Home / Romansa / Pelukan Dingin Tuan Muda / 4. Mulut Wanita Tua

Share

4. Mulut Wanita Tua

Author: Qima
last update Last Updated: 2025-02-23 19:45:04

Laiba tahu jika pemuda yang menolongnya itu berdarah dingin dan hemat bicara, tapi gadis ini tidak sadar jika dirinya sebelas dua belas dengannya. Memiliki banyak kesamaan, introvert, kesulitan bersosialisasi, hanya punya segelintir kenalan maupun teman tidak mudah percaya pada orang lain dan lebih suka mengerjakan pekerjaan sendirian jika memungkinkan.

Sebab itu Laiba memilih jurusan tata busana yang menurutnya akan sedikit berinteraksi dengan banyak orang, lagi pula bakatnya sedikit mendukung hal itu.

Hasil gambarnya tidak bisa dikatakan sangat bagus, tapi juga tidak disebut jelek. Kemampuan bisa diasah asalkan awalnya memang sudah memiliki bakat. 

Setelah memutuskan jurusan dan mendapatkan universitas yang diharapkan, hari ini Laiba siap terbang ke Surabaya untuk benar-benar memulainya dari awal.

"Tidak ingin melihatnya untuk terakhir kali?" Makky memulai percakapan ketika Laiba sedang mengemasi barang-barangnya yang tidak seberapa itu ke dalam koper.

"Tidak dibutuhkan," jawab Laiba tanpa mengalihkan pandangannya, meskipun Makky tidak menyebutkan nama, tapi cukup tahu siapa yang dimaksud oleh pemuda itu.

"Semoga mulut dan hatimu selaras," ujar Makky seraya tersenyum miring. Laiba hanya tersenyum mengejek mendengar pemuda itu menyindirnya.

"Sesampainya di bandara akan ada orang yang akan membawamu ke rumah yang akan kamu tinggali."

Laiba mengiyakan tanpa bersuara, berurusan dengan Makky cukup mengiyakan dan mengatakan keinginan tidak perlu banyak negosiasi semuanya akan berjalan dengan lancar.

"Makky," panggil Laiba dengan lirih, tapi pandanganya menjelaskan jika panggilannya serius dan sungguh-sungguh.

"Jangan berterima kasih sekarang. Aku merinding mendengarnya," potong Makky sebelum Laiba meneruskan ucapannya.

"Bukan, bukan itu. Aku ...." Laiba berhenti sejenak ada keraguan di kata-katanya. "Aku ingin kerja part time."

"Tidak!"

"Tapi?"

"Kamu hanya boleh fokus belajar, apa uang yang kutransfer kurang? Sebutkan jumlahnya."

"Tidak, bukan itu." Laiba menurunkan nada bicaranya, gadis ini tahu jika dirinya tidak akan menang berdebat dengan laki-laki di depannya ini. "Lagi pula semuanya tidak cuma-cuma aku juga ingin punya uangku sendiri," gerutu Laiba di dalam hati sambil cemberut.

"Tidak perlu memusingkan tentang uang, biarkan aku yang memikirkannya setelah selesai kuliah ada banyak tempat kerja dan akan aku  pastikan kamu tidak akan mendapatkan libur sehari pun, jadi nikmati waktu luangmu saat ini."

"Emmm!" Pada akhirnya Laiba harus menerimanya, walau hatinya tidak senang makin ke sini Laiba merasa Makky yang dulunya seorang yang pelit bicara malah menyerupai seorang wanita tua ketika mulutnya sudah terbuka, sangat cerewet.

Makky tidak mengantarkan dirinya ke bandara, hubungan di antara mereka berdua tidak dapat disebut sebagai teman, tapi lebih dekat dari pada seorang kenalan.

Ada kalanya mereka dekat seperti keluarga, tapi ada kalanya seperti orang asing yang tidak tahu apa pun tentang pihak lain. Tidak ada perasaan emosional terhadap Makky ketika dia meninggalkan kota ini, hanya saja ada beberapa hal yang membuatnya menoleh ke masa lalu. Namun, itu hanya sebuah kenangan dan untuk Makky hanya pemuda itu yang nantinya menjadi satu-satunya orang yang masih berhubungan dengan masa lalunya.

***

"Selamat datang di kehidupan yang baru," ujar Laiba pada dirinya sendiri ketika pertama kali menginjakkan kakinya di kota Surabaya.

Semuanya berjalan dengan sangat lancar setibanya di kota tujuan berkat campur tangan sang pahlawan tuan muda Makky. Laiba sangat sadar meskipun dirinya dan Makky terpisahkan oleh benua tapi orang itu tidak akan mungkin meninggalkannya begitu saja, setiap gerak-geriknya terpantau bak di telapak tangannya. Laiba memanglah keras kepala meskipun Makky melarangnya melakukan pekerjaan part time, dengan kemampuannya tidak mungkin akan berpangku tangan.

"Kamu memang pintar, tapi aku juga tidak bodoh." Senyuman licik tercipta di bibirnya mengejek Makky yang jauh di sana.

Laiba menjadi mahasiswi yang menempatkan dirinya sebaik mungkin, karena mengingat jika saat ini dirinya tidak memiliki apa pun kecuali Makky semuanya dilakukan dengan sempurna mungkin agar dirinya segera keluar dari lingkungan universitas, terjun ke dunia nyata dan dengan percaya diri berdiri dikedua kakinya sendiri.

Waktunya hanya untuk belajar, belajar dan belajar. Menyisihkan sedikit waktunya untuk menggambar selain untuk melatih skill dan juga meluapkan inspirasinya karya-karyanya di unggah ke sebuah website dan akan mendapatkan sedikit pundi-pundi dollar jika ada yang berminat akan desainnya.

***

Tanpa terasa dua tahun berlalu begitu saja, hari ini Laiba dengan sedikit bersenandung duduk tenggelam pada iPad di tangannya. Goresan-goresan itu seperti memiliki mata sendiri menunjukkan sang pemilik sudah berlatih ribuan kali, tapi ketika desain itu hampir selesai sembilan puluh persen tiba-tiba Laiba tersadar dan melepaskan iPad di tangannya dengan kasar.

Matanya terbuka lebar dan  detak jantungnya berdetak lebih kencang. "Ada apa denganku?" tanya Laiba pada dirinya sendiri sambil memandangi hasil gambarnya sendiri.

"Kenapa dia? Setelah sekian lama kenapa harus dia?" Laiba bicara dengan tidak jelas kata 'dia' merajuk pada seorang pemuda yang jauh di sana.

Laiba memiliki sebuah kebiasaan sebelum menggambar dirinya akan mencari sebuah inspirasi yang akan membuatnya mendapatkan sebuah ide untuk menggambar sebuah desain pakaian, dan kali ini entah mengapa tiba-tiba kecepatan tangannya begitu lancar setelah melihat seorang pemuda menggunakan seragam sekolah menengah atas, dengan senyumannya yang sangat indah.

Laiba tidak banyak berpikir, tapi setelah sadar baru menyadarinya jika yang ada di otaknya bukanlah pemuda yang baru dilihatnya, akan tetapi pemuda lain dari masa lalu yang telah lama tidak ditemuinya.

Tanpa pikir panjang Laiba langsung menghapus desain yang hampir rampung itu, dan memasukkan iPad ke dalam tasnya bersiap untuk pergi. Ponselnya berdering dan menunjukkan jika itu panggilan dari luar negeri.

"Kenapa panggilan video?" tanya Laiba sambil menatap layar ponselnya. Makky hampir tidak pernah melakukan panggilan video, mereka hanya berkomunikasi dengan chat, itupun dengan satu dua kata tidak lebih. 

Suatu kali Makky mengirimkan sebuah paket dan Laiba berterima kasih. Pemuda itu hanya membalasnya dengan dua huruf, ok. Saat Makky ingin tahu hasil ujian Laiba pemuda itu hanya mengirim pesan.

"Bagaimana?"

Laiba pun membalas, "Lumayan."

Percakapan mereka hanya seperti itu berlangsung selama dua tahun ini, Laiba tidak akan pernah merengek meminta pemuda itu mentransfer uang bulanan karena tanpa Laiba mengatakan Makky sudah memenuhi kewajibannya. 

Saat ini ketika Laiba mendapatkan panggilan video tidak langsung mengangkat karena berpikir jika pemuda itu tidak sengaja membuat panggilan, tapi setelah panggilan itu ditolak, Makky membuat panggilan selanjutnya hingga mau tidak mau Laiba menerima panggilan itu.

Panggilan terhubung menampilkan seorang pemuda yang sedang bersandar di dinding seperti di dalam toilet.

"Kenapa lama sekali menerima panggilanku?" tanya Makky langsung ketika menyadari panggilan itu terhubung.

"Dia mabuk? Pantas saja," gumam Laiba mengerti mengapa kulkas dua pintu itu menghubunginya.

Laiba mencari duduk yang nyaman untuk melayani pemuda yang ada di sebrang sana. "Ada apa?" tanya Laiba dengan tidak sabar.

"Apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa menolak panggilanku?" tanya Makky sambil menunjuk ke layarnya sendiri dengan mata beratnya.

"Aku sibuk, baru saja akan pulang."

"Bagus, cepatlah pulang jangan main-main."

"Emm, ok!" Laiba mengiyakan agar cepat selesai.

"Mmh, Laiba--"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    90. Babak baru

    Ali cukup terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya namun lebih terkejut lagi melihat Laiba yang hanya diam melihat Dedalu menciumnya, mulut Ali sudah terbuka namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya hanya sebuah tawa kering membalas senyuman Dedalu padanya setelah menyapa Laiba dengan sebuah kecupan ringan di pipi."Apa yang sedang kalian obrolkan?" tanya Dedalu langsung mengambil duduk di samping Laiba.Laiba hanya diam tidak merespon barulah Ali yang angkat bicara. "Tidak ada hanya mengobrol biasa," jawab Ali yang sedikit canggung. Ini adalah pertama kalinya Ali merasa canggung bicara dengan sahabatnya yang telah belasan tahun berteman."Kamu tidak bekerja?" tanya Dedalu pada Laiba namun Laiba masih cuek dan malah mengambil minumannya namun kopi itu belum mencapai bibirnya Dedalu sudah lebih dulu merebutnya dan meminumnya sendiri alhasil Dedalu langsung membatalkan niatnya meminum kopi itu ketika rasa pahit menyebar ke rongga mulutnya."Minuman apa yang kamu suguhkan

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    89. Saksi mata

    "Kamu?" Laiba menatap tajam kearah Dedalu. "Saat itu kamu masih bersama dengan Ayana bagaimana kamu memiliki pemikiran seperti itu. Apalagi saat itu kalian akan bertunangan?""Aku memang laki-laki bejat dan aku lebih suka kamu memaki aku daripada terus acuh," sahut Dedalu dengan cepat."Pergilah," ucap Laiba sambil berpaling dan menutup matanya, tiba-tiba kepalanya terasa berat memikirkan bagaimana bisa dirinya yang dulu begitu tergila-gila terhadap pria ini.Akan tetapi Laiba segera membuka matanya ketika jemari laki-laki itu memegang sisi wajahnya dan lagi-lagi mencuri sebuah ciuman darinya. Kejadian itu begitu cepat Laiba sampai lupa untuk menghindar bahkan setelah ciuman itu selesai."Bisakah kita bersama lagi? Aku berjanji tidak akan menyakitimu seperti dulu."Laiba membuang napas melalui mulutnya menatap mata laki-laki itu yang nampaknya begitu serius dengan ucapannya namun Laiba sulit untuk dibujuk."Aku tidak mau," jawab Laiba datar."Kenapa? Apakah aku tindak pantas untukmu a

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    88. Kehabisan energi

    Laiba meminta Namu untuk mengantarkan dirinya kembali ke butik lebih baik menunjukkan tempat kerjanya daripada memberitahukan namun tempat tinggalnya pada orang asing yang baru dikenalnya sehari, sepanjang perjalanan Laiba hanya mengiyakan ataupun menggeleng tiap kali laki-laki itu mengajukan pertanyaan. Senyuman merekah pria itu terus terpancar dari mereka keluar dari kediaman Baswara sampai mobil itu berhenti di depan butik."Kamu tahu Laiba aku sangat senang bisa mengenalmu," ucap Namu sambil menyetir menoleh sekilas pada Laiba menunjukkan senyumannya."Matamu tidak buta bahkan jika kamu tidak mengatakannya itu sudah terpampang nyata di wajahmu," sahut Laiba dalam hati namun mulutnya masih tertutup rapat hanya tersenyum tipis pada Namu.Mobil itu akhirnya berhenti didepan butik, Laiba segera bersiap untuk turun. "Terima kasih," ucap Laiba sambil melepaskan sabuk pengaman dari tubuhnya."Aku akan menghubungimu," sahut Namu.Laiba yang sudah akan keluar kembali lagi ke tempat dudukny

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    87. Masih menjadi yang terbaik

    Dahayu belum puas mengintrogasi Laiba, Laiba masih penasaran kenapa perempuan didepannya ini mau-maunya datang kemari padahal di hari pernikahannya Dahayu melihat dengan kepala matanya sendiri bagaimana Bram nampak begitu menyukai Laiba meskipun demikian terang-terangan sudah ditolaknya."Jika kamu tahu jika mereka ayah dan anak, kamu masih akan datang kemari?"Aku akan datang," jawab Laiba lirih, energinya sudah hampir habis setelah melayani 4 orang terlebih Una yang mengajaknya berdebat."Kenapa?" tanya Dahayu tidak percaya dengan jawaban Laiba."Kenapa harus kenapa? Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Bram kami hanya teman tidak perlu merasa takut pada keluarganya karena aku tidak melakukan kesalahan apapun? Aku hanya sedang bekerja," sahut Laiba dengan tidak senang mungkin juga terpengaruh oleh rasa lelahnya, tubuhnya tidak lelah namun perasannya yang lelah ketika banyak orang yang menganggap jika dirinya pernah memiliki hubungan dengan tuan muda itu.Melihat Laiba yang suda

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    86. Sesi interogasi

    Orang pertama yang diukur tubuhnya adalah Bas yang memiliki nama panjang Baswara laki-laki itu berdiri tegak dan Laiba mengucapkan kata maaf dan permisi sebelum menyentuh tubuh laki-laki itu. Laiba merasa jika Baswara adalah Bram versi tua namun menurut Laiba aura laki-laki ini jauh terpancar dari pada anak itu."Apakah pekerjaan yang kamu geluti melelahkan?" tanya Baswara membuka pembicaraan saat Laiba mengukur panjang lengannya."Semua pekerjaan melelahkan tuan," jawab Laiba pelan dan sopan."Diusia mu sudah waktunya menikah cari laki-laki yang mapan dan kamu hanya perlu menjadi istri dan ibu yang baik tidak perlu bekerja keras lagi."Laiba hanya tersenyum menanggapinya, jika itu orang lain mungkin Laiba akan mengutarakan isi otaknya jika tidak sependapat dengan pemikiran ini namun orang yang bicara adalah orang terpandang terlebih ayah dari orang-orang itu maka Laiba memilih untuk diam dan tersenyum melanjutkan pekerjaannya."Kebetulan Namu sedang mencari seorang istri, dia generas

  • Pelukan Dingin Tuan Muda    85. Keluarga Baswara

    Asisten Laiba yang bernama Zumi membawa seorang wanita berpakaian formal ke ruang Laiba, Laiba tidak mengenal wanita itu akan tetapi wanita itu nampak sudah tidak asing dengan dirinya. Wanita memperkenalkan dirinya sebagai asisten Pak Bas dan datang karena pemerintah laki-laki itu barulah nama Bas di sebut Laiba mengerti, orang penting dan sibuk seperti itu tidak mungkin memiliki banyak waktu luang untuk datang sendiri lagi ke tempat ini seperti terakhir kali."Atas permintaan tuan besar saya datang untuk mengundang nona ke rumah besok malam secara langsung," ucap wanita itu dengan sangat sopan."Ada keperluan apa?""Tuan besar mengatakan sebelumnya sudah memberitahukan jika akan menggunakan jasa nona untuk acara penting tuan muda.""Aku ingat itu." Laiba mengingatnya jika pak Bas memang pernah mengatakan tentang itu ketika berkunjung beberapa waktu yang lalu."Saya akan datang secara pribadi.""Mobil jemputan akan datang jam 8 malam.""Terima kasih."Setelah berpamitan wanita itu per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status