba sambil memperhatikan raut wajah laki-laki di depannya."Tidak," jawab ayah Dedalu."Itu berarti ayah sengaja mengalah dariku, permainanmu begitu buruk hari ini.""Mungkin ayah kelelahan atau ayah sudah lapar saatnya kita makan malam," sahut laki-laki itu mencoba mencairkan suasana, laki-laki itu sedikit canggung karena mengetahui permasalahan yang telah terjadi pada anak-anaknya.Laki-laki itu tertawa canggung Laiba hanya memperhatikan ayah Dedalu yang mencoba menghiburnya."Anak itu sudah bicara padamu?" tanya ayah Dedalu ragu-ragu."Tentang apa?""Kapan kamu siap tinggal bersama kami?""Aku belum memikirkan itu ayah," jawab Laiba sambil tersenyum tipis dan tidak lagi menatap mata laki-laki tua di depannya."Jangan pikirkan a

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status