Karena seringnya mereka berdua makan bersama perlahan Laiba mulai tahu jika pemuda di depannya ini tidak pernah makan pedas sekalipun awalnya dirinya berpikir jika Makky hanya mengimbangi dirinya yang baru saja sakit makan makanan hambar tidak pedas sedikitpun namun setelah Laiba sudah merasa pulih dan dapat makan seperti biasanya pemuda ini masih mempertahankan cara makannya mungkin hanya makanan sedikit banyak bumbu namun tetap tidak pedas seperti ayam pop ataupun rendang.Malam ini mereka berencana akan makan malam bersama di restoran dekat dari butik namun saat diperjalanan. "Aku sedikit bosan dengan hidangan yang ada disana," ucapannya dengan lesu."Lalu?" sahut Makky tanpa menoleh."Aku tahu ada tempat makan enak. Itu tidak jauh dari apartemen ku."Mobil itu berjalan dengan arahan Laiba, Makky pikir jika itu restoran lain akan tetapi Laiba memberikan arah dan membelokkan mobil itu ke tempat pedagang kaki lima yang menjual mie ayam gerobak."Kenapa kita makan di sini?" tanya Makk
Setelah dirawat selama dua hari di rumah sakit Makky mengantarkan Laiba kembali ke apartemennya ketika akan masuk tidak berharap akan bertemu dengan pasangan itu dan keduanya kebetulan melewati pintu apartemen Laiba."Bagaimana keadaanmu?" Ayana langsung mengajukan pertanyaan."Lebih baik," jawab Laiba sambil membuka pintu depan sidik jarinya."Sebenarnya kamu kenapa?""Terakhir yang dia makan cake darimu hingga muntah-muntah dan masuk rumah sakit," Makky menyela pembicaraan dua wanita itu tapi Laiba segera reflek memukul lengan Makky. Bagaimanapun bukan itu penyebabnya meskipun yang dikatakan pemuda itu adalah fakta."Itu fakta," dalih Makky sambil melihat Laiba."Jangan menakuti anak orang," ucap Laiba sambil masuk ke rumah.Sejak awal Dedalu hanya sebagai pengamat melihat dan menganalisa keadaannya. Melihat kedekatan Laiba dan Makky siapapun akan mengira jika mereka memiliki hubungan, Dedalu sudah melihatnya beberapa kali interaksi keduanya."Kapan kalian menikah?" tanya Makky pada
Makky beranjak dengan piring kotor di tangannya dan Bram mengikutinya."Ge ... dia?" Bram masih nampak cemas."Dia baik-baik saja hanya butuh makan dan istirahat.""Benarkah?""Hmmm.""Apa yang dia kerjakan di sini sampai jatuh sakit?""Baru saja pindah begitu sibuk sampai lupa makan.""Pindah? Maksudnya bekerja di sini?""Ya."Bram tersenyum sumringah mendengar fakta itu dan kembali ingin menanyakan pertanyaan lainnya tapi Laiba menolak untuk membuka matanya. Pemuda itu tidak peduli bagaimana Laiba mengacuhkannya yang terpenting bahwa kedepannya mereka akan sering bertemu karena berada di kota yang sama."Bagaimana gege tahu semua ini?" Bram mulai curiga bagaimana gegenya selalu lebih selangkah darinya."Bukankah aku baru saja bertemu dengannya di jalan dan dia sedang kesakitan?"Alasan yang sama lagi bertemu dengan kebetulan tapi anehnya itu selalu masuk di akalnya."Ge, pergilah ke pertemuan klien kita malam ini sangat penting aku yang akan menjaga Laiba di sini, aku berjanji akan
"Hallo tetangga baru," ucapnya begitu dingin dan nampak tidak menyukai hal itu."Bagaimana bisa?" ucap Ayana masih dengan wajah bingungnya, "Bukankah kamu tinggal di Surabaya?""Aku sudah lebih dulu tinggal disini jangan mengatakan dimasa depan jika aku mengikuti kalian."Dedalu sudah kembali dari keterkejutannya pemuda itu memungut kembali paper bag yang dijatuhkan oleh Ayana kemudian menyerahkan kepada Laiba tapi Laiba tidak langsung menerimanya memandangi bingkisan itu kemudian melihat ke arah Ayana."Terimalah, kami sudah menyiapkan juga untuk semua tetangga disini," ucap Ayana dengan raut wajah tidak terlalu senang.Laiba meraih paper bag dari tangan pemuda itu kemudian menutup pintunya sambil menggerutu, "Kebetulan macam apa ini?"Sayup-sayup Laiba mendengar jika Ayana juga menggerutu pada Dedalu, "Bukankah seharusnya kita yang merasa tidak senang karena bertetangga dengannya kenapa dia yang malah marah?"Laiba tidak menghiraukan Ayana maupun Dedalu saat ini yang dibutuhkannya a
"Masih ada kencan buta lagi?" Laiba ingin tertawa namun masih menahannya mendengar Makky yang malang."Tentu saja sampai aku berhasil, kencan buta ini tidak akan berhenti.""Aku ikut prihatin." Tapi Laiba mengatakannya sambil tersenyum lebar bahkan hampir tertawa. "Lalu wanita seperti apa yang kamu kehendaki?""Yang jelas binatang purba ini tidak menginginkan spesies serangga seperti mereka.""Kenapa pembicaraan kita selalu berkutat tentang hewan?""Bukankah kamu yang mulai?""Bagaimana itu bisa aku?" Laiba tidak terima akan tuduhan itu."Kau.""Kau!""Kau ...." Makky masih bersikukuh."Kamu yang mengatakan jika aku mirip anjing terlantar." Laiba mengeluarkan kartu as miliknya, dirinya masih ingat betul bagaimana Makky menolongnya kala itu karena kasihan melihat keadaannya yang seperti anjing terlantar."Benarkah?" Bahkan ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kepercayaan sedikitpun."Berhenti. Aku tidak ingin lagi membahas tentang binatang dan sejenisnya, sekarang aku punya dua ha
Laiba sedang duduk sendirian di sebuah restoran bertema outdoor dirinya memiliki janji bertemu dengan seorang klien, wanita itu memainkan daun ginkgo yang terbawa angin hingga jatuh di mejanya, jari jemari itu memutar daun ginkgo berwarna kekuningan itu kemudian mencari darimana datangnya daun itu karena tidak umum ditemukan pohon ginkgo disini karena biasanya hanya ada di Tiongkok, Korea dan Jepang tidak tahu bagaimana caranya orang yang menanam pohon itu dapat tumbuh begitu subur disini.Ketika Laiba sedang memperhatikan pohon besar itu pandangannya tanpa sengaja menemukan pengunjung lain yang duduk tepat di depannya berjarak beberapa meter nampaknya pemuda itu juga baru melihat Laiba mereka berdua saling berpandangan kemudian pemuda itu tersenyum kecil mengatakan beberapa kata pada laki-laki lainnya sebelum menghampiri Laiba."Hallo ... lama tidak bertemu," sapa Fang sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan."Hallo." Laiba menerima sapaan hangat itu. Laiba tidak tahu meng