Beranda / Romansa / Pelukan Terlarang / Bab 9 : Jejak yang Terperangkap

Share

Bab 9 : Jejak yang Terperangkap

Penulis: Nara Cahya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-23 17:25:52

Hana terhenti di tengah lorong remang-remang gedung tua itu. Tubuhnya menegang seperti busur yang ditarik, matanya terpaku pada sosok Arga nun jauh di sana. Di luar, hujan mencambuk bangunan dengan suara yang tak henti-hentinya, menciptakan gema yang membuat bulu kuduk berdiri. Jantungnya berdegup kencang, seolah meneriakkan ketakutannya kepada seluruh dunia. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba meraih ketenangan di tengah badai yang bergejolak. Malam ini, pertarungan yang sesungguhnya baru saja dimulai.

Arga bergerak perlahan, namun sorot matanya setajam elang yang mengincar mangsa. Setiap gerak-gerik Hana tak luput dari perhatiannya. Hana… desisnya, suaranya dingin dan menusuk. Kau mungkin mencoba menyembunyikan sesuatu, tapi aku bisa melihat apa yang ada di dalam hatimu. Setia… atau hanya berpura-pura?

Hana menelan ludah pahit. Tangan kanannya mencengkeram tas berisi bukti yang diberikan Radit. Tas itu terasa berat bukan hanya karena dokumen di dalamnya, namun juga karena beban ta
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pelukan Terlarang    Bab 24 : Bayangan di Antara Kita

    Langkah Hana terasa *berat* saat memasuki ruang kerjanya keesokan paginya. Semalaman suntuk, matanya enggan terpejam. Nada bicara lembut Adrian, tatapan matanya yang seolah menyimpan *segudang* makna tersembunyi di balik sekadar teman kerja, terus menghantuinya. Ia mati-matian berusaha mengenyahkan semua itu dari benaknya, berbisik pada diri sendiri bahwa semua ini hanya efek samping dari kelelahan dan emosi yang sedang naik turun tak terkendali. Apesnya, semakin ia berusaha, semakin kalutlah pikiran dan perasaannya.Saat ia membuka pintu ruang kerja, beberapa rekan sudah bergerombol di ruang presentasi. Tumpukan dokumen menggunung di atas meja panjang, laptop-laptop memancarkan cahaya dari layarnya, dan proyektor menampilkan draf proyek terbaru. Adrian berdiri tegap di depan layar, dengan *penuh semangat* menjabarkan sesuatu. Senyumnya samar, tatapannya biasa saja bagi orang lain namun bagi Hana, setiap detail kecil itu terasa *menusuk* relung hatinya.Kita perlu utak-atik bagian ini

  • Pelukan Terlarang    Bab 23 : Bisik di Lorong Kantor

    Pagi itu, lorong kantor berdengung oleh suara langkah kaki. Hana melangkah cepat, seolah ingin menghilang di balik mejanya tanpa menyapa siapa pun. Rambutnya yang tergerai jatuh, menutupi sebagian wajahnya, sedikit melindunginya dari tatapan orang-orang yang terasa menghakimi beberapa hari terakhir. Sayangnya, telinganya tidak bisa dibohongi. Bisikan-bisikan itu masih terdengar, lirih tapi menusuk, Itu dia... Dengar-dengar sering pulang bareng, ya? Pantes aja cepet naik jabatan. Hana meremas map di tangannya kuat-kuat. Ia ingin melarikan diri, namun sadar itu hanya memperburuk keadaan. Ia tetap melangkah maju dengan wajah setenang mungkin, menutupi badai yang bergejolak di dalam dirinya. Sesampainya di meja, ia langsung duduk, menyalakan laptop, dan pura-pura tenggelam dalam dokumen. Napasnya masih tersengal. Hana, suara Maya menyentaknya. Wajah Maya terlihat tegang. Aku baru aja denger sesuatu yang... penting buat kamu tahu. Hana menoleh, jantungnya berdebar keras. Apa?

  • Pelukan Terlarang    Bab 22 : Bayangan dalam Foto

    Hana membanting tutup laptopnya, seolah benda itu adalah bom waktu yang siap meledak. Jantungnya berdegup kencang, mengalahkan gemericik hujan yang mulai membasahi kaca jendela apartemennya. Otaknya seperti benang kusut, dipenuhi pertanyaan tanpa ujung. Siapa pengirim foto itu? Kapan foto itu diambil? Dan yang paling membuatnya merinding: apa maksud di balik semua ini?Ia bangkit dari sofa, mondar-mandir seperti tahanan dalam sel sempit. Tangannya sesekali meremas rambutnya yang panjang, lalu berhenti di depan jendela, memandangi lampu-lampu kota yang berkilauan dalam bayang hujan. Kata Bukti di subjek email itu terus menghantuinya. Kata sederhana itu berubah menjadi teror yang membungkamnya.Hana mencoba menenangkan diri. Mungkin cuma orang iseng, bisiknya, tapi hatinya tak percaya. Kalau cuma iseng, kenapa fotonya begitu pas momennya? Kenapa dikirim malam-malam, saat ia sendirian? Tidak, ini bukan kebetulan belaka. Seseorang sedang mengawasinya.Tangannya gemetar saat meraih ponsel.

  • Pelukan Terlarang    Bab 21 : Di Antara Rahasia dan Rasa

    Hana terdiam di depan laptopnya, jari-jarinya menari ragu di atas *keyboard*. Pikirannya terbang jauh, terpaku pada ucapan Maya semalam, Dunia kantor itu kejam, Han. Kata-kata itu bagaikan hantu yang terus menghantuinya. Setiap lirikan sinis, setiap bisikan menusuk, terasa seperti duri yang siap menyayat hatinya. Siang itu, rapat besar bersama direktur utama sudah menunggu di depan mata. Semua tim sibuk mempersiapkan bahan presentasi, termasuk Hana. Ia mencoba fokus menyusun data, tapi suara-suara sumbang terus mengganggu pikirannya. Tiba-tiba, Arga melintas di depan mejanya. Gerakannya biasa saja, sama sekali tak mencurigakan. Ia hanya tampak seperti seorang atasan yang sedang memeriksa pekerjaan anak buahnya. Namun, sepersekian detik mata mereka bertemu. Singkat, namun ada sesuatu yang dalam dan sulit diartikan. Hana segera menunduk, jantungnya berdebar kencang, wajahnya terasa panas. Ia takut orang lain menyadari perubahan kecil yang terjadi pada dirinya. *** Rapat diadakan di

  • Pelukan Terlarang    Bab 20 : Bayangan yang Membesar

    Hana terpaku di depan cermin kamar mandi kantor, kedua tangannya mencengkeram pinggiran wastafel keramik yang dingin. Aliran air dari keran yang terbuka hanya menemani kesunyian, tak menarik perhatiannya untuk sekadar membasuh muka. Sorot matanya nanar menatap pantulan dirinya di cermin seorang wanita yang tampak lelah dengan lingkaran hitam menghiasi bawah mata. Senyum yang dipaksakan pagi tadi lenyap, digantikan raut khawatir. Beberapa waktu lalu, telinganya tak sengaja menangkap bisikan dua staf dari divisi lain di koridor. Nama memang tak disebut, tapi nada bicaranya menusuk: Si asisten khusus itu? Pantas saja karirnya melejit. Lalu, tawa kecil menyusul ucapan itu. Hana tak bodoh, ia tahu betul siapa yang menjadi bahan perbincangan mereka. Ia menarik napas dalam-dalam, memutar keran hingga air berhenti mengalir, lalu meraih tisu untuk mengeringkan tangannya. Tenang, Hana. Tetap fokus, bisiknya pada diri sendiri, mencoba tegar meski hatinya bergetar hebat. Saat kembali ke mejany

  • Pelukan Terlarang    Bab 19 : Jejak yang Tak Bisa Disembunyikan

    Hana terdiam di depan cermin kamar mandi kantor, meneliti penampilannya. Wajahnya lesu, lingkaran hitam mulai menghiasi bawah mata, dan bibirnya pecah-pecah. Dengan gerakan cepat, ia memoleskan sedikit bedak di pipi, berupaya menyembunyikan jejak-jejak kelelahan yang kentara. Namun, ia sadar bahwa bukan hanya raganya yang merasakannya. Hatinya jauh lebih remuk. Sejak percakapan terakhir yang menegangkan dengan Arga, Hana merasa seperti seorang pesirkus yang berjalan di atas tali yang licin. Setiap gerakannya terasa diperhatikan, setiap langkahnya berpotensi menjatuhkan. Meskipun Arga sudah berulang kali mengingatkannya untuk menjaga profesionalisme, perasaan yang tumbuh di antara mereka terasa seperti api dalam sekam, sesuatu yang tidak bisa dipadamkan hanya dengan kata-kata hampa. Kalau terus begini, aku yang akan hancur lebih dulu, bisiknya lirih, suaranya hampir tak terdengar. Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka, dan Maya muncul dengan tas makeup di tangannya. Begitu melihat Ha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status